https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
"ROBERTUS
Siang itu
terik membakar kulit
hitam lelaki kurus bersenandung harapan pada map lusuh
berjalan perlahan, langkah dikuatkan senyum pada wajah berpeluh
rintih salam selamat siang tanpa suara pada setiap iba mata
menjejalkan tubuh ringkih beraroma asa pada sofa tua
Lelaki itu Robertus
Seorang guru tua zaman pelita
Menggantungkan hidup pada parau suara dan gaji bulanan yang kurang setengah
Dibagi dua buat perut dan anak yang kuliah di Jawa
Mata melirik jam dinding congkak yang bergerak pongah
lirih menghitung detik demi detik sia-sia, meluapkan asa putus asa
tentang gedung sekolah yang rata dengan tanah pada Sembilan Dua
melarutkan rasa pedih di bawah dada
Kurang lima jam tiga Robertus dipanggil penjaga
di sebelah meja pria tambun dengan raut muka cemberut melontarkan nada setengah resah
Ada perlu apa ?
Robertus menyodorkan map
Lusuh
Keruh oleh debu dan peluh
Bapa, tolong beri kami satu gedung baru beratap
biar anak desa bisa hilangkan gagap
dan disana, lelaki tua tertawa
Pulanglah nanti aku atur
Robertus menyela dan menyela
Menjahit kata, asa dan lelah di ujung lidah
Menghujani lelaki tua dengan kata
Kapan
Kapan
Kapan …
Nada-nada terjaga, naik satu oktaf
Mulai Robertus bersuara yang dibalas seember penuh sumpah serapah
Map yang dilempar ke tempat sampah
Dan tubuh tua yang diseret keluar paksa
Esoknya, tepat pukul dua
Robertus terima sebuah nota
Dipindahkan
DOA SEORANG ANAK
Tuhan …
Selamat malam
Hari ini masih sama
Nilaiku merah seperti kemarin
Tolong … jangan beri tahu mama
Itu akan membuatnya marah
Tuhan …
Kuharap kau sudah temukan papa
Tolong suruh cepat pulang
Kasihan mama banting tulang
Katakan aku mirip dia
Hitam keriting dengan mata menyala
Tuhan …
Kalau nanti ketemu papa
Berbohonglah padanya sekali saja
Katakan kakek telah lupa
Pada belis lima gading yang dibilang denda
Bilang padanya aku rindu punya papa
Amin.
Ehh … Tuhan
Jangan lupa
Bangunkan aku besok pukul lima
Ada pr yang harus kukerjakan
SUARA ORANG GILA
Dulu kita pernah dijajah
Berebut remah roti seperti anjing serupa domba kita diadu diusir seperti ayam
Menghitung tulang - tulang dada yang angkuh mencuat dalam lumpur dan keringat
Otak kita ditindas jiwa kita diperas
Dipaksa kerja tanpa batas dalam todongan laras
Muka memelas kita diludah bagai sampah, dikatai budak tak waras kala serukan balas
Makanya kita angkat senjata demi usir angkara dari nusantara
Jutaan kita mati tapi penjajah akhirnya pergi membawa serta darah luka dan peti
Lalu kita sama-sama menangis
Menautkan kelingking dan bersumpah sebagai saudara satu bangsa di bawah pekik proklamasi
Berteriak Merdekaaaaaaaaaa dan berjanji untuk berdikari
Dua ribu dua puluh satu, 76 tahun kita masih di tempat ini
Berteduh di bawah payung besar bermerek Pancasila, bertuliskan belasan kata sarat arti
demokrasi, toleransi, integrasi, antikorupsi, mandiri dan lain lagi
disana disini dimana-mana
Kita dihantam tapi kita setia bertahan
Berlindung pada cengkeram garuda dan Pancasila
di ketiak pemerintah dan para tetua di Senayan
Tapi saudaraku, saudariku
Mari kita bicara sebentar
Cuma sebentar
Tentang kita, anak – anak kita
Yang dibanting polisi saat berdemonstrasi
Saat suara-suara oposisi dibungkam, mural-mural ditembak cat hitam legam
Ini yang namanya demokrasi ???
Mari kita bicara sebentar
Cuma sebentar
Tentang bom bunuh diri, rumah ibadah yang diberi api
Minoritas yang dipaksa memuji tuhan dalam hati, rasisme yang anak-anak kita terima dan beri
Ini yang namanya toleransi ???
Mari kita bicara sebentar
Cuma sebentar
Tentang anak-anak kita, perawat, pekerja, guru, polisi dan TNI yang setiap hari harus mati dibunuh secara keji
ditembaki Kelompok Kriminal Bersenjata di ujung negeri
Ini yang namanya integrasi ???
Mari bicara sebentar
Cuma sebentar
Tentang banyaknya pejabat dan politisi yang tersandung kasus korupsi
Tentang para pencuri uang rakyat yang tanpa malu tampil di televisi dengan tangan diborgol tersenyum ceria sembari mengacungkan jemari penuh arti kami tak bersalah, kami cuma ambil sedikit upeti
Ini yang namanya antikorupsi ???
Mari bicara sebentar
Cuma sebentar
Tentang Lapindo yang merugi, Freeport dan tambang-tambang kita yang dikeruk tanpa henti oleh bangsa berkulit putih dan saudara kita sendiri demi keuntungan pribadi, bukan demi anak-anak Pertiwi
Apakah harus kita definisikan ulang arti mandiri ???
Ah … saudara, saudari
Maafkan aku, orang gila yang mengoceh tanpa henti
Tanpa jeda dan tapi
Aku baru sadar kalian buta mata, buta hati
Ini hanyalah suara orang gila
Tak lagi penting itu atau ini
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.