DIBALIK DIRI - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


DIBALIK DIRI

Oleh : Annisa Eva Sagita


Ada ruang dibalik dinding pemisah

Ada emosi dibalik berlapisnya hati

Mereka sering tak perduli

Selalu menggores luka di dasar hati

Ini hati bukan ilusi

Ini rasa bukan emosi

Ku tau mereka peduli

Nyatanya mereka ingin aku mati

Sebuah harapan yang tulus 

Terbalas dengan kata yang menghunus

Aku acuh pada dunia

Aku enggan berkomentar pada ejekan

Aku diam

Terpaku membisu sedari dulu

Nelangsa titik hitam bergemuruh

Merapat pada tempat terkumuh

Mereka menatap padaku

Namun tak membantu

Kala gelap kurasa

Aku teramat nista, merasakan hina

Ku pecah seribu dur,i ku caci diri dibalik kata mati

Surya bersinar, merajai dunia

Mempersembahkan lautan penuh kaya penuh dusta

Kecil kecil bertebaran merangkak mencari pertolongan

Tak dibantu walau terlihat lemah walau tersakiti

Dibalik diri ini ada sosok penuh dendam penuh emosi

Bukan jahat sebab aku pemeran protagonist Dalam skenarioku sendiri

Kujabarkan jari jemari yang tak henti berkutik pada kubik persegi

Ibu jari yang terlatih lincah melompat kesana kesini

Aku sadar aku berhalusinasi

Tentang segala hal yang terjadi

Namun semua kata yang terucap

Bukan dusta yang tercap

Melainkan kebenaran yang terkuak



KEPADA 98

Oleh : Annisa Eva Sagita


Teruntuk tahun 98

Terima kasih kepada para mahasiswa

Terima kasih kepada rakyat dengan kepala yang tegak

Sebab mereka kami menjadi saksi

Saksi bisu atas kerinduan akan kejayaan


Teruntuk tahun 98

Mayat mayat bersemayam di aspal jalan

Membawa tangis duka akan masa depan

Uap air mata bercampur dengan udara

Almamater hijau, kuning, semua bernoda darah


Teruntuk tahun 98

Indonesia rindu masa pemberontakkan

Masa kelam yang tak terlupakan

Yang sekarang tinggal jadi kenangan

Aspal hitam berbau amis darah kesakitan


Benteng perisai ditembus bersama

Mendobrak aturan Negara

Bersatu dengan tujuan yang sama

Tak perduli jikalau MATI

Asal keadilan tetap berdiri



MONOKROM

Oleh : Annisa Eva Sagita


Aku benci menjadi tunggal

Aku ragu untuk mendua

Aku kalah oleh rasa

Sebuah prasangka buruk yang menerpa

Menerkam, kemudian berlalu begitu saja

Aku....kalah....

Monokrom itu warna walau tunggal

Monokrom itu hebat walau sendiri

Menciptakan keadaan warna yang sesuai dengan hati

Tak mengkhianati tak menghakimi

Sebab pelangi tau

Mereka ada karena monokrom warna



SEKEDAR PEREMPUAN

Oleh : Annisa Eva Sagita


Perempuan,,,

Elok rupanya, indah bahasanya, gemulai tingkahnya

Itu kata mereka

Rapi penampilannya, disanggul roda rambutnya,

Itu kata mereka

Namun mereka tak tau

Rasa sakit tusuk konde yang merojok kulit kepala

Merah memar sebab terlalu sering memakai sepatu kaca

Mereka tak tau, mereka hanya menilai

Setiap lenggok badan perempuan berjalan

Setiap itu pula pasang mata lelaki berkeliaran

Kalau, kalau saja perempuan dapat memilih

Mereka mungkin tak ingin menjadi tontonan

Mereka hanya ingin menjadi sekedar perempuan

Yang terlihat sebab karya bukan badan

Yang tersanjung sebab prestasi bukan penampilan

Menatap perempuan dengan pandangan menginginkan

Semakin banyak pula perempuan yang menjadi tontonan

Lalu,,, bagaimana?

Bagaimana jika dunia terbalik

Lelaki menjadi perempuan dan perempuan menjadi lelaki

Dipandang, dilirik, dijadikan bahan imajinasi

Hahahah,,,

Takut,, kami takut

Setiap kali kalian tersenyum dengan mesum

Setiap sapa yang berbalas sautan gombal

Kami,,, takut

Berhenti, hentikan tingkah seperti itu

Kami hanya ingin menjadi sekedar perempuan

Yang dihormati bukan dirupiahi

Hanya ingin menjadi sekedar perempuan

Yang disanjung bukan dengan omong kosong

Hanya sekedar menjadi perempuan

Yang disenyumi bukan perkara imajinasi

Hanya sekedar

Menjadi perempuan



DONGKAL

Oleh : Annisa Eva Sagita


Memuncak dengan tinggi

Merata dengan gula

Para tepung bersaudara

Bercampur dengan gula merah

Panas api menyala berteriak ingin memasak

Panci terisi air menenggelamkan bahannya

7 menit telah usai

kue dongkal telah selesai

di pajang di dalam kaca

dengan kelapa parut sebagai taburannya

gula merah pun ikut andil dalam penyajian

tengok kiri tengok kanan

sang puan dengan tunangan

datang menyambar dongkal

nikmat,, kenangan yang tak terlupakan

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.