TAKDIR - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


TAKDIR  


Takdir itu sesuatu yang misterius dan menggelikan, awalnya aku tidak pernah berpikir akan berakhir seperti ini. Kisahku berawal dibangku SMA, seperti kata kebanyakan orang, kehidupan remaja kekanakan kita akan berubah pada fase ini.  


Aku bernama Hani, memiliki saudara kembar tidak identik bernama Hana. Wajah kita memang sama tapi sifat kita sangat berbeda, Hana dikenal dengan kecantikannya, otak pintarnya juga sifat ramahnya. Sedangkan aku, walaupun tak sedikit yang mengatakan wajahku sama cantiknya dengan Hana, namun sifat cuek dan kadar kepintaranku yang jauh berbeda dengan Hana, membuat aku tak punya banyak teman. 


Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan berlatih di akademi taekwondo, melatih kemampuan bela diriku dan mengikuti berbagai lomba bela diri . Tak sedikit piala dan piagam yang sudah aku kumpulkan, namun ada yang selalu membuat aku merasa kurang percaya diri. 


Orang-orang selalu membandingkan aku dengan Hana, Hana yang seperti inilah Hana yang seperti itulah, hal-hal yang tidak bisa aku lakukan dan membuat aku merasa iri dengan Hana. Terkadang secara tidak sadar mama dan papa sering membandingkan kita, membuat aku menahan perasaan sakit dan semakin menutup diri. 


Namun kali ini ada yang berbeda, hari kamis minggu kemarin ada murid baru laki-laki yang memasuki kelas, duduk tepat di belakangku dan Hana, namanya Adam. Ia pria yang murah senyum, tampan dan juga pintar. Bagaimana aku tahu dia pintar? Aku hanya merasa dia seperti itu, dan ternyata memang benar. 


Aku tidak dekat dengan Adam, menurutku untuk apa aku dekat dengan pria yang digemari banyak wanita, itu terlalu merepotkan. Dan dalam beberapa hari saja terdapat banyak gosip yang menyebar, jika Adam dan Hana terlihat dekat, aku tak peduli dengan hal itu, asal pria itu tidak membuat Hana menangis aku tak akan menghajarnya. 


Tak terasa waktu pulang sekolah pun tiba, seperti biasa aku akan pergi ke akademi lalu pulang. Namun dalam perjalanan pulang, aku melihat ada seseorang yang sedang dipukuli, aku selalu merasa geram dengan orang yang menindas orang lain, akhirnya aku menghampiri mereka. 


Terlihat dari seragam yang mereka kenakan, akhirnya aku sadar jika kami berada di satu sekolah yang sama. Dito, dia adalah kakak kelas yang sering merundung orang lain, dan targetnya sekarang adalah Adam. Jujur saja awalnya aku terkejut, siapa sangka anak baru yang digemari banyak orang sekarang terlihat mengenaskan. 


“Permisi, bisa lepasin dia? Jangan seenaknya mukulin orang kak, gak baik” ucapku santai dengan tubuh menyender pada tembok gang sempit ini. 


“Adik manis pergi sana, jangan ganggu gua gak ada urusan sama lo” dengan mengabaikan ucapan Dito, aku melangkahkan kaki mendekat lalu menendang punggung Dito dan membuatnya jatuh tersungkur, kedua temannya langsung menyerang, dengan beberapa tendangan dan pukulan  mereka langsung terjatuh, dasar lemah. 


“Hah kayanya ada yang gua lupa, harusnya gua gak boleh santai aja kan kalo hadapan sama lo ?” astaga Hani, bisa-bisanya lo lupa kalo Dito anak kick boxing dari akademi sebelah. 


“Mending kakak pergi aja deh, aku gak mau kita berantem di sini, aku juga gak bakal memperpanjang kejadian ini” ucapku dengan wajah sedikit memelas. Bagaimana pun juga, jika aku harus melawan Dito bukankah lebih baik di atas arena dari pada di jalanan seperti ini ? Benar-benar melukai harga diriku sebagai atlet saja. 


“Lo ngeremehin gua?” ego Dito tersulut, padahal aku tidak bermaksud membuat dia emosi seperti ini. Alhasil sekarang Dito mulai melakukan serangan, sedangkan aku yang awalnya tidak siap hanya bisa menahan dan mengelak, setelah terdapat sedikit peluang aku melayangkan serangan balik. 


Sangat sulit melawan Dito yang seorang laki-laki dan perbedaan kelas berat yang lumayan jauh, tapi keberuntungan sepertinya sangat berpihak kepadaku, dengan memusatkan berat badan pada tendangan, aku melakukan teknik dwi chagi ke arah perutnya dan mengakhiri pertarungan ini. 


Sial. Rasanya tulangku patah semua, tapi syukurlah bukan hanya aku yang babak belur, Dito pun tidak terlihat baik dengan beberapa memar dan juga terlihat pucat, mungkin efek dari tendangan terakhir tadi.  


Dia bangun dari posisi tersungkur dibantu oleh kedua temannya dan menatapku sekilas. “Untuk ukuran cewek, lo hebat juga. Gua harap kita bisa bertarung di arena, tenang aja cowok cantik lo gak bakal gua ajar lagi, selama dia gak godain cewek gua” setelah mengucapkan kalimat itu, Dito pergi begitu saja. 


Dasar manusia kurang akhlak, setidaknya bantu aku untuk membawa Adam pulang ke rumahnya, mau tak mau aku harus membantu Adam pulang dengan selamat, walau sebenarnya dia tidak dalam keadaan selamat.  


Dengan langkah tertatih aku menghampiri Adam yang sedari tadi menonton dengan bersandar ditembok “Terima kasih” ucap dia pelan.  


“Lain kali, kalo mau godain cewek selidikin dulu, itu cewek punya pawang apa ngga” omelku kesal, pasti mama akan memarahiku jika melihat keadaanku sekarang, neraka menungguku dirumah. 


“Gua gak godain cewek manapun, bahkan gua gak tahu siapa cewek yang di sebutin orang tadi” bela Adam dengan suaranya yang seperti berbisik namun tersirat nada kesal. Astaga, apa aku bara saja menolong korban dan yang bahkan tidak tahu alasan dai teraniaya, dasar Dito bodoh, harusnya dia hajar saja wanita itu, mengapa harus mengotori tangan untuk hal yang tidak perlu sepeerti ini. Menyusahkan. “Udah jangan banyak omong, rumah lo dimana?”  


Dengan langkah pelan, aku membantu Adam berjalan dan mengantarnya pulang, selama di perjalanan kita banyak mengobrol. Aku yang menceramahinya untuk jangan mudah ditindas, dan dia yang banyak bertanya tentang taekwondo padaku. Akhirnya sampai juga, setelah mengantar Adam aku langsung pulang ke rumah dan seperti biasa, selalu mendapatkan ceramah yang semakin membuat merasa sakit dan lelah di sekujur tubuh. 


“Hani kamu tuh habis dari mana sih? Muka kamu kenapa lagi? Berantem? Kamu mama bolehin taekwondo bukan buat jadi anak yang sok kuat, bikin masalah apa kamu? Anak mana yang udah kamu ganggu? Coba contoh hana, dia anaknya lembut, sopan, pinter, rajin. Gak kaya kamu, sukanya bikin masalah, setiap pulang gak pernah sapa orang tua, bukannya belajar malah keluyuran, ngerasa udah pinter? Iya? Nilai kamu hancur begitu masih aja males, mau jadi apa kamu? Kalo kamu masih aja kaya gini, mama bakar baju taekwondo kamu, gak usah datang lagi ke akademi” Hana yang berada disamping mama, menahan mama untuk bercap kembali, aku tau Hana selalu membelaku, selalu mencoba berbicara padaku, tapi setiap kali aku melihat Hana, rasanya aku ingin bertukar kehidupan dengan Hana, rasa iriku membuat aku merasa malu untuk bertemu Hana. 


“Mah, apa sekali saja mama bisa tanya aku secara baik-baik? Mama langsung nuduh aku ngehajar orang lain, kenapa mama gak tanya siapa yang sudah lukain aku kaya gini?” 


Dengan sorot mata kecewa aku menatap mama, dan tanpa banyak bicara lagi aku masuk ke kamar lalu mengunci pintu. Memang benar, rasa depresi dan stres yang dirasakan terkadang itu berasal dari keluarga, karena hal ini juga membuat aku lebih tertutup pada keluargaku. 


Keesokan harinya kembali seperti semula, berangkat sekolah dan berlatih diakademi, tapi sudah tiga hari Adam tidak masuk sekolah, yah bagaimanpun luka yang Adam dapat memang tidak sedikit. Namun di hari keempat setelah kejadian itu Adam sudah mulai masuk sekolah. Aku yang sedang berkutat dengan buku paket matematika, tidak sadar jika Adam sudah duduk di sampingku. 


“Mana yang lo gak tau ?” tanya Adam, tanpa banyak tanya aku menunjuk nomor yang sedari tadi aku kerjakan namun tak juga menemukan hasil. Tanpa mempedulikan teman sekelasku yang lain, kita mulai membahas banyak soal, jangan berpikir jika Adam mengajariku dengan percuma karena pada kenyataannya Adam memintaku untuk mengajari taekwondo saat pulang sekolah, dengan meminjam arena latihan di akademi, walaupun sebenarnya lebih mudah jika Adam langsung mendaftar saja menjadi anggota. Tapi dengan pemikiran yang ekonomis ia lebih memilih untuk aku ajari saja, tidak perlu mengeluarkan uang, cukup meluangkan waktu untuk membatuku belajar. 


Bukan hanya belajar dan berlatih bersama saja, kadang kita juga main bersama, dengan bantuan Adam aku bisa berkenalan dan ikut bergabung dengan teman sekelasku yang lain. Awalnya aku kira mereka tidak ingin berteman karena tidak menyukaiku, tapi ternyata mereka hanya merasa sungkan padaku karena sifat cuekku yang terkesan acuh tak acuh, padahal aku hanya merasa bingung untuk memulai berkenalan, dan ternyata berteman tidak sesulit itu. 


Aku pun mulai mengajak berbicara kepada Hana, walau sedikit canggung Hana menyambutku dengan senang hati, ia juga meminta maaf karena tidak pernah memulai obrolan karena takut menggangguku, dan dengan sifat cengengnya ia malah menangis dan memelukku, meminta aku agar tidak bersikap dingin padanya. 


Untuk orang tuaku, aku juga sudah mencoba berbicara dengan mama dengan bantuan Hana, menumpahkan semua kelu kesahku padanya, rasa tertekan yang aku alami, dan semua apa yang aku sukai dari sudut pandangku. Mama tetaplah seorang ibu yang menyayangi anaknya, tanpa merasa sombong Mama juga meminta maaf padaku atas semuanya. 


Awalnya aku merasa takut untuk berbicara pada mama, karena aku tidak bisa berucap manis seperti Hana, namun dengan bantuan Hana dan juga dukungan Adam akhirnya aku bisa mengungkapkan semua isi hatiku, beban dan rasa sakitku. 


Benar-benar kenangan indah, rasa sakit dan bahagia bisa aku rasakan saat itu. Tapi mau bagaimanapun, sekarang itu hanyalah sebuah kenangan masa remaja. Kini aku sudah bahagia dengan pasanganku, begitupun Hana dan Adam yang juga sekarang sedang berbahagia setelah pengucapan janji suci mereka di hadapan yang Maha kuasa. Jangan berpikir jika aku dan Adam akan berakhir bersama, karena pada kenyataannya, laki-laki yang aku tolong saat itu sekarang sedang berbahagia dengan saudaraku, aku pun sudah berbahagia dengan suamiku, mas Dito. Ingatkah kalian dengan Dito? Laki-laki yang dulu menghajar Adam dan bertarung denganku? Sekarang dia sudah menjadi suamiku. Konyol bukan? Memang. Takdir itu lucu, tapi lebih lucu kita yang hanya mengikuti takdir. "


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.