Pria Yang Duduk Disana - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "1. Pria Yang Duduk Disana


Ia tak kaya

Tak tinggi tak pula rendah

Air dalam itu sifatnya

Arif namun tak bersuara

Kain putih membungkus kepalanya

Alas sederhana terbentang di bawahnya

Sedang ia duduk dengan tenangnya

Memuji Ia

Meyakini Yang ada

Udara hangat berkeliling di sekitarnya

Waktu tak jadi batasannya

Tak peduli jika menua

Karna semua itu untuk Ia semata


Tiada yang lebih Arif daripada Pria yang duduk disana

Tak terpengaruh gemerlap dunia

Tak berbuat tak keluar jua

Tempat itu surga baginya

Ia nyaman berada disana

Kepalanya dingin, jauh pandangannya

Tubuhnya pendek namun tinggi derajatnya

Jiwa yang tulus memegang tangan yang Kuasa

Hatinya luhur nan bijaksana

Namun ia tidak meninggikan dada

Karena ia tau ia juga manusia


Tiada yang lebih putih daripada Pria yang duduk disana

Tangannya ikhlas tiada kotornya

Apapun yang ia pegang menjadi bakti bagi-Nya

Sentuhannya menyejukkan jiwa

Tangannya basah oleh air suci nan indah

Bertasbih mengingat yang Kuasa

Tak lelah

Karna ia tau tiada ruginya


Tiada yang lebih halus dari Pria yang duduk disana

Dengan sabar ia melantunkan nama-nama

Dibacanya buku itu dengan tilawah

Ayat-ayat-Nya terdengar indah

Tangisan kecil mengiringi malamnya

Lidahnya berkutat tiada hentinya

Walau telah berjam-jam lamanya

Tak bosan tak resah

Tiada beranjak dari sajadah

Perutnya tiada meminta

Tenggorokannya merintih pun tiada

Karna tubuhnya telah terisi oleh segunung Anugerah

Yang tiada habisnya

Panggilan itu membawa hatinya


Tiada yang lebih dermawan daripada Pria Yang Duduk Disana

Yang ia beri sungguh luar biasa

Tak tanggung ia berjasa

Tak terikat oleh jumlah

Berapapun banyaknya

Orang-orang menggeleng disini-sana

Ia berdiri dengan gagah

Demi kemaslahatan seorang anak semata

Dibangunnya tiang-tiang yang perkasa

Dan diberinya sepucuk surat bahagia

Harta bukan apa-apa baginya

Karna imbalannya bukan hal yang biasa

Apabila engkau bertanya padanya

Maka ia menjawab ""Cukuplah Tuhan Yang Mencukupinya""


2. Bukan aku yang bersalah


Hidupku berbeda

Dari kalian semua

Aku dipandang sebelah mata

Aku dipandang gila

Kotor bernoda

Duri yang berbisa

Setiap yang kulakukan selalu dicap hina

Tak pernah luput dari salah

Aku terikat servo luar biasa

Berdosa dengan siapa saja

Tak pernah benar walau sekali saja

Membawa duri kemana-mana

Yang mendekatiku akan terluka

Kecewa

Dan meninggalkanku untuk selamanya

Tak bersedih tak tertawa

Aku tidak punya rasa

Jiwaku telah hilang tak tersisa

Yang kudengar hanya bualan semata

Berdarah

Sudah terbiasa

Sebatang kara

Mungkin sudah takdirnya

Bagiku tiada artinya

Dunia ini kejam dan indah

Dimana seni tumbuh dari bicara

Menusuk dada

Hingga raga tak kuat menahannya

Aku lemah

Tak berdaya


Tapi kali ini tidak!

Bukan aku!

Bukan aku yang dulu

Bukan aku yang membawa batu

Bukan aku yang melemparmu

Bukan aku yang itu!

Logika mungkin mendukungmu

Fakta mungkin berkata begitu

Tapi bukan aku!

Itu terlalu dalam

Ketika seni itu bangkit dan merasa menang

Ketika itu terus menekan

Ketika angin membawa semua lemparan

Ketika mulut terbungkam

Ku hanya mendengar dan menahan

Apa yang bisa kulakukan?

Aku mundur dalam perang

Aku kalah....


Namun semua akan baik-baik saja

Ketika Sang Kuasa bersuara

Semua akan terlihat berbeda

Inilah yang sebenarnya

Yang menyapu semuanya

Membungkam semuanya

Menepis semuanya


Mungkin logika terkadang bersalah

Simpulan tiada batasnya

Tapi aku berpegang pada Yang Esa

Kuharap dirimu bahagia...


3. Untuk Bunda


Matahari terbenam lagi

Langit gelap menyongsong sunyi

Bintang pun tiada menemani

Bunyi jangkrik menambah sepi

Bulan indah bersembunyi

Hawa dingin berlalu dan menepi

Tiada satu yang tak pergi

Tiada satu yang akan kembali

Meninggalkan aku sendiri

Kecuali sinarmu wahai peri

Yang terus bersinar sepanjang hari

Tak kan redup tak kan mati

Tak akan pernah terganti


Ku datang membawa sedih

Lalu kau datang menemani

Menghibur hati

Mengembalikan semua mimpi

Memberikan sebuah alunan melodi

Menghapus semua sunyi

Bunga-bunga bermekaran disana-sini

Kau berikan seribu belas kasih

Yang tak kan pernah dapat kuingkari

Tak pernah terbalas walau sekali


Bunda, kini pagi telah terbit

Kau datang menemaniku tuk menghadapi dunia

Memberi harapan yang telah sirna

Kau ajarkanku suka

Dan ajarkanku duka

Menjalani hari-hari yang selalu luput dari berbagai problema

Namun kau tetap sabar walau aku membuatmu tersiksa

Kau terus berusaha

Dan tetap tertawa walau tak bahagia


Bunda, waktu terus berjalan

Merenggut semua kenangan

Tak akan berhenti tak kan tertahan

Kulihat dirimu letih menahan cobaan

Bagai berjalan di jalan berlubang

Kau memikul bulan

Telah banyak batu yang kau lewatkan

Melewati bukit tinggi nan menjulang

Berharap dapat menuju bintang


Bunda, aku tahu kau lelah

Namun aku bisa apa?

Menghiburmu pun tak bisa

Membantumu pun aku bersalah

Aku tidak berguna

Tak dapat mengurangi sedikitpun rasa lelah

Aku tak akan bisa membuatmu tertawa

Bicaraku membuatmu gelisah

Perbuatanku membuatmu kecewa

Tak akan bisa membuatmu bahagia


Aku ini payah!

Aku tak bisa apa-apa

Ingin ku berlari agar kita terpisah

Namun penyakit tak akan musnah

Apabila tidak diberi penyembuhnya

Hujan tak akan reda

Apabila belum tiba waktunya

Diam tak akan mengobati luka

Yang aku bisa lakukan hanya terus mencoba

Berharap pada Yang Esa

Walau terkadang sia-sia


Inginku cepat beranjak dewasa

Ingin kuraih semua bintang di angkasa

Dan memberikannya untukmu semata

Dan ingin kutuliskan surat untukmu semata

Agar kau menyadari akan sebuah fakta

Bahwa aku menyayangimu wahai Bunda."


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.