
Tika Ayu Widyaningrum Wardani
Ada kecewa yang belum bisa dipaksakan lupa, ada trauma yang tidak bisa diterima secara logika sampai saat ini, ada sedikit gelisah, buru-buru dan sesal didalamnya. Kau acapkali hadir, merubah ingatan masa lalu dan menjadikan sehari-hari adalah tawa. Kau merubah kelabu relungku dari beberapa tahun silam terpendam dan berhasil membawanya kabur terkubur lalu melebur ke nirwana. Tapi, kini, kau hadirkan lagi sebuah rasa, awalnya kukira rasa nyaman. Perasaan sesungguhnya tanpa ada kecewa secuilpun, kau singgah dengan baik usai perbincangan begitu dekat, kau taburi sedikit senyuman, canda dan rindu. Ikrarmu masih terngiang jelas, kau ingin pergi kala itu, namun entah kapan katamu kau akan pulang, entah kapan!
Tapi, waktu melambai, janjimu mungkin sudah pudar kini, tersisa bekas tatap dan dekap yang tak mungkin akan pernah lunas terbayarkan oleh sebuah rindu. Kau yang menyalakan api kala itu bukan? Kala aku masih dalam ketakutan di masa silam. Kau meyakinkanku, aku mulai bisa menerima, perlahan usai sejam kepergianmu ke kampung halaman, iya, lengkung manisku merekah kala kau hadir dan memeluk hangat. Tapi kini, kau dimana? Perkenalan kita terlalu buru-buru soal cinta, menyisakan rindu dan sisanya lagi aku kacau berantakan, otakku kembali mengulas jumpa pertama hingga kecup manis kala senja itu. Ini melelahkan!aku lelah! Kenapa kau hapuskan luka namun kau buat trauma baru? Adil?! Tidak.
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.