Sepasang Jejak- Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 Sepasang Jejak


Seorang gadis remaja berusia kisaran 18 tahun tengah menatap kosong pemandangan hujan dibalik jendela persegi panjang kamarnya. Gadis itu tak lain ialah Ziana Mahardika. Zia panggilannya, dia tak bergeming sedikitpun dari posisi ia berdiri. Zia terus menatap hujan yang turun dengan derasnnya tanpa mengalihkan pandangannya meskipu  ia menyadari kehadiran seseorang yang baru saja membuka pintu kamarnya. Seorang laki-laki rema seusia dengannya berdiri diambang pintu kamarnya sambil menatap dirinya dari belakang.

“Aga.. itu kamu ?” ucap Zia masih menatap pemandangan diluar jendela kamarnya.

“Kau selalu benar Zi, aku bahkan tidak perlu memberitahuka kedatanganku” ucap laki-laki yang bernama lengkap Dirgantara Prayoga yang biasanya dipanggil Yoga atau Aga itu sambil berjalan mendekati Zia dan mengambil posisi disamping gadis yang tinggi hanya setara dengan pundaknya.

Kini, keduanya saling diam, menatap hujan, mendengarkan setiap dentuman air yang membasahi bumi, hingga pada akhirnya, suara yang selalu dirindukan Agapun terdengar

“Ada apa Aga.. aku masih baik-baik saja” ucap Zia yang masih setia pada posisinya mematung sembari memandangi hujan.

“Aku merindukan seseorang Zi..” jeda Aga sambil mengehela nafas perlahan “Aku merindukan gadis kecil berusia 7 tahun yang selalu tertawa gembira bermain hujan bersamaku Zi.. yang selalu memanggil namaku dengan sebutan Aga, tapi” Aga pun tak melanjutkan perkataanya dan memilih bungkam.

Zia, gadis itu mengerti arah pembicaraan sahabatnya itu.

“Gadis itu sekarang sudah terluka dengan apa yang dulu ia suka Aga” ucap Zia sambil memejamkan matanya.

Zia mulai membuka mata perlahan tatkala sentuhan hangat tangan Aga menarik tangannya yang terlipat depan dada dan menggenggam tangan itu,tapi raut muka gadis itu masih datar hanya terlihat senyum tipis dibibirnya yang tak berlangsung lama

“Aku ingin membawa jauh Ziaku yang dulu.. aku ingin membawanya jauh, sejauh bayangan sepasang jejak yang pernah ia lalui itu tak akan pernah ia kenang kembali” ucap Aga pada akhirnya.

 Laki-laki itu sangat merindukan sahabatnya yang dulu. Ia sangat merindukan Zia yang periang, penyuka hujan, suka berbicara banyak, dan Zia yang tangguh sepertu namanya Ziana yang artinya tangguh. Namun, Zianya masih bertahan ditempatnya tanpa mengatakan apapun, gadis itu juga ingin kembali seperti semula namun, sepasang jajak masa lalu selalu menghantui hidupnya hingga rasa bersalahpun tak dapat ia hindarkan. Zia selalu menyalahkan kejadiah setahun yang lalu karena ulahnya, hingga akhirnya ia menjadi gadis yang pendiam, suka mengurung diri di kamar hingga tak lagi memiliki alasan untuk menyukai hujan. 

Kini keduanya saling berdiam diri, Aga pun memilih untuk membiarkan sahabtanya itu sendiri terlebih dahulu dan ia berpamitan pulang.

“Zi.. aku harap masih ada kesempatan untukku melihatmu seperti dulu lagi.. aku sangat merindukan Ziaku yang dulu” ucap Aga sembari menggenggam tangan Zia erat penuh harapan. “aku pamit pulang dulu Zi.. jaga dirimu baik-baik, aku akan selalu ada untukmu Zi” lanjut Aga sambil berjalan kearah pintu keluar.

Tak berapa lama, Mama Zia, Hanum membuka kamar Zia dengan wajah pucat dan menangis “Zia… Aga..kecelakaan nak,” ucapnya masih menahan tangisan. Zia pun menoleh kearah Mama dengan tidak percaya

“ Apa yang Mama katakatn.. Aga baru saja dari sini” ucap Zia yang sudah berdiri dihadapan Mamanya.

“Aga kecelakaan Zia sewaktu dari sini, dia tadi naik motor, sekarang dia dirawat di Rumah Sakit Harapan”

Zia tak percaya, ia fikir Aga memakai mobil, ternyata sahabatnya itu mengendarai motor ditengah derasnya hijan. Ziapun berlari keluar hendak mengeluarkan motornya untuk menuju Rumah Sakit. Dari kejauhan terdengar suara Mamanya yang terus memanggil namanya dan bertanya tujuan kepergiannya. Sampai di depan motornya, Zia berhenti dan tak bergeming. Ingatan masa lalu mulai berlalu lalang difikirannya. 

Setahun yang lalu, Zia menjalin hubungan dengan teman sekolahnya bernama Barata Wardana atau biasa dipanggil Bara. Semula, hubungan mereka baik-baik saja, namun, setelah hubungan mereka berjalan satu tahun semua berubah ketika Bara mulai mengabaikan Zia. Zia terus berusaha memperbaiki hubungannya dengan Bara dibantu sahabatnya Aga. Zia mulai memperbaiki hubungannya dengan Bara dengan cara melakukan hal-hal kecil seperti membawakal bekal makan siang Bara yang ia letakkan pada bangku Bara, memberinya semangat baik langsung maupun tidak langsung dengan melalui chat. Seperti waktu Bara akan bertanding basket, Zia menemuinya untuk memberikan supportnya namun Bara hanya melihatnya sekilas lalu pergi. Hingga pada dipuncak kesabaran, Zia berniat menemui Bara untuk membicarakan nasib kedepannya hubungan mereka sepulang sekolah nanti. Setelah bel sekolah berbunyi, yang menandakan berakhirnya pelajaran di sekolah, Zia bergegas menemui Bara dikelasnya. Namun, hal yang tak terduga terjadi, Zia dari ambang pintu kelas Bara melihat kekasihnya itu sedang memeluk seorang teman perempuannya yang sedang menangis. Zia yang mengetahu hal itu segera berbalik dan tanpa sengaja menendang pintu hingga menyadarkan Bara dari posisinya. Bara segera mengejar Zia untuk menjelaskan semuanya namun, Zia menolaknya dan bergegas pergi meninggalkan sekolah ditengah guyuran air hajan. Bara pun segera mengambil motor dan menyusul Zia. Zia tatap pada pendiriannya tidak mau mendengar apapun dari Bara. Sementara Bara masih menyamakan laku kendaraannya dengan langkah Zia. Bara masih berusaha membujuk Zia untuk berteduh sementara dan menjelaskan semua yang terjadi. Namun, Zia, gadis keras kepala itu masih tidak bergeming. Hingga akhirnya langkah Zia berhenti setelah motor Bara menghadang langkahnya.

“Ziana! Aku mohon Zi, kalau kamu tidak mau mendengar penjelasku, setidaknya izinin aku mengantarmu pulang, jangan buat aku jadi laki-laki gak guna Zi” ucap Bara frustasi. 

Zia masih diam ditempatnya hingga akhirnya ia menggangguk setuju. Mereka berduapun melaju ditengah derasnya hujan. Motor Bara melaju begitu kencang sekencang amarah yang ia tahan. Hingga pandangan Bara pun semakin memudar seiring bertambah derasnya air hujan hingga hal yang diinginkan pun terjadi. Mereka berdua kecelakaan. Motor Bara menabrak mobil yang tengah melaju dari arah berlawanan saat ditikungan jalan. Samar-samar, Zia meliat Bara terpental jauh dari motor dengan posisi telungkap. Gadis itu menangis namun, samar tak terlihat karena tertutup air hujan. Perlahan pandangan Zia mulai kabur siring suara sirene ambulan mendekat kearah mereka. Dan Zia pun tak sadarkan diri.

Zia, gadis itu mulai membuka perlahan matanya dan menatap sekitar ruangan, pikirannya masih kosong seperti tatapannya, hingga sebuah suara membuyarkan tatapannya

“Zi.. kamu baik-baik saja?” ucap seseorang itu yang tak lain adalah Aga. 

Seketika bayangan kejadian kecelakaan itupun terbesit dalam ingatan Zia, gadis itupun bangun dari posisi tidurnya dan melihat sekitar dengan perasaan panik.

“ada apa Zi.. kamu mencari Mama Hanum? Dia lagi mengurus administrasimu” ucap Aga yang mengetahui gelagat cemas sahabatnya itu.

“Bara” satu nama yang terucap dimulut Zia. “dimana Bara?” tanyanya lagi. Namun yang ditanya belum mengeluarkan jawaban. “Aga.. dimana Bara? Bara bail-baik aja kan?” Tanya Zia lagi dengan menggoncangkan tangan Aga

Agapun seketika memluk Zia sambil berbisik “Zi.. Bara sudah gaada,” jeda Aga, “Bara tidak tidak tertolong dalam kecelakaan kalian Zi, Bara sudah meninggal” lanjut Aga sambil mengela nafas perlahan.

Zia diam. Dia masih mencerna semua perkataan Aga. Zia paham namun dia diam. Dia terus meneteskan air mata.

Sejak saat itulah Zia menjadi gadis yang pendiam dan murung. Ia menyalahkan apa yang terjadi dengan Bara karena kesalahannya yang bersikap kekakak-kakakan waktu itu. Dia tak akan pernah melupakan sepasang jejak Bara dalam hidupnya. Bara, kekasih pertamaya. Dan kejadian itupun seperti terulang kembali.

“Zia.. kamu mau kemana nak?” Tanya Mama Hanum yang membuyarkan lamunan Zia. Gadis itupun tersadar, “Zia mau ke Rumah Sakit Ma, Zia gak mau menyesal untuk kedua kalinya dengan tidak ada disamping orang yang Zia sayang disaat kondisi mereka sedang gak baik-baik aja” ucap Zia sambil mengenakan helm nya. “Zia pamit Ma” ucap Zia sembari menaiki motornya. 

“kamu yakin Zia?” ucap Hanum memastikan, Ia tahu anaknya itu masih truma menaiki motor apalagi ditengah guyuran hujan setelah insiden kecelakaan yang merenggut nyawa salah satu orang yang Zia sayang yakni Bara. Zia pun mengangguk dan memberanikan diri menembus hujan untuk menemui sahabatnya sebelum terlabt.

Sesampainya di Rumah Sakit, Zia segera bertanya ruangan Aga kepada suster yang bertugas, dan setelah mendapatkan informasi ruangannya, Zia pun segera berlari keruangan Aga dengan basah kuyup. Sesampainya di depan ruang Aga. Zia berhenti dan menatap pintu didepannya, bayangan masa lalu kembali membayanginya.

Setahun yang lalu, setelah mengetahui kondisi Bara dari Aga, Zia pun segera berlari menuju ruangan Bara. Dibukanya ruangan itu, sudah terlihat Bara yang terbujur kaku dengan suara isak tangis keluarganya. Ziapun tak sanggup berdiri hingga akhirnya dia terjatuh dan menangis dalam dalam. Hingga sosok wanita dewasa membangunkan dan menariknya keluar sambil berkata “ini semua salahmu Zia, Bara kecelakaan bersamamu.” Ucap wanita itu yang tak lain adalah ibu Bara “Bara itu mengidap kanker Zia.. dia sudah tante minta menjauh dari kamu, tapi kamu malah mempercepat kematiannya” lanjutnya dengan isak tangis. Zia masih tak bergeming, ia tidak mengeluarkan suara apapun tetapi air matanya terus berjatuhan. Wanita didepan Zia terus menyalahkannya, bahkan Zia pun sampai tidak dapat mencerna apapun selain kenyataan pahat bahwa Bara menjauhinya karena ia mengidap kanker dan kematian Bara adalah salahnya. Tak berapa lama, Aga pun datang dan menarik Zia menjauh dari ibu Bara. Sampai hari pemakaman Bara pun Zia hanya melihat dari kejauhan ditemani Aga karena keluarga Bara tidak mengizinkan Zia menghadiri pemakaman Bara. 

Lamunan Zia pun hilang seketika pintu ruangan Aga terbuka dan menampilkan sosok suster yang hendak keluar. “Apakah dia baik-baik saja?” Tanya Zia seketika. “Pasien atas nama Dirgantara Prayoga keadaanya baik-baik saja, hanya mengalami luka ringan dibagian tangan, kaki dan kepala. Kalau mau menjenguknya silahkan” ucpa sister itu. Tanpa basa-basi Ziapu melangkah maju, matanya tertuju dengan sosok sahabatnya yang tersenyum kearahnya dengan posisi duduk. Zia pun begegas masuk dan memeluk sahabatnya itu, dengan air mata yang tanpa sadar menetes. 

“aku baik-baik saya Zi..” ucap Aga menenangkan Zia. “Aku sayang kamu Zi..” lanjutnya.

Ziapun segera menatap sahabatnya itu dengan pandangan meminta penjelasan. 

“aku suka kamu Ziana, aku sayang kamu sejak umur kita bru 7 tahun. Aku marah sama diriku sendiri yang gak bisa menarikmu kembali menjadi Zia yang duhulu” jeda Aga “tadi aku menaikki motor dengan kecepatan tinggi Zi karena rasa gak berguna ku buat kamu” lanjutnya

Zia menatap sendu sahabatnya itu, ia mulai mengingat semua kejadian sewaktu mereka masih kecil dimana Aga kecil selalu bermain dengganya, membuatnya tertawa dan selalu ada disaat ia terpuruk bahkan ketika dunia menyalahkannya atas kematian Bara, Aga orang pertama yang akan membelanya setelah keluarganya. Tak terasa tangis Zia pun pecah, ia baru menyadari bahwa selain Bara ada orang lain yang mencintai dan menyayanginya. Dan Zia pun menyadari perasaanya ketika kecemasannya akan kehilangan Aga. Dan Zia pun tak ingin kehilangan orang yang dia sayangi untuk kedua kalinya.

“aku tahu kamu masih mencintai Bara, Zi. Aku akan selalu disini menjadi Aga yang selalu ada buat kamu Zia.” Ucap Aga sambil menggenggam tangan Zia. “aku akan tetap berusaha agar kamu melupakan semua jejak tentang Bara, melupakan tentang sepasang jejak yang pernah kamu ukir dengannya, dan memulai sepasang jejak baru bersamaku Zi sebagai sabahat ataupun kekasih, apapun keputusanmu aku akan tetap bersamamu.” Zia pun kembali memeluk Aga sambil berbisik “Aku siap Aga. bantu aku melupakan sepasang jejak lama dan mengukir sepasang jejak baru.” Agapun balik memeluk Zia dengan senyum mengembang.

Beberapa hari setelah kondisi Aga membaik dari insiden kecelakaan yang menimpanya, Aga dan Zia pergi kepemakaman Bara untuk berziarah dan mendoakan Bara agar jiwanya tenang. “Bara, kamu akan tetap menjadi kekasih dan cintapertaku, tapi sekarang ada Aga yang menjadi sahabat sekaligus penggantimu walaupun kamu tak terganti, kamu tenang ya disana dan aku disini sedang mengukir sepasag jejak baru dengan Aga, tapi kamu gak usah khawatir, sepasang jejak lama kita akan selalu tersimpan dihatiku.” Ucap Zia setelah menabur bunga pada pusaran Bara. Zia pun berdiri menjajarkan posisinya dengan Aga sambil menggenggam tangan laki-laki itu dan merekapun saling berhadapan sembari tersenyum satu sama lain. Berkat kesabaran Aga, Ziapun mampu melalui sepajang jejak masa lalu dan siap memulai sepasang jejak yang baru karena pada dasarnya kehidupan manusia tidak akan berhenti ketika ia kehilangan seseorang dalam hidupnya.

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.