https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Sangkali
Satu perkara berjuta buahnya.
Lambat, penuh duka dan lara
Tak kira akan tiba hari akhirnya,
Tak tahu kapan kutuai madu atau racunnya.
Satu harap ku dalam keheningan tiada tara,
Dua tangis ku dalam untaian makna,
Tiga rasa ku untuk mu, wahai makhluk istimewa,
Dan tak lupa beribu-ribu, berjuta-juta, berangka-angka,
Akan kucurahkan padamu wahai pemuja dewa semesta.
Gelora Asmara
Kau, seorang wanita yang bagiku
kaulah segalanya.
Kau, sesosok malaikat yang membawa
kebahagiaanku dalam dunia fana.
Kesanku padamu tiada tanding
meski sang dewi athena menjelma.
Hatiku tak rela, bila harus menjauh
dari pelukmu yang nyamannya tiada tara.
Sungguh tak mampu aku bila,
Tuhan tak restui keinginan kita.
Entah berapa lama berapa lama kumenjerit dalam tiap tangisku,
Sebanyak apapun aku bersujud,
Tuhan selalu tau, apa yang terbaik
untukku dan untukmu oh adinda.
:) :(
Fajar mewujud bersama
cahaya matahari menyapa.
Aku pergi menjemput rembulan
di terminal langit, menaiki
vespa racing yang melaju santuy.
Tadi malam bulanku menelpon,
Katanya:
Aku mau pulang, berangkat maghrib;
Tibanya fajar mungkin.
Naik bus patas antar perasaan
jurusan hati ke hati
kupacu vespa racingku yang
berjalan santuy menuju terminal langit
(menjemput bulanku tentunya).
Sambil merapal pisi mimpi:
Sayangku pulang, pulang sayangku
Sayngku pulang.......
Tenang
Fajar tadi, aku naik
ke atas batu di depan rumah.
Aku berteriak:
Semesta! Apa makna sejati
dari hidup yang tak abadi?
Kudengar jawaban dari penyair:
Hidup adalah puisi
Kudengar gonggongan dari anjing:
Hidup adalah mati
Kudengar pintu rumah berderit;
Terbuka rupanya.
Ibu keluar, menghampiriku
memelukku menyabda padaku:
Hidup Ibu adalah kamu.
By: Sulthon Muzakki
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.