DOSA - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "Nama: ALEXIS DICKY TAUNAIS

           


                             DOSA


Semenjak buah di taman Firdaus kau cicipi,

mereka tertipu dalam perih yang berduri.

Sajak kemarin pun telah kusut

dan kau masih bersembunyi di balik doa.

Tuaianmu palsu…

Menafsirkan candu paling hampa

bertaut harapan bergurau diri

membalut tangis meratap tawa.

Lupakah kau?

Sehari sebelum kau tenggelam

kau masih menyebut-Nya dalam dosa

dan hawa pun tahu itu.

Kau terlalu sakau pada fana yang semu,

merangkak menatap surga di balik pintu.

Bila tak sempat engkau tertatih

biarlah Dia menyeka sandiwaramu. 



                    SEBERKAS RINDU


Seteguk kopi terakhir telah usai

Ampas yang paling hampapun telah malu,

Sedari tadi bekas rindu menempel pada bibir cangkirnya.

Barangkali diriku lupa menyeka malam tadi?

Maafkan aku senja…

Semalam bulan telah merayuku

Menelan seisi hasratku yang terselubung.

Kau tahu pagiku?

Senyumnya mampu melumpuhkan terbitmu,

Suaranya lebih merdu dari beribu burung yang menyapamu.

Bertanyalah pada malam, pagiku!

Dan malam akan mengisahkan kopi yang paling candu,

Lebih dari yang kau sajikan

Tatkala arunikamu menyapa tubuhku.

Mungkin diriku terlalu lampau pada rindu semalam

Yang menggoyahkan pagiku.




                      TANGISAN HUJAN


        Tak sempat melihat jatah tua

mereka tak peduli membidik luka

berlari mengejar hasrat, mati ditelan tawa

kian terus-menerus, dan lampau

Pada waktu yang hadir kembali

mereka masih tetap mati dalam tawa

namun hasrat telah dikubur usia

sasaran luka tepat merambat terbit

tetesan hujan beradu rasa kelam

tak semanis pada candu mengejar hasrat kala itu.

Deras…semakin deras…dan amat deras

seketika merambat memeluk kalbu

Hujan pun cemburu. Tak ada lagi

keringat yang ia seka setelah reda.

Hujan merayu dan menangis

“kembalikan hasrat, kembalikan luka”




















"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.