https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
"Sehelai Daun yang Teguh
Oleh: Muthiah Afifah
Sehelai daun yang teguh,
Tak akan pernah gugur sebelum masanya
Menghijau memesona sejukkan mata yang melirik
Memasok oksigen yang cukup
menangkap cahaya fotosintesis
Daun yang teguh
Tak akan salah dia berpegang di ranting yang kokoh
Laksana angin barat yang coba goyahkan ranting itu
Namun, kuatnya akan bertahan selama ia mampu
Daun yang teguh
Dia jatuh cinta pada kemuliaan
Berkasih sayang dengan ketaatan
Bercincinkan emas permata hati yang luas
Tuhan memberkati keberadaannya
Daun yang teguh
Tiada kuasa menahan tangis saat dilamar hidayah
Berbalutkan gaun anggun penutup aurat
Bermahkotakan hijab yang sempurna hingga tiada celah untuk pembuat dosa
Langkah kakinya mantap dengan zikir-zikir
Daun yang teguh
Tak akan semudah itu mengorbankan buah ranumnya untuk para pencuri buah
Tak akan semudah itu jatuh cinta pada angin yang sejuk
Tak akan melepas ranting saat belum waktunya tiba
Daun hijau yang teguh
Bak mahkota bagi sang pohon rindang
TUNAS MUDA BANGSA
Oleh: Muthiah Afifah
Sorak sorai kalbu yang resah kembali menggema seantero semesta
Riuh ricuh harapan yang terkubur
Harapkan tanah pertiwi kembali makmur
Tunas-tunas bangsa, siapa lagi selain mereka?
Sang empunya jiwa berapi nan membara
Mengaung menggema mendengungkan kata merdeka
Sang penggerak roda kebangkitan, pengemudi tuas kejayaan
Yang akan ditunggangi seluruh jiwa dalam menaungi suka cita bangsa
Tunas-tunas muda tumbuh gagah perkasa
Pembrontak ketimpangan, pendukung keadilan
Ditangannyalah cikal bakal perjuangan
Membangkitkan semangat yang terkubur
Membuang kemunafikan yang berdalih
Menangkap tikus-tikus pemakan bangsa sendiri
Demikianlah tunas muda
Pantang patah pantang goyah
Sekali bergerak maju tiada lagi kata berbalik
Perihal Temu nan Semu
Oleh: Muthiah Afifah
Hujan bulan ini
Masih berkisah tentang dongeng nan sepi
Antara kau atau aku yang memang tak berani
Berkorban demi lenyapkan egois diri
Kita adalah jalan yang berseberang
Terpisah oleh hujan yang menggenang
Tinggal menunggu waktu, siapa yang berani menerjang
Atau tak satupun yang sanggup menyeberang.
Aku,
Sungguh masih menunggumu
Namun kau,
Masih acap merajut rindu
Tanpa sekalipun menghadirkan kata temu
Aku,
Mencoba tersenyum pada kekosongan
Sedangkan kau,
Mencoba berdamai dengan kenangan
Hingga akhirnya kau coba lupakan
Dan sekarang ku tahu,
Sang surya kehilangan kemilau
Rembulan bermuram entah kenapa
Burung-burung enggan bersuara
Sedangkan sunyi adalah bagianku
Dan saatnya kukatakan pada hati
Bahwa penawarnya telah lama pergi
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.