https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Pijakkan Ku Tak Berotasi Lagi Baginya
Karya : Syafrijal, M.Pd
Putusnya benang merah di langit subuh
Tak ragu lagi sang mentari menyapa
Tentu tak serupa pada harapan yang telah tutup usia
Arah kakiku tak sanggup berlintas di garis lintang atau bujur kehidupannya lagi
Kuatnya deklarasi tak membuat bumi pijakan kakinya bergema
Biar saja jejak dulu terkubur oleh kejahilan berselingkuh di bawah keikhlasan yang fana
Jejak itu sudahlah cukup mengantongi kerikil kehidupan yang panjang
Ada masa pijakan kaki itu dihembus angin gurun pasir yang tandus
Hapus jejak itu
Jejak itu sembunyi di balik rasa yang penuh asa
Jejakku terpasrahkan menoleh jejakmu terkontaminasi oleh jejaknya
Apakah jejaku begitu muram untuknya?
Entahlah,,,
Kenapa meski berjejak para penempuh jejak itu
Ketika jejakmu amanahku
Tak ku ikhlaskan jejak itu kumal akan penyesalan di esok senja yang pamit di pinggir malam
Namun pijakan jejakku tak berotasi lagi
Biarlah, bilang saja lumpuh untuknya
kini kiblat jejak itu tak pantas untuknya, revolusi kalahkan jejaku.
Untuk Sekian Kali Senja Bersabda
Karya: Syafrijal,M.Pd
Kau tutup siang yang telanjang
Hampir saja malam lupa akan jalan pulang
Hidangan berlukis corak oleh dunia kian dihidang
Acapkali sang matahari ragu menjumpai senja yang lumpuh di sela sang lelah mulai meraba
Katakan saja padanya!
Sekuat apa sang mentari setia pada embun bening bernostalgia pada ujung dedaunan yang menua Seberapa panas surya itu akan mengheningkan cipta pada puncak ketinggian tegak lurus pukul dua belas
Senja melambaikan tangan untuk sang siang di ujung malam tak bisa kau banta mutlak adanya Biarkan saja malam menutup siang yang telanjang oleh senja
Begitu egonya senja segera melepas kenangan siang
Payung hitam itu mekar melebar jadikan tempat berteduh sang siang
Payung itu beraroma wangi sarat akan benci
Antarkan Isak tangis sang senja melepas siang yang telanjang
Sekeras apa ratapan itu hingga suara tangisan menceklik dileher bertulang putih itu bak padang tandus, tak menunda senja menutup siang yang telanjang itu
Apalagi dan cara mana yang kau turuti senja menanti sampai kau berpamitan diri
Hingga waktu fajar itu, kesendirianya sebagai kekasih akan kekal
Tak akan ada lagi kicaun burung senada dengan oksigen perawan yang menghampiri
Tak akan ada lagi ufuk timur sebagai pengawal kehidupan ini
Kini siang telanjang itu sudah tutup usia oleh senja berkompromi dengan malam sunyi.
Kursi Tua Itu
Karya : Syafrijal, M.Pd
Kikisan air bening itu kukira sapu bersih untuk kenangan pahit
Jejak menjengkelkan masih tertidur pulas di atas kursi itu
Robohnya kayu dan paku menolak akan lupa masa habis duduk di ruang kenang di medan berkaki empat itu
Lumut dan jamur mengapa engkau ikut menempel banyak cerita di atas kaki empat itu
Bisik angin menguning sedu terisolasi dalam gendongan memori masih kuat untuk menahan
Lihat saja daun itu juga patah kaki tercikam lumpuh di atas berkaki empat itu
Barangkali tanah hitam tertekan menahan resah di atas berkaki empat itu
Dasar berkaki empat, tak kunjung jua kau sembunyi dari lukaku
Punggungku berkata pernah bersandar pada punggungmu yang berdebu
Tubuh berderet tersusun rapi berpaku karat kecoklatan itu dandan berkaki empat
Terlalu kuat energi yang kau punya si kaki empat
Tertimbun kenangan waktu terjebak mempersamaimu
Dingin berselimut kabut keabuan, tutup mata yang tajam, tak sebanding tajamnya kenangan si kaki empat, menusuk berlari menarik waktu yang terpatri bersama hati yang sepi.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.