Aku dan Namaku - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Aku dan Namaku


Belum ada tanding dan banding teruntuk hal ini

Aku menyukainya dan sampai kapan pun mengaguminya

Bagaimana mungkin mataku enggan berkedip?

Ia terbawa oleh setiap lengkungan jalan di depan

Menanjak tajam ke atas menantang

Lantas berbelok satu busur penuh

Dihadang kabut tebal melintang

Ia bergerumun sangat tebal

Terlebih ia kuat

Namun aku lebih kencang,

Menembusnya,

Menghancurkannya menjadi percikan tak menggenang

Aku tersenyum telah mengalahkannya

Namun ini bukanlah usai sebuah tujuan

Aku dan motorku harus sama-sama kuat

Pandangku memihak pada dua pilihan

“Jurang yang curam atau samudra di atas awan?”

Tidak! Aku akan terus coba menakhlukkan

Selang waktu setelah asa kukumpulkan

Kata tiba telah kuraih bersama makna perjuangan

Lantas syukur lekas kupanjatkan

Kepada Dia Yang  Maha Menciptakan

Tanpa sadar aku menjadi sosok kecil dalam waktu yang tak berentan

Bagaimana tidak?

Aku berdiri tepat di depan dataran teramat menjulang

Entah apa yang membuatku menghabiskan setengah pandangku terhadapnya

Sedangkan ia sebatas himpunan tanah tak beraturan

Menyerupai kerucut raksasa yang terdiam

Sedikit keabu-abuan diselimuti arakan awan

Serta beberapa bahasa yang tak mampu mengungkapkan

Atas eloknya

Jangan,

Jangan suruh aku menaikinya atau pula mengarunginya

Aku hanya tidak ingin lebih tinggi darinya

Aku lebih suka berada di kakinya

Aku lebih suka memandangnya dengan menengadahkan kepala

Sekali lagi entahku coba kuutarakan

Untuk mengiba sebuah jawaban

Perihal ia yang membuat mata dan kakiku enggan meninggalkan

Atau hanya sekedar memalingkan

Lantas sepatah pun aku tak mendapat kepastian

Aku tertegun dalam diam

Mencari jawab atas pertanyaan yang mengiang

Sontak lelaki lajang menepuk pundakku mengagetkan

Memanggilku dengan nama yang belakang

“Rinjani” begitu ucapnya

Telingaku seperti tertampar berikut ucapan

Mataku terbelalak menyadarkan

Otakku bekerja dua kali lebih cekatan

Aku tersadar dengan nama yang telah dianugerahkan

Oleh ayah ibuku yang mengarang

Terhadapku semenjak dunia pertama kali kukenal

Bibirku seperti dikendalikan oleh kebahagiaan

Ia tersenyum kecil tanda sebuah kelegaan

Atas jawaban tanpa sebersit keraguan

Iya, namakulah yang membawaku menuju kekaguman

Atasmu penampakan tinggi ciptaan Tuhan



KAMU DAN MALAM


Aku menyukai keduanya

Malam sang petang dan kamu penerang

Malam puncak segala lelah, sementara kamu tempat berpulang mengadu resah

Aku meyukai keduanya untuk kedua kalinya

Kamu dan malam sama-sama menjemput fajarku dengan indah

Malam mengijinkanku terlelap lantas kamu membangunkanku kala terbenamnya rembulan

Selanjutnya aku masih saja menyukai keduanya

Seperti putih dan hitam,

Keduanya sama-sama tak terkalahkan

Namun sama-sama tak ingin mengalahkan

Seperti kamu dan malam,

Kalian sama-sama memancarkan cahaya tersirat dalam ruang waktuku

Mengusir sendu serta pilu yang belum sempat singgah dalam relungku

Menjadikannya bias senyum di sekujur bibirku

Kau tau?

Kamu dan malam membuat siang tak begitu kutunggu

Meski benderangnya menghangatkan tubuhku

Serta pancarannya menerangi jalanku

Pula senjaku tak begitu kurindu

Semenjak kamu dan malam menghabiskan setengah kagumku

Bagaimana tidak? 

Aku melihat pancaran matamu saat separuh rembulan mulai menatap sunyiku

Ia melihatku sembari melepas senyum kecil terhadapku

Kemudian aku menemukan separuhnya adalah dirimu

Di sanalah aku melihat kamu dan rembulan adalah satu

Kalian seperti satu bagian yang sempat menghilang yang kemudian bertemu

Ah apa sih aku,

Mungkin bagimu ini rayu

Namun perlu kau tahu inilah makna sungguh

Tak begitu lama setelah itu,

 Langit membuat diriku mencandu

Dengan mendatangkan gugusan bintang yang beribu

Dan memancarkan kemilaunya di setiap satu 

(Gubrakkk)

Mengapa ini membuatku tersenyum sendiri?

Mereka teramat indah untuk kutuliskan di setiap lembarku

Kemudian kamu menyeret pena dari tangan kananku

Lantas telunjukmu mengarahkan mataku ke arah yang kau tuju

Pojok timur langit yang berada di atas kepalaku

Iya, mataku menangkap pandang terhadap satu cahaya yang menyerupai matamu

Bedanya ia hanya satu 

Kemudian aku menutur tanya atas ketidaktahuanku

“Apa itu?” kataku

“itu adalah satu bintang yang paling terang ketimbang bintang yang lain.” Jawabmu

“Kenapa dia begitu benderang?” tanyaku lagi

“Tanya saja dirimu!” katamu

Kamu terseyum sementara aku terdiam tanpa jawabmu

Tapi lupakan saja tanyaku, 

Karena kamu dan malam telah memihak waktu dalam hariku



JERATAN RINDU


Lantas mengapa?

Aku seperti kebingungan mencari jawab atas tanyaku

Mengapa keadaan seperti mempermainkanku?

Mengapa malam tak mengijinkanku terpejam?

Lalu pagi membuatku tak karuan,

Lantas siang menyeretku dalam kegelisahan,

Kemudian senja melarutkanku dalam sebersit ingatan

Pejaman mataku seolah terjaga

Syaraf otakku menegang,

Menciptakan gambar ilusi dalam alam bawah sadar

Merangkai titik dengan pena hitam nan kelam

Dari titik kutarik kemudian kubengkokkan menjadi lengkungan serupa raut orang

Mataku terbelalak menghilangkan

Namun bayangan makin menebal

Lantas pada siapa mengapaku terjabarkan?

Pada siapa aku mengiba sebuah jawaban?

Sedangkan aku hanya bersama langit berbulan

Aku hanya bersama temaramnya malam

Sekali lagi aku tertegun kebingungan

Lagi-lagi pula rautmu makin menampakkan

Bersama bibir yang kau lengkungkan

Dengan mata yang teramat berbinar

Serta pandangmu yang menajam

Ah sungguh,

Aku tersadar,

Aku terlalu larut dalam kerinduan

Rindu yang benar-benar meradang

Rindu yang teramat membinasakan

Rindu yang segera membutuhkan jawaban

Ah sudahlah, kamu perlu tahu rasanya menjadi diriku

Atau bahkan menjadi hatiku

Terus saja ia menerka-nerka perihal tentangmu

Selalu saja ia berteriak kencang memanggil namamu

Ia membawaku mundur teramat jauh ke belakang

Kembali kepada detik yang menghantarkanmu berada jelas di depanku

Mengusung kembali menit ketika kau membuatku tersipu

Kemudian aku tertunduk melihat pandangmu yang memihakku

Sungguh, aku benar-benar terperangkap jeratan rindu

Perihal tentangmu,

Perihal bersamamu

Kubiarkan rindu ini membuatku tak menahu

Kuijinkan pula ia mengiringi setiap menjelang tidurku

Bahkan ia sering mendatangkanmu kala terlelapku

Aku yakin,

 Kelak rindu akan mengusirku dari jeratnya

Rindu akan segera menemukan jalan pulang

Rindu akan segera menemukan jawaban

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.