https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Seruan Hujan malam itu
Karya : Fitria handayani suradi
Gemuruh angin menghantam tajam ditelinga
Membiarkan otak mengingat kembali masa itu
Masa dimana kedua bola mataku menjadi saksi pilu malam itu
Tubuhku mulai bergetar seakan ketakutan mengingat kejadian pilu
Dulu aku sangat menyukai hujan
Bahkan dalam duniaku hujan adalah teman bagiku
Tapi..
Tidak lagi, semua hancur dengan sekejap
Semua hilang dengan begitu saja
Malam itu aku tidak punya firasat aneh
Tapi..
Tiba-tiba gemuruh angin mendatangkan seruan hujan
Pertanda apakah ini???
Secara tiba-tiba detak jantungku lebih cepat
Dadaku mulai sesak
Kalian bertanya – tanya apa Yang terjadi??
Aku menangis ..
Aku berteriak...
Aku diselimuti kesedihan melihat ayahku
Yahh.. Ayahku dibunuh oleh seseorang dimalam itu
Hujan Yang begitu deras menjadi saksi kematian ayahku
Seruan hujan malam itu menjadi trauma bagiku
Putri kecil seorang Ayah
Karya : Fitria handayani suradi
Aku dilahirkan dari rahim suci seorang malaikat, ia ibuku, istri dari ayahku. Ketika ibuku sakit, aku yang kecil ini tumbuh dan diasuh oleh tangan kasar sepasang suami istri, yang cintanya pada dunia luar biasa, tapi tidak dengan kasih sayangnya padaku. Mereka menganggapku seolah boneka yang diperlakukan layaknya binatang. Mereka sangat baik mendidikku, merawatku seperti malika yang ketika salah disirami pukulan atau caci makian. Mereka memanjakan ku dengan materi, segala keinginan pun terpenuhi namun tidak dengan waktu luang untuk bercerita seolah mereka tak mengenal diriku.
Diusia 8 tahun kekerasan sudah bersahabat dengan ku. Aku adalah putri juga putra bagi mereka. Yang dipaksa tumbuh kuat dan di didik sekeras mungkin. Tanpa mereka tahu arti kasih sayang itu penting. Aku tumbuh dengan kekerasan dalam rumahku, siang malam tidak membuat ku tenang karna ulah ayah dan ibuku. Kedewasaan membuat jiwa ku kian kacau, selaras dengan dendam dan sakit hati yang amat dalam.
Yahh,,,,, Bagaimana tidak, usia remajaku dibunuh oleh ayahku. Adakah seorang ayah tega menjulurkan pedang dihadapan putri kecilnya?? Apa kalian pikir aku baik baik saja? Heyyyyy..... Ayahku mengangkat pisaunya didepan wajahku, hanya karna aku membela ibuku? Bagiku, Ibarat Yesus seorang ibu adalah isa anak Tuhan, perintah dan ucapannya adalah fatwa bagi anaknya. Ibu memang bukan malaikat yang melahirkan ku, namun ia malaikat kedua yang merawatku. Aku menyayangi ibuku meskipun ia sedikit menyebalkan.
Aku bahkan pernah berfikir untuk menghabisi mereka karna sakit hatiku. Tapi ketika kupandangi wajah lelap mereka, aku melihat rauh wajah kelelahan karna menghidupiku. Hati kecilku sulit berbohong kalau aku menyayangi ayah dan ibuku. Mereka memang tidak memberiku kasih sayang yang terlihat. Namun segala keinginanku selalu mereka penuhi. Kekerasan hatiku selalu diluluhkan oleh wajah lelah mereka.
Aku tumbuh diantara banyaknya masalah didalam hatiku, aku sangat membenci malam, malam dimana selalu terjadi keributan setiap detik pejaman mataku. Aku benci hidupku saat itu pagiku kacau dan malamku mengerikan. Dingin adalah gelisah, selimutku adalah tangis dan ketakutan. Aku dilatih memanah untuk membidik keputusan dengan tepat, dilatih memimpin untuk diri sendiri dan cinta pada resiko untuk berani bertanggung jawab.
Dibalik dinding kamar aku menangis karna tidak tumbuh normal seperti anak seusiaku. Meski begitu aku kadang berfikir untuk tidak iri dengan siapapun karna mereka tidak mungkin sekuat dan setegar diriku. Untuk dua ayah dan dua ibuku, terima kasih kalian sangat hebat dalam mendidik ku. Ibu tidak salah melahirkan manusia sepertiku, tapi akulah yg bermain dengan dunia sehingga membuatku bajingan seperti sekarang ini.
Untuk ayah dan ibu harapanku, aku hanya ingin hidup normal seperti yang lainnya...
DETAK TAK BERNYAWA
Nama: Fitria handayani suradi
Sudah sepekan semenjak aku denganmu tak lagi berbincang, rasanya tak begitu baik. Aku rindu, namun ku buat rinduku di kelilingi tebing rasa sungkan. Sejujurnya, aku tak beranjak pergi darimu, aku masih ada walau tak lagi menyapa.
Katamu, rasa ini hanya sementara dan akan hilang kapan saja. Ku percayai kata - katamu sebab bisa saja aku salah perihal mengartikan rasa. Namun rasa itu tetap ada walau keduanya sudah tak saling bicara.
Setelah tidak menghubungimu lagi, aku menyibukkan diri dengan berbagai hal—yang padahal tak ku sukai. Kau tahu dengan pasti bahwa aku tak suka berkutat terlalu lama dengan pekerjaanku, namun aku melakukannya hingga malam menenggelamkanku dalam sunyi.
Berpikir bahwa setelahnya aku akan terlelap dan tak ada satu ruangpun untuk memikirkan keputusanku perihal dirimu. Namun lagi dan lagi aku salah, yang ku lakukan hanya sia - sia.
Aku pemikir dan kau peredam..
Bagai dunia yang porak - poranda, itulah aku tanpamu kini.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.