https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Biar Aku dan Cukup Aku
Malam ini…
Keindahan bintang mengingatkanku pada sosok menawan...
Terbayang senyum serta elok parasnya, yang buatku sulit tuk melupakannya…
Memang tak mungkin,
tapi mengapa selalu ada perjumpaan?
Salahkah pikirku tuk berharap?
Terbesit di benak ini hingga menorehkan luka…
Dari sekian banyak insan di dunia,
Mengapa hanya engkau yang kusangka?
Kucoba tuk membohong hati
Nyatanya, ku tak bisa…
Semua alasanku lenyap,
Rapuh bagaikan ranting kering yang tak sekuat dulu
Kini ku termangu dalam kepalsuan…
Biar aku, dan cukup aku,
memendam luka dalam senyum indahmu
Biar aku, dan cukup aku
menunda luka yang tak pernah diduga
Biar aku, dan cukup aku
meluka hari ini, esok dan nanti
Semesta mempertemukan kita…
Namun, akhir tak selalu indah…
Pupus harapan, terbungkam aku…
Kini…
Biar aku, dan cukuplah aku …
Memaku diri, di keheningan malam…
Dikala hela nafas, tak nyaman tuk dihembuskan…
Tak Bisa Bersama
Pedih….Sakit….Kecewa….
Bersamanya adalah impian, tapi mengapa ini terjadi?
Pupus harapan, berkabung pilu
Awan benar-benar t’lah menghitam
hanya tinggal menanti hujan
Ku tak harap linangan air mata…
Nyatanya, rengek sendu kian melengking
Salahkah ku berharap akan hadirmu menghampiri kembali?
Sesak…, Sesak yang kurasa tak dapat kuredam lagi
Sakit…, Sakit ini tak bisa ku abaikan lagi
Konyolnya aku, bodohnya aku
Ternyata aku belum bangkit dari kesadaran ini
Ambisi telah membukit, walau harap tak kunjung pasti
Hari-hari kini haru-biru
Pelangi tak lagi memancar warna
Tulisan indah t’lah usang tak terbaca
Terhilang sudah indahnya jingga dikala senja
Membawa kenangan kian menyiksa
Dengan ratap yang memilu, menjadi semu dikala rindu…
Hati ini berseru…
Kemana kaki melangkah membawa tubuh?
Akankah masa menerima?
Ataukah waktu terulang lagi?
Nyata tak dapat dipungkiri…
Realitas adalah kepastian, yang tak akan membohongi…
Semua boleh menghampiri, tapi tak semua pula dapat menetap…
Perih yang kurasa sungguh, membunuh raga yang ku miliki…
Tersadar aku, dibalik perjumpaan ada perpisahan…
Termangu aku, memaksa tak mengubah keadaan...
Keadaan nyata bahwa kita tak bisa bersama...
Jiwa yang Rapuh
Kata mereka aku harus tabah,
tapi kuatku tak mampu melakukannya…
Bagaimana bisa, diri ini menerima kenyataan yang tak mudah dilupakan?
Konyol… Bodoh…
Sukmaku tak seirama, benakku membayang-bayang…
Tubuhku dingin, bagai mayat terbujur kaku…
Apa yang harus kulakukan?
Apa dayaku dalam kerapuhan ini?
Tanyaku dalam gelisah di hati, untuk apa aku ada di bumi ini?
Tragisnya cerita kehidupan ini…
Tak semua insan dapat bahagia…
Semua yang bersatu pun hanya sesaat…
Bak uap sekejap, bunga dan rumput pagi,
yang akan layu di sore hari…
Tersadar aku sejenak…
Betapa munafiknya diri ini…
Ku mampu tersenyum, dalam perih yang menyayat hati
Dalam kesunyian, ku meraung sambil merintih…
Dalam langkahku tertatih-tatih, seolah tiada harapan tuk membaik
Bagaimana caraku membaik?
Adakah obat tuk memulihkan kerapuhan ini?
Di titik terendahku…
Semua terasa semu belaka…
Tak mampu kukatakan lagi, torehan yang membekas itu…
Tak mau lagi ku sentuh masa…
Yang buatku jatuh ke dalam jurang kelam tiada ujung...
Ku berharap pada Sang Khalik,
mendengar kerapuhanku, yang menggelegar sampai ke tulang
Akankah sembilu ini berlalu?
Mendekap Harapan
Lembayung senja indah mewarnai…
Namun, apakah indahnya akan lama?
Serpihan malam akan menghampiri dan menghempaskan keindahannya
Bias keremangan timbul memudarkan sekitar, hingga terkuak menjadi ilusi
Kelopak mata redup terpejam, ingin menyudahi kelana hidup ini
Semuanya membingungkan, tak dapat ku temukan jalan pasti…
Langkah tak mampu menapaki, hati pun tak dapat merasa lagi…
Ternyata, sembilu ini belum berlalu…
Apakah semesta ingin melihat perih ini?
Rantai kesedihan mengitari pikiranku, dan mengusik s’tiap waktu
Sungguh, tak kuasa ku menjalaninya…
Ketakutan kini menjelma, bak neraka kehidupan…
Hmm…
Apa boleh buat? Aku harus berani memulai lagi…
Dengan perlahan namun pasti...
Dan ku sadari, biang kesedihan ini adalah masa lalu
Yang harus ku kubur, hingga tak berbau
Ku ingin mendekap harapan baru, dikala dunia tak memihak
Apa gunanya t’rus berkutik pada masa yang suram, bukan?
Mata ini tercelikkan, raga t’lah kembali merasa
Sepotong harapan menuntun aku,
Agar tak ku ingat masa kelam dalam memori
Adakah jeda yang bisa ku nikmati?
Jeda yang mengantarku pada masa pemulihan
Tiada kata terlambat tuk pulih dari penyesalan
Dekap erat dan jangan lepaskan harapan itu…
Barangkali, dimensi indah kan tercipta di dalamnya…
JEDA
Teruntuk kamu yang adalah aku…
Dalam lelahmu, keluh kesah...
Rentetan aksara menggurat tekanan dan emosimu
S’tiap baris kenangan muncul di aliran darahmu
Keringat mengucur pada seluruh tubuh dalam setiap geraknya
Memakan habis nafas hingga kosong relung hatimu
Berhentilah, berhenti tuk melabuh kisah yang t’lah terkubur
Jangan coba tuk ulangi, kepedihan itu…
Jangan mengusik luka, bila tak mampu sembuh…
Taklukan hati, lampaui diri
Banyak jiwa menanti pribadi yang teguh berpegang diri...
Istirahatlah sejenak…
Jedamu akan menghampiri…
Isi kekosongan itu dikala semuanya habis…
Barangkali dalam jeda, ada yang terlupa…
Barangkali dalam jeda, ada pengingat…
Tanpa koma, sebaris kalimat akan berbeda makna…
Tanpa koma, ada rehat yang dapat dinikmati…
Kamu yang adalah aku…
Masa memang tak dapat terulang lagi
Jedamu dapat memulihkan waktu yang banyak terbuang dalam pilu,
waktu yang merenggut manisnya kehidupanmu...
Ukirlah diri pada jedamu…
Merestorasi segenap jiwa dan ragamu…
Dan membuka lembar baru pada s’tiap insan yang berlabuh
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.