Sejumput runtuh - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Sejumput runtuh


 Suara unggas bercakap di ranting, menghilir sang surya di gunung. Selamat pagi, wahai alam aku selalu ingin beteman. Aku datang, sedang ingin mengadu, bercerita, bahkan sekaligus melepas lega. Secangkir kopi ini menyejukan hati, bersemangat lagi untuk lebih lama disini, tak ada yang sedang kurindukan, hanya ini rumah damaiku.  Segelas kopi, menghirup air yang manis tercampur pahit. Begitulah ibarat hidup ini. Baiklah, sebelum suryaku terbang tinggi, lebih baik ku mulai ceritaku.


 Siapa aku? Lupakan tak penting bagi semua. Ketika itu aku ingin sekali kebersamaan, lantas bagaimana aku akan menyatukan kembali kebersamaan yang dulu terbit namun kini tenggelam? Tak kembali lagi. Sebab ia bukanlah mentari ataupun senja. Dulu aku pernah hangat, kini aku seorang kutub utara, dipatahkan oleh keluarga, dijatuhkan oleh teman, dan di abaikan oleh cinta. Cukup biasa saja dibacanya, namun ketahuilah itu menyakitkan. 

 Siang itu, ketika terik matahari panas berada tepat diatas kepalaku sepulang sekolah menaiki kendaraan beroda dua, jalanan macet, polusi dimana-mana. Seorang laki-laki datang menawarkan minuman sembari memberi pertanyaan. 


 ""Bang kalo matahari di kompres panasnya turun ga?"" 

 Lantas teman disampingnya bertanya juga...

 ""Terus kalo kutub utara yang dingin kalo gua peluk bakal cair?""


 Pertanyaan itu membuatku berfikir, hei mengapa aku tidak cair? Apa kehangatan akan membuatku cair? Kehangatan darimana? Keluarga? Teman? Cinta?. Ah sudahla, aku meninggalkan mereka dengan diam menarik gass motor menyalip beberapa mobil didepan. 

 Sampai dirumah aku tidak lagi terbiasa mengetuk pintu bahkan mengucapkan ""aku pulang"". Hangat, keluargaku hangat, tapi tanpa aku. Dikamar apa yang kulihat? Hanya hampa dan kegelapan, melihat poster bergambar kartun jepang membuatku bosan, dulu sempat menjadi penyemangat kini menjadi kebosanan. 


💬💬💬

Galang: woi sini, biasalah..

 

 Dulu, aku masih ada teman asik baik meskipun nakal, aku dingin akibat keluarga, masih hangat untuk teman. Galang, teman beda sekolahku. Setiap sepulang sekolah selalu menghiburku dengan berkumpul bersama teman-teman yang lainnya. Ia tau bagaimana hidupku dirumah, makanya ia menghiburku. Aku biasanya berkumpul di warung tidak jauh dari sekolah kami, sekaligus tempat bolos sekolah. Beda sekolah namun tetap satu. Berkumpul dan bercerita, yang tadinya ingin menangis tapi ditahan oleh Putra yang suka melawak.

 Singkat saja saat itu aku seperti biasa berkumpul dengan Galang, Putra, Iwan, dan Tejo. Sepanjang waktu sama saja dilakukan hal-hal yang biasa, hanya saja ada yang berbeda, kini aku bercerita bahwa aku menyukai perempuan yang satu sekolah dengan Galang. 


 "" Ha serius, lu suka dia? Yaelah nanti putus nangis udahla apaan cinta cinta, tai anjing"" Ujar Galang. 


 ""Ga, gua cuma becanda ga serius ayolah kan lu satu sekolah"" Aku memohon kepada Galang. 


Yaa, Galang sempat diam, tetapi ia menyetujui untuk membantuku. Selepas duahari kemudian, aku menjalani hari biasa aku terkejut dengan satu nomor tak dikenal yang menelponku.


📞📞📞

+62******** : Hallo, ini bener ***? 

Aku : Iya, ini siapa? 

+62********: umm aku Tema, hari ini ada waktu ga? Temenin dong 

Aku: Ha.. A.. Ha emm apaa? Boo...bolehh, kamu dapet nomor aku dari? 

+62********: Galang, oke deh kalo bisa see u jemput ya heheh love you 


(Telepon mati) 


 Heii, rasanya ingin terbang, ditambah ia mengucapkan kalimat ""love you"". Hanya butuh duahari temanku berhasil menbantuku untuk mendapatkan hati Galang, oke sepulang sekolah aku menjemputnya di sekolahan Galang. 


 ""Hai, Tema ya?"" Tanyaku yang mendatanginya dihalte.

 ""Bukann.. Maaf mas salah orang"" Jawabnya yang membuatku malu sebab salah, namun..

""Hahaha becanda kali, lagian tau aja kalo gua Tema.. Oiya temenin beli buku ya lu mau kan?"" katanya.. 

""Ma.. Maulah yaudah ayo"" Ajakku. 


Seperti tidak percaya, ternyata hanya membutuhkan duahari untuk aku mendekati Tema. Bahkan hari ke esok, dan esoknya lagi, bahkan hanya waktu seminggu, aku berhasil, berhasil menjadi pacarnya. Sangat berterima kasih kepada Galang bin sukirman, telah membantuku mendapatkan gadis ini. Padahal aku adalah seorang kutub utara, apa aku di lelehkan dengan paras cantiknya? Atau dengan senyumanya? Tidak peduli, yang kutau aku memilikinya hari ini 15 juli. 

 Hari-hari nampak cerah adanya ia, yang awalnya aku runtuh akibat hangatnya rumah, kini semula akibat dirinya. Tapi, pertengkaran selalu ada di setiap kebersamaan, layaknya ibu dan ayahku yang setiap hari beradu mulut seperti hewan pemakan segala. 

 Ketika aku kembali ke rumah yang hancur, aku mendengar tangisan bahkan tangisan itu lebih menyeramkan dari suara hantu, aku mendatanginya. Tak kusangka kukira hanya sebatas beradu mulut, ternyata ayahku mulai melayangkan tangan. Disinilah kehancuran bermula. Aku menunggu ayahku pulang dan mengambil ancang-ancang untuk membalas perbuatannya kepada ibuku, tetapi. 

 

""Apa-apaan kamu ini!"" Bentak ayahku 


""Kalo ibu ngerasain perih ditangannya, jadi kamu juga harus ngerasain hal itu!"" Ketusku 


""Udah cukup!! Cukup, yang kami mau kamu pergi dari rumah ini, kami selalu ngeributin kamu kamu apa kamu ga sadar itu?"" 

Ibu yang datang kukira membelaku ternyata perih, perih yang kudapatkan. 


""Buk, aku disini ngebela ibuk! Tingkah ayah udah kelewatan! Ternyata ibuk sama ayah ga ada bedanya kenapa kalian gapaham kenapa kalian ngebuat aku! Ketika dewasa kalian perlakuin aku kaya gini! Cukup coret nama aku dari kk gausah usir aku! Aku paham sendiri, Kukira ibuk surga ku ternyata, ternyata ibuk neraka ku!!"" 

 

 Apa aku wajar seperti itu? Atau tidak? Itu menyakitkan, aku pergi keluar dari rumah membawa tas berisikan pakaianku serta sempat mencuri uang ayahku. Aku berhenti sekolah dan memilih tak ada kabar untuk siapapum, aku sedang hancur, hidup sendirian. Bahkan Tema dan teman-temanku tak tau aku berada dimana. Seminggu berlalu aku masih tak ada kabar untuk siapapun, sehingga Tema berhasil menemukanku dan membawa kabar bahwa, neraka ku telah kembali ke sang pencipta akibat kekerasan dalam rumah tangga, luka kemarin belum sembuh, kini ditambah lagi. Meskipun kalimat kemarin menyakitkan ia tetap yang melahirkanku, tak peduli ucapku durhaka, aku masih ada rasa sayang kepadanya. Belum ku ucapkan maaf sekaligus memaafkannya kini ia menghilang, dimana seberkan sinarku lagi? Tema? Tidak mempan. Aku membenci ayahku, sangat sangat kubenci. Kepada siapa aku harus marah? Aaaa! Ingin menjerit namun aku terbiasa diam. Selain kabar duka itu menghantui kepalaku, kini Tema juga berkata 


""Kita udahan aja dulu ya, selama ini kamu kemana aja aku yakin banget kamu sama yang baru, aku tau semua nya dari Galang kamu tau kan? Rasanya tanpa kabar? Aku cukup selesain disini aja ya"" 


""TERSERAH TEMA TERSERAH! apa lo paham sama keadaan gua? Siapa Galang di hidup lo?! Tau apa dia? Kalo lo matipun gua gapeduli"" 


 Seharian memikirkan bagaimana ibuku, bagaimana Galang, bagaimana Tema. Rasanya ingin pergi dari dunia ini, sempat ingin mengunjungi makam ibuku, tapi aku memikirkan kalimatnya seminggu yang lalu, kalian tau bagaimana rasanya? Menyakitkan. Berdiam di kosan seharian menangis sendirian dibalik bantal, dan menderu derai air tangisku berkucuran, aku tak sanggup cerita kepada siapa-siapa, diam saat melihat sekeliling, bergerak ketila sendirian. Tak bisa marah, siapa yang akan ku banting? Tangisku berakhir ketika malam itu Galang datang ke kosanku. 


""Gu.. Gua turut berduka cita ya, maapin gua soalnya gua gatau harus bilang apa ke Tema"" ucap Galang. 


""Pegi lo bisa-bisanya ngejatohin gua disaat lo tau kehidupan gua kaya apa dan lo juga tau Tema cahaya gua!"" ketus ku. 


Aku mengusirnya dan menutup pintu kamarku, melanjutkan deru derai tangisan, dan melanjutkan kesendirian. Benar-benar sendirian, hingga akhirnya aku mencoba mencari teman, teman yang berbeda, yaitu kamu. Menjulang tinggi sang gunung, aku beridir disini membawakan cerita, ingin mengadu dan mengeluh. Sudah selesai, aku telah mengadu kepadamu aku juga telah mengeluh kepadamu, hampir terbang kau suryaku sebelum tinggi izinkan aku menjerit, 


""Aaghhhh"" 


Berakhir dengan jeritan, pelepas lega. Kemana aku setelah ini? Sendirian, menjalani hidup seperti biasa pada seminggu itu, dan mencoba untuk terbiasa dengan kemarin bahkan barusan. Terimakasih telah mendengarkan, aku tak butuh saran, yang kubutuh kenyamanan saat aku bercerita."


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.