Peri Pelangiku - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Peri Pelangiku

Karya:Husna Haidir


Kuingat suatu malam

Keruh, kelam tak nampak setitik kirana

Jauh disana kau terbang kearahku

Jemari membawaku mengudara


Binar sayapmu menari diatas pelangi

Kau ajarkanku susuan warna

Bahkan sampai kuhafal ukiran bintang

Meteorpun habis kutaklukan 


Manis melodimu menentramkanku

Peluk hangat hingga lubuk kalbu

Corakmu sebening halimun

Dan diriku tak seelegan sihir cintamu


Lagi-lagi kau membawaku pada dunia fantasi

Disana kuteliti makna kehidupan

Kau ajari sabar dan sembunyikan tusuk pedang

Terimakasih tuk segala kilauan, peri pelangiku



Bumiku Terkikis

Karya:Husna Haidir


Di tepian nestapa

Ku duduk diiringi irama

Denting piano yang tentram

Dan Dunia yang terlihat mega


Kata nenekku silam cendayan

Kata kakekku silam berona

Bagaimana elok jika paru"" saja kau tebangi

Lautan habis kau bombardir


Pasir putih kini dipenuhi plastik kaca

Ulah tangan-tangan jahil

Manis batang tebu telah menjadi getir

Lantas guna apa ucapan ""Selamat hari bumi""


Botani yang merasa iba

Dimana fardumu wahai petinggi

Lihatlah senyum kepalsuan yang dikirim Bumi

Lekas elok Bumi Pertiwi



Pilu Anak Pertama

Karya : Husna Haidir


Angin pagi menyadarkan

Menyejuk cakrawala

Menghiasi corak diri

Soal intan tak perlu dipertanyakan


Mental ini sekuat baja

Berlatih dewasa dari durasi

Berjabat direktur oleh perlakuan

Karna diri dituntut contoh


Letih, namun inilah anak pertama

Terpaksa adil sembunyikan tangis

Perilaku adikpun menjadi tanggungan

Tugas ini berlipat ganda


Ibu orang rangkul anaknya aku iri menyaksikan

Senyum penuh kepalsuan yang kuberi ke ayah

Gadang malam sudah biasa

Demi selembar kertas dengan huruf A"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.