Renungan Jiwa - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Renungan Jiwa


Menepi dari sudut keramaian

Merenung dalam ruang hampa kedamaian

Tampak tenang,

Namun tak setenang yang terpandang

Tampak damai,

Namun tak sedamai yang terintai


Jiwa bergelut memerangi nafsu

Sukma terpana angan kelabu

Bisikan hati senjang dengan keadaan

Asa gentar akan ketakutan

Langkah terpaku akan kekhawatiran

Ambisi tertekan cibiran


Bagaimana raga ini melepas keresahan?

Ingin beranjak namun tergoyah

Nestapa membalut jiwa payah

Memandu diri hendaknya bergerak meraih yang tinggi


Terperanjat aku dengan semua gelisahan ini

Mengguncang anggapan? Ya, saatnya kini

Tak seharusnya terus membisu

Merobek gagasan yang membelenggu



Titp Pesan Pada Semesta


Dahulu, aku tak percaya tentang menitipkan pesan pada rembulan

Aku tak percaya tentang merindu dikala hujan


Bagaimana mungkin ia dapat merasakan

Apa yg ingin kita katakan hanya melalui elemen alam?

Bagaimana bisa pesan itu dapat tersampaikan dan ia paham,

Sementara kita hanya diam?


Katanya, ada ruang rindu yang tercipta

Ada suatu getaran yang entah apa namanya, namun dapat terasakan

Getaran itu menyampaikan pesan dari hati yang terdalam

Dan pesan sampai padanya bak mendapat ilham


Yaa,

Ujaran itu terkesan hanya angan-angan

Hanya sebuah bualan dan kemustahilan

Yang diciptakan oleh pikiran insan yang sedang kasmaran


Namun ternyata,

Setelah aku tiba pada suatu genggaman,

Genggaman rasa yang ku rasa ia pun merasa,

Aku pun terpana dengan rasanya


Terkejut terheran-heran tak mengerti apa yang telah terjadi

Apa yang terjadi dengan benak ini,

Yang tiba-tiba saja selalu tertuju pada satu insan yang tertanam di hati


Semenjak adanya getaran itu,

Aku pun paham tentang mendamba dikala hujan,

Tentang bisingnya hati di waktu lengannya malam

Saat Sang insan kian tak terpandang


Dan kini,

Kala hujan menyapa ku

Seketika benak ini melunak bak terlintas dirinya dan terpaku.

Saat ku berjumpa dengan rembulan dan mataku tertuju,

Tergencar hati berbisik dengan sendu

Menitipkan pesan padanya, karna ku hanya mampu membisu

Pesan rindu yang berimbuh kian rancu


Aku telah paham bagaimana rasa menitipkan pesan pada semesta

Bagaimana getaran menyampaikan rasa dengan tak terduga

Semua sudah di luar kendali kita

Itulah kuasa Sang Pencipta



Sang Penata Kenangan


Hadir mu tak pernah terencana

Tawa mu selalu terasa renyah

Mengirim ceria, dan hampa enyah


Sesingkat waktu fajar menuju terbitnya mentari

Engkau mendekap di setiap hari

Kau buat wajah ku berseri

Namun tak lama engkau berlari


Dengan semua kenangan yang kau tinggalkan

Bersama air mata yang menerus aku luapkan

Bagaimana bisa engkau semudah itu membuat luka?

Luka yang masih membekas di dalam benak ku ini

Luka yang tak pernah ku duga sebelumnya,

akan menghampiri jiwa yang ku jaga kesuciannya ini


Untuk mu Sang penata kenangan,

Yang kini bersama dirimu hanya menjadi kenangan,

Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih

Terima kasih atas segala buah kenangan juga kesedihan

Yang engkau timpukkan padauk


Terima kasih,

Aku teah mengambil banyak pelajaran dari semua darah tak berwujud

Yang engkau lumuri dalam hati ku


Ku harap engkau menemukan kembali

Tempat untuk menciptakan kenangan

Tanpa harus rasa kasihnya terbuang


by: Intan Sholihatin"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.