Find Your Own Happiness- Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 "Find Your Own Happiness


Kemarin Ed dan Lita masih bersama. Saling bertukar pesan dan menceritakan kegiatan yang dilakukan seharian. Masih mengobrol hingga ketiduran. Masih ribut perkara memilih menu makanan. Tapi, kapan itu kemarin? Rasanya masih baru, ingatan Lita masih segar tentang itu. Setelah ia menghitung waktu yang telah lalu, ternyata sudah 3 tahun sejak menghilangnya Ed dari kehidupannya. Beberapa kali Ed mengunjungi Lita dalam mimpi. Berkali-kali selalu hampir mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi selalu gagal, Lita selalu terbangun di saat yang tidak tepat. Menyesakkan.


Ed seperti hilang bagai ditelan bumi. Nomor yang mendadak tidak dapat dihubungi. Rumah kontrakan yang mendadak tak berpenghuni. Dan Lita tiba-tiba harus menjalani hidup sendiri. Kemana Lita harus mencari? Kabar tentang Ed tak ia dapati. Lita bertanya kesana kemari, malah jawaban menyakitkan yang ia dapatkan.

""Tidak tahu. Peduli apa? Memang kamu siapa?"" sahut seorang wanita dengan ketus.

Pintu dibanting dihadapannya. Harga dirinya bagai dihempaskan. Padahal ia sudah menurunkan ego untuk mengunjung orang itu.


Lita enggan memulai hubungan baru. Sebab menurutnya, cerita bersama Ed belum menemu akhir. Ia khawatir, jika suatu saat Ed kembali, pertanggungjawaban apa yang akan ia beri? Lita tidak marah. Sungguh tidak pernah. Justru ia selalu memohonkan kebaikan untuk Ed. Pada akhirnya, ia hanya bisa berspekulasi dengan akal pikiran sendiri. Berdebat antara hati yang krisis dengan otak yang kritis. Mencari jawaban dan kecocokan atas minimnya petunjuk yang didapatkan. Entah benar entah salah, Lita harus puas dengan apa yang bisa ia simpulkan. Mungkin Ed tidak pernah benar-benar mencintainya. Mungkin rasa yang Ed beri, telah diinterprestasikan oleh Lita dengan salah arti. Mungkin Ed tidak sampai hati mau mengakhiri. Sehingga memilih pergi dengan diam. Tapi itu malah membuat Lita semakin tersakiti. Ia berpikir apakah ia tidak pantas untuk dicintai? Kemudian ia meyakinkan diri sendiri, bahwa dirinya layak dan lebih dari cukup. Lita selalu mengerti. Lita tak pernah berhenti belajar memahami. Lita wanita yang bisa mandiri dengan tetap menghargai peran laki-laki.


Dari semuanya, Lita yang tangguh masih mampu menenangkan keresahan sendirian, dapat membenarkan dugaan, sudah lebih dari cukup tuk bertahan. Berusaha memikirkan yang baik-baik saja, mengesampingkan hipotesa negatif dengan kewarasan yang ia punya. Ia mengedepankan logika. Sebab membayangkan sesuatu yang buruk terjadi, apa tidak merasa rugi? Lita yakin dan percaya pada intuisi, sesuatu yang didasari keyakinan dalam hati, bahwa semuanya akan kembali seperti sediakala meskipun tidak akan terasa seperti kemarin tidak terjadi apa-apa. Anggaplah bunga tidur dibalik dua kelopak layu yang tertutup rapat saat di selimuti gelap pekat. Dan cahaya masih ada di luar sana. Secercah harapan bagi pemimpi, pengembara. Esok akan tiba. Mereka akan jalani bersama. Masih hidup walaupun redup. Masih terjaga walau sedikit merana. Masih tersenyum walau terpaksa. Masih disini sepanjang hari. Menanti hari - hari seperti biasa lagi. Semoga sampai habis masanya, hingga tiba waktunya, dia dan Ed masih ada tuk bisa berbahagia. Lita masih menunggu, tiba-tiba Ed akan muncul di pintunya.


Belakangan Lita tahu. Terbaring di pusara yang sering dikunjungi gadis itu, sebuah nisan bertuliskan nama Ed. Lita bersimpuh, lesu. Ia merasa pilu. Dipandanginya makam itu. 3 tahun menghilangnya Ed, dan ternyata masa lalunya yang senantiasa memelihara kubur itu.


""Jangan berburuk sangka. Ia tidak pernah ingin menyakitimu apalagi meninggalkanmu. Ia mengusahakan dengan seluruh upaya. Tapi takdir berkata bahwa sudah waktunya. Telah lama ia menderita. Aku hanya dipercaya untuk menjaga rahasia agar kau senantiasa merasa baik-baik saja.""


Terdengar suara dibalik punggung Lita. Gadis itu berjalan tenang sambil membawa karangan bunga.


""Dia sudah sakit sejak lama. Bahkan ketika kami masih bersama. Dirimu adalah cinta terakhirnya. Cinta yang dibawa mati dan dipastikan abadi.""

""Terimakasih sudah merawat tempat peristirahatannya.""

""Terimakasih telah memberikan warna pada sisa-sisa hidupnya.""

Lita terpukul. Entah Ed yang terlalu pandai menyembunyikan derita, atau ia yang tidak peka dengan keadaan. Lita merasa amat bodoh dan tidak berguna.

""Kau wanita yang paling bisa membahagiakannya. Sosok periang yang selalu dibanggakannya. Dan entah kenapa aku merasa cemburu. Mana tega ia merenggut keceriaan itu darimu dengan kabar sakitnya? Sedang aku, gadis yang memberinya luka. Dan hanya dengan cara inilah aku bisa menebus dosaku padanya.""


Tetap ceria ya, tetap seperti ini adanya. Aku suka. Dan itu membuatku bahagia. Sebuah suara terbesit dalam kepala.


“Tapi bom waktu sudah meledak. Pada akhirnya, semua kebenaran telah terungkap.” Imbuh gadis itu. “mungkin tugasku sudah selesai. Kau mau mengambil tanggungjawab ini untukku?”

Lita mengangguk. Bersamaan dengan itu, tetes air mata jatuh membasahi tanah dimana Ed terbaring tepat dibawahnya.

""Sekarang kau sudah bebas. Ikatan kalian sudah lepas. Cari bahagiamu yang baru dengan terus merawat kenanganmu yang dulu. Aku yakin dia merindukan sentuhanmu.""


Kenangan tentang Edward tak akan pernah memudar. Dalam ingatan Lita, Ed adalah daun yang tak pernah digugurkan oleh musim.


Masa lalu Ed beranjak pergi, sudah akan meninggalkan Lita sendiri dengan kekasih yang telah mati.

“Kau mau kemana?” tanya Lita.

“Aku mau pulang. Omong-omong, aku akan menikah bulan depan. Kau datang, ya.” Lucy tersenyum. Ia benar-benar telah lepas dari masa lalu. Selama ini, ia murni hanya menjalankan tugas yang diamanahkan Ed padanya. Lita lega.


Lucy sudah akan melangkah lagi ketika tiba-tiba Lita terlonjak berdiri. Membuat daun gugur dibawah kakinya berkeresakan.

“Lu? Kalau kau mau tahu, aku juga akan menerima Brian sebagai pasanganku!”

Langkah Lucy sepenuhnya berhenti. Ia berbalik kembali menghadap Lita.

“Sungguh?”

Lita mengangguk.

“Ed akan senang.”

Lita mengangguk lagi.

“Bisa kita pulang bersama?” tanya Lita.

Kali ini, Lucy yang mengangguk ramah.

“Ed, aku pulang dulu. Aku akan melanjutkan hidupku. Aku janji, aku tidak akan kehilangan keceriaanku. Aku akan berbahagia untukmu.”

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.