https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
"Coretan Kertas
“ketika kematian datang, maka kelak akan ada kehidupan di dunia lain”. Begitulah yang Arka ingat di dalam buku favoritnya yang ia baca setiap malam. Buku Ilmiah yang membahas tentang seluruh alam semesta ini, termasuk membahas tentang adanya kehidupan setelah kematian. Namun untuk malam ini saja ia tidak membaca buku tersebut. Setumpuk kertas A4 berwarna merah muda polos itu lebih menarik perhatiannya. Jemarinya yang gemas mulai menyelusup masuk mengibas setiap lembarnya. Berbagai tulisan di setiap lembarnya sungguh tertata rapi oleh sang Penulis. Walau hanya setumpuk kertas tanpa penutup, namun siapa sangka kertas bertulisan Lauren's Diary itu membuatnya sadar akan berharganya sebuah kehidupan.
“Mau baca? Bayar pakai nyawa! By Lauren”. Tulisan di lembaran pertama mampu membuat siapapun mengira bahwa buku ini bagaikan buku Death Note. Namun tidak untuk Arka yang terhibur dengan keunikannya.
Omong-omong tentang Lauren, selaku Penulis dan pemilik catatan, dia adalah teman Arka, sekaligus gadis yang Arka idam-idamkan semasa SMA. Gadis berdarah campuran Inggris-Indo itu adalah cinta pertama Arka yang tidak akan pernah bisa ia miliki, Walau Arka tahu bahwa Gadis itu juga menyukainya.
“Arka, Apa bedanya Air dengan Kamu?”. Saat itu, Angin malam menyelinap masuk melalui jendela kamar dan tidak sengaja menerpa lembaran kertas kedua. Di tengah kegelapan yang hanya disinari oleh remang-remang lampu kamar, Arka menyimpulkan sedikit senyuman saat membaca tulisan di lembaran selanjutnya. Ingatan Arka seketika berpaku pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Di saat masa SMA bersama Lauren, gadis itu pernah bertanya hal konyol seperti itu pada Arka. Namun tidak disangka jika ucapannya itu juga di tulis di lembaran ceritanya.
“Kadang Manusia juga hidup layaknya Air yang mengalir, Lauren. Jadi kau tidak bisa membedakanku dengan Air karena diriku masih hidup”. Begitulah yang Arka katakan untuk membalas pertanyaan Lauren. Saat itu Lauren hanya terdiam dan tersenyum. Namun tidak untuk malam ini. Karena Arka tahu, bahwa kalimat itu mungkin tidak sesuai dengan apa yang terjadi sekarang. Tidak untuk membuat Lauren tersenyum lagi.
Seolah siang menjadi malam yang panjang, tidak akan ada cahaya maupun kehangatan di bumi ini. Begitupun Lauren, Gadis yang kini tengah bergelut di dalam selimutnya, terus menangis sepanjang siang dan malam, tidak ada tanda kehidupan. Semua itu membuat Arka terperangkap dalam penyesalan.
“Kalau Air, dia mengalir sampai dasar. Sedangkan Kamu, mengalir terus di setiap detak jantungku”
Itulah kebenaran yang harus Arka terima saat ini. Kebenaran bahwa kini hubungan mereka telah tiada. Arka mencoba menahan diri untuk tidak membuat angin malam menjadi tambah dingin. Arka mencoba memandang wajah Lauren yang sangat damai saat tidur. kulitnya yang putih bersih tanpa noda juga berhasil membuat Arka rindu dengan sentuhannya.
“Berani Menyentuh kertas ini, Kita bergelut kawan. Lapangan sekolah luas”. Hanya dengan kalimat itu, Suasana yang suram seketika berubah ketika gelak tawa Arka yang tanpa sengaja ia keluarkan. Untungnya tidak sampai membuat Lauren bangun.
Arka termenung seketika. Ia berpikir tidak ada salahnya Lauren menulis kalimat itu berkali-kali. Mengingatkan kepada seseorang yang berani membuka lembarannya, termasuk Arka. Di samping itu, seketika ingatan lainnya muncul saat pertemuan mereka untuk pertama kalinya. Pertemuan yang sangat tidak romantis, melainkan memalukan, Bokongnya yang menjadi saksi kalau tidak percaya. saat itu Arka dengan tidak sengaja membaca kertas milik Lauren yang terjatuh. Namun baru saja baca beberapa kata, tendangan maut mendarat mulus di pantat Arka. Siapa lagi kalau bukan sang pemilik kertas, Lauren. Namun siapa sangka kejadian memalukan itu membuat suatu cerita yang sangat indah bagi Arka, namun sangat buruk untuk Lauren. Seolah Gadis itu menyesal dengan pertemuan mereka. Seandainya pertemuan itu tidak terjadi, mungkin tidak akan sesakit ini untuk Lauren. Arka tahu itu, lagi-lagi hanya penyesalan yang Arka rasakan.
“Teruntuk lelaki ganteng berotak batu, I Love You”
Sudah tidak heran dengan kata-kata ini, karena Arka tahu bahwa Lauren adalah gadis bucin kelas kakap. Namun kalimat inilah dimana Lauren menyatakan cintanya kepada Arka saat upacara pagi. Benar-benar sangat gila, Namun lebih gila Arka yang saat itu hanya diam membeku dan pingsan di tengah-tengah lapangan.
Namun siapa sangka sejak insiden itu, Arka dan Lauren semakin dekat. bahkan teman-temannya mengira bahwa mereka kini sedang menjalani hubungan. Padahal nyatanya, sampai saat ini pun hubungan itu tidak akan pernah terjadi di antara mereka berdua.
Malam terus berlarut dalam kegelapan. namun Arka tidak henti-hentinya membaca lembaran milik Lauren. Padahal waktu sudah menunjukkan jam Dua Pagi, namun Arka masih dengan santainya membaca semua isi lembaran itu bersama dengan Lauren yang kini masih tidur. Hingga ia pun tidak sadar bahwa lembaran itu berubah menjadi sangat basah, beraroma asin layaknya air pantai. Arka pun sadar, bahwa itu adalah air mata Lauren. Tinta pulpen di lembaran itu berubah pudar karena air mata tersebut. Arka tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Lauren saat ini.
“Maafkan aku, Lauren..” Arka membuka suara. Namun Arka tahu, bahwa semuanya hanya sia-sia. Gadis itu tidak akan terbangun dan memeluk dirinya. Arka mulai berandai-andai jika dirinya berada di samping Gadis itu saat menangis, mungkin hatinya tidak akan sehancur sekarang.
“Satu hal yang Aku benci darimu saat ini, yaitu perpisahan. Jangan harap ada kata maaf jika dirimu tidak kembali, Arka!”
Setetes air asin seketika keluar begitu saja dari mata Arka saat dirinya membaca kalimat tersebut. Usahanya untuk memiliki Lauren hangus begitu saja dalam semalam. Memang benar Arka melakukan itu semua demi kebaikan Lauren. Bukan untuk rasa iba, tapi adalah rasa cinta yang Arka berikan kepada Lauren seutuhnya.
“Bukankah kau berjanji akan bersamaku di sisa hidupku? Berjanji untuk tidak saling meninggalkan. Tapi di mana letak janjimu semua itu, Arka Trisatya?”
“Maaf, tapi aku juga tidak ingin di tinggalkan”. Lagi-lagi suara serak milik Arka keluar begitu saja dari mulutnya. Sedangkan Lauren? Dia tetap tertidur seakan hanya angin menjelang pagi yang dia rasakan.
“Katamu, Aku ini adalah Laut yang akan dilindungi oleh Langitmu. Lantas di mana semua omongan itu, Arka!?”
Arka sudah tidak bisa berkata-kata. Dirinya hanya mengambil pulpen yang tergeletak begitu saja di atas meja dan memulai menulis. Karena baginya, mungkin tulisan ini lebih berguna ketimbang hanya sebuah lisan yang penuh dengan omong kosong.
Setelah puas menulis, Arka pergi begitu saja saat dirinya mendengar suara gelisah dari mulut Lauren. Disusul dengan suara ayam yang berkokok menandakan bahwa hari sudah pagi.
Lauren mengucek matanya yang sedikit bengkak. Dilihat sekeliling, masih sama saja. Sangat gelap dan sunyi. Tangan kecilnya mengambil jam tangannya yang ditaruh sembarangan di kasurnya. Pukul Lima pagi, sudah waktunya dia pergi dan memulai hidup dengan keadaan yang baru.
Suara pintu yang terbuka memperlihatkan wanita paruh baya. Ia menyalakan lampu dan mendekati Lauren seraya menaruh punggung tangannya di kepala Lauren.
“Apa kamu baik-baik saja, Nak?”
Lauren mengangguk pelan. “Lauren akan keluar sekarang” ucapnya. Lauren meraup jaketnya dan lembaran kertas kesayangannya. Lauren tahu apa yang harus ia ubah sekarang, benar! Dirinya sendiri.
“Kamu mau kemana?” Tanya ibu Lauren.
“Ke pantai. Lauren berangkat ya!” Lauren lantas pergi dengan baju seadanya. Sedangkan Ibunya tampak senang karena keadaan Lauren selama seminggu ini sedikit membaik.
Rumahnya yang berada di ujung selatan dekat laut membuat Lauren dengan mudah ke pantai hanya dengan berjalan kaki. Dia berniat untuk mulai membuka ulang lembarannya dan menulis hal-hal yang baru di pinggir pantai.
Namun niat Lauren untuk menenangkan diri terpaksa diurungkan. Lauren tahu betul bahwa kartas paling belakang masih kosong. Ia tidak pernah membukanya selama seminggu ini. Namun saat dia melihat bagian terakhir, ternyata terdapat tulisan yang sudah dipastikan bukan tulisan tangan Lauren, melainkan orang lain.
Dengan berbekal penasaran, Lauren pun memutuskan untuk membacanya. Meneliti kata demi kata. Hanya satu paragraf, dan juga bukan kata kiasan. Namun hanya tulisan singkat itu saja membuat hati Lauren lagi-lagi tertusuk sekaligus senang dengan kerinduannya selama ini.
“Kita memang bagaikan Laut dan Langit. Saling melindungi namun tak bisa di satukan. Lauren, bersedihlah sesukamu, marahlah sepuasmu, Kau pantas melakukan itu semua. Namun satu hal yang pasti, Kamu harus tetap menjalani kehidupanmu. Sama seperti Laut dan Langit, Kau terus mengalir dan mengeluarkan emosimu seperti ombak, dan Aku? Aku akan tetap melihatmu jauh dari atas sini dengan jantungku yang sudah tertanam rapi di dalam ragamu. Terima kasih Lauren.. By Arka”"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.