NESTAPA - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


NESTAPA


Pernah aku mengira

Apa egoisme akan memisahkan kita?

Dan hari barulah yang bersuara


Pernah,

Kita seperti akan berpecah

Jalan kita tiba-tiba berbeda arah


Aku takut sendiri

Aneh, padahal dilahirkan pun aku sendiri

Dan mengapa juga ketika itu aku seperti tak mampu untuk berdiri?

Lalu, lalu, lalu bagaimana nanti?

Apabila kita sudah tidak sama lagi

Aku kembali, sendiri berpijak dalam dunia ilusi

Yang orang-orang pikir ini bukan ironi


Mereka lihat,

Aku bagai burung merpati pada perayaan janji suci

Dan sayap-sayap mengepak bebas tanpa henti

Padahal itu tidak leres sekali


Oh semesta

Apa kau tetap mempersilahkanku berkabung dalam nestapa?

Bak hujan bernyanyi tanpa irama

*Leres artinya benar (dalam bahasa Jawa)



BAYANG YANG TERTINGGAL

 

Seandainya di suatu hari aku telah terpatahkan bahkan setelah mencoba berbagai cara 

Seandainya di suatu hari aku ditinggal pergi bahkan sampai aku berkawan dengan sepi

 

Setidaknya masih ada bayangmu,

Yang kau tinggalkan di kursi kelas

Yang kau tinggalkan di koridor

Yang kau tinggalkan di panggung pentas

Yang aku temukan di tepi jalan menuju sekolah

 

Setidaknya bayang indahnya dirimu, meski hanya sepintas hadir

Mampu membuatku seperti memelukmu yang raganya sudah dipeluk bumi



Terlupakan



Terlupakan 


Dalam janji bersama, berniat untuk

merawatnya lebih lama


Jemari mengkerut saat tenggelam dalam 

Suasana tenang, di kejauhan


Merasakan pedih terbaring dalam ringkihan.



Jauh



Aku melihat senyum lepas tanpa penyekat milikmu. 

Dibalik jendela, bersembunyi aku diantara tumpukan kardus dan kain usang yang menutupinya.

Aku terdiam. 

Ini menyesakkan.


Lenganmu bergerak bebas seiring senyum yang merekah.

Tergesa jemari ku membuang segelas air yang selalu kubawa, berjaga-jaga jika kamu kehausan.


Kembali ku layangkan netra kepadamu.

Dersik dari arah timur menyibak rambut sejengkal milikmu dengan perlahan. 

Terlihat sangat menenangkan.


Aku tidak elok lagi untuk menjadi sayap pelindungmu. Satu langkah, dua langkah, tiga dan lebih banyak langkah kaki ini menjauh dari radar mu.


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.