Selesai sebelum memulai - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 "~Selesai sebelum memulai~


Aku termenung disudut malam sambil memeluk tubuhku sendiri, membayangkan betapa cerita ini pilu sekaligus lucu, bagaimana tidak engkau yang dulu kuharapkan harus kurelakan dengan pasrah, engkau yang dulu kutuju kini mesti kulepas dengan tegar. 

Dadaku terasa sesak, air mataku keluar dengan sendirinya beriringan dengan aliran ingatan tentang kita berdua. Bila aku bisa datang kembali ke masa lalu, aku akan berusaha untuk menghindari pertemuan kita, betapa ingin kuputar sang waktu agar bisa mengedit cerita di antara kita. Hari itu telah lampu, bertahun lalu. Tapi entah mengapa hari-hari itu terasa begitu sangat dekat seperti baru kemarin. 

""Sudah, ya. Barangkali memang bukan jodohnya""

Kamu benar, Kata-kata itu hanya penghibur semata, sampai sekarang aku belum menemukan petuah hebat untuk menyembuhkan luka ini. 

Kala itu, aku dan kamu duduk bersisian, di atas hamparan pasir putih, tak ada satupun di antara kita saling tatap. Hanya memandang lurus ke depan menyaksikan ombak yang sedang berderu mengamuk menerjang Karang. 

Saat kamu mengabarkan akan menikah, menyelesaikan semua kisah, saat itulah aku merentangkan kedua tanganku memejamkan mata, terus memejam. Dan aku merasakan basah di kelopak mata. Ada hujan tanpa awan. 

""Jadi aku terlambat?"" Tanyaku penuh sesak

""Ya, aku memutuskan untuk memilihnya dan akan menikah dengannya"" Katamu memecah hening"".

Dengan tangis yang coba kutahan, diiringi dada yang kian sesak, kamu putuskan untuk memilihnya. Mengakhiri cerita kita yang bahkan belum sempat kita mulai. Mematahkan tangkai perasaan yang sungguh sejatinya belum kita tanam. 

Iya, kita selesai sebelum memulai. 

Diam, itulah yang bisa kulakukan. Ini salahku, aku terlalu lama menari-nari di atas panggung mimpi, aku yang tak mampu mengakui, hingga tak sadar kamu sedang menunggu di alam nyata. Karena yang memendam akan kalah dengan yang maju, yang berharap akan kalah dengan yang berusaha, dan yang mencintai akan kalah dengan ia yang mengakui.

 ""Maafkan, maafkan aku atas keterlambatan ini ya"" Ucapku dengan lirih

Jika kamu memilihnya, pergi saja aku tak akan mengemis agar kamu tetap di sini. Aku tak mau rasa ini Membebanimu lagi, jadi pergilah. Biarkan aku kembali bernyanyi di tengah sepi. 

Sebenarnya aku ingin menatapmu. Lalu tertunduk air mata ini mengalir dipipiku, sungguh aku berharap jemarimu mengusapnya, usapan yang terakhir kalinya. Tapi tentu saja tidak, kau bukan Siapa-siapaku, aku sadar bahwa saat ini tangisan benar-benar tak bisa berbuat banyak. 

Sesungguhnya hati ini ingin menjerit di depan wajahmu, lalu memukul dadamu dengan pelan. Meronta-ronta dengan harapan setelahnya kau raih bahuku dan akupun terseguk di pelukanmu.

Kamu menoleh

Dan akupun menoleh

Mau tak mau akhirnya mata kita bertabrakan menghancurkan segumpal daging dalam dada. Tatapan itu begitu menusuk jantung, membuat detaknya berhenti seketika. 

""Maaf aku harus pergi"" Desismu

Aku melihatmu pergi dan sepertinya kamu tak bisa membendung air mata. Kamu berdiri, membekap mulut, kemudian berlari meninggalkanku. Terlambat, seharusnya aku sadar bahwa kesempatan itu bagai langit luas menghampar, diri ini terlalu menikmati diam tidak merebahkan sayap-sayap keberanian untuk merajut cinta bersamamu. 

Terimakasih atas senyummu yang pernah menghias di ruang qalbu. Terimakasih atas namamu yang pernah  sempat terlukis di lembaran harap. Kini semua sudah selesai, sudah usai, sudah tamat. Tak ada lagi sepotong huruf pun yang mesti dibincangkan diantara kita. Juga dihati kita. 

Baiklah aku harus memilih melapangkan hati, bahwa semua yang berlalu lalang di kehidupan ini adalah pelajaran. Termasuk kamu, pelajaran bahwa bertemu tidak mesti menjadi satu, berjumpa tidak harus selalu bersama. Karena sungguh pada akhirnya, semua cerita akan bertekuk lutut pada taqdir Nya. 

Maaf jika aku tak hadir dalam pesta pernikahanmu, tiada maksud memutus silaturahim, hanya saja aku perlu waktu untuk membakar cerita kita. Aku tidak ingin tangismu berbagi  karena ku. Aku berharap agar semua senyum, seluruh air mata dan sederet kasih sayang hanya kau tumpahkan pada seseorang yang sedang bersanding bersamamu itu. Sebab dialah cinta sejatimu. Cinta yang datang pada waktunya bukan seperti diriku yang terlambat karena kaki yang tak pernah diayunkan ini. Yang hanya menghayal di tapak harapan. Aku sadar bahwa komitmen adalah janin sedangkan cinta adalah rahimnya. Tanpa keduanya, kebahagiaan tak bisa di lahirkan. 

""Semoga...semoga kau bahagia bersamanya"" Semoga kamu mendengar doaku ini. Doa terpahit dalam hidupku. 

Dan terakhir, aku tidak akan menutup buku tentangmu, aku justru akan merobek lembarannya untuk kemudian menaburkan pecahan kertasnya ke api yang mengobar-ngobar. Detik ini semua kenangan harus hangus. Dan debu-debu perasaan akan kubuang ke lautan hingga tak ada sisa diantara kita. 

Mengapa kenangan ini begitu memilukan dadaku. Aku melepas pelukanku dari tubuhku, berbalik badan lalu memejamkan mata dengan perlahan. Aku harus tidur, melarikan diri dari kamu, semoga malam ini tak aku temukan kamu dalam mimpi. "


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.