Petani Nafas Negri - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Petani Nafas Negri

Oleh : Renita Sri Sulasmi


Di gubuk tani

padi bapak diam menepi

Kusut masam karena letih

mengharap kasih Si Tuan tanah


Pertiwi ini kaya rempah,

Yang katanya potongan surga

Pertiwi ini rumah,

bagi mereka pencari rupiah


Demi rupiah,

cengkeh dan pala hampir punah

Demi rupiah,

hama mati di pematang sawah

Dan karena rupiah,

luka bapak tak kunjung pulih oleh 

hama yang mewabah


Dosa apa tanah ini ?

Mengapa wabah mengintai nyawa ?

Pilu ku lihat bapak bertaruh penuh

tanya, 

selamatkah negri ini ?

Mana petaniku ?


Hei Negri,

Kumandang proklamasi 

dari tangan mereka, para petani

Kibarnya pusaka karena,

nyanyian suci, kaum buruh tani


Hidupnya, 

nafas bagi bumi Sabang hingga Merauke

Laju jalannya, 

menghantam angin agar tak mati kelaparan

Bakulnya,

bertumpu padi dan jagung sebiji

Tapak kakinya,

memburu jiwa untuk pulih 

dari luka yang mewabah


Oh petani ulung,

Sejahtera tanah karena lumbung pangan mu

Sembuhnya luka, karena cinta kasih mu

Dan sucinya surga karena hati mu


Oh petani ulung,

Syukur pada Tuhan untukmu

Pahlawan negeriku


Kendari, 5 Nov 2021



Sumpah di Kaki Mama

Oleh : Renita Sri Sulasmi


Pagi buta seorang mama

membawa bakul menuju kehidupan

Bakul dan nyawa bertumpu pada satu badan

Bertaruh demi gizi kandungan


Di kala malam meradang di kerongkongan 

longlongan anjing menghantam kesunyian

memecah ombak oleh isak Wa Ode

yang lahir dari rahim buruh tani penindasan


Mama berucap : 

“Oh masa depan, Oh masa depan”

“Mama yakin dengan hadirmu adalah kebangkitan

 emas di Halaman,

yang termiskinkan karena kebodohan,

pemangku emas bertopeng malaikat”


Wa Ode lahir di tanah kaya

Dengan sumpah sampahnya,

yang berburu membunuh mental kaum muda

Lalu, menguburnya dalam jurang kebodohan


Agghhh….

Tatkala hati tak kesampaian

seperti pasutri yang bercumbu dalam penikaman

Lalu mati menjadi bangkai kepedihan


Oh mama….

Borjuis berlabuh di pangkuanmu

Mengapa kau tak beri penolakan ?

rela menghisap seluruh yang menjadi hak milik

Mengapa kapitalisme menjadikanmu jalang?

Lalu membungkammu tanpa peluang


Oh mama….

Kini kau telah tersucikan oleh melati

Ikhlaskan segala bara api

yang membakarmu hidup-hidup

Percayalah dengan sumpah lahir

untuk tirani dalam damai


Buton, 30 Oktober 2020


Note:”Wa Ode adalah nama panggilan untuk perempuan suku Buton”



Ikhlasku UntukNya

Oleh : Renita Sri Sulasmi


Gapai awang melampaui batas

tarik ulur menerawang

Jejak retak di sepanjang kampung

menghadangku dengan maki di simpang tiga 

dilemparkanya batu seolah aku Si Penzina

ditariknya aku, hingga aurat menyapa

“kedzaliman memfitnah orang  tak berdosa”

itulah yang ku rasa, 

badanku  terbungkus darah,

yang terkubur tanpa doa

Sungguh, ikhlasku untukNya


Buton, 29 April 2020

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.