Perahu Kayu Waru Ibu - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Perahu Kayu Waru Ibu

oleh : Sudarto


Menjaga air dibejana agar tak tumpah

Karena hadirnya beriring cucuran darah

Kasih tak akan habis walau semua tercurah

Dengan tajam sorot mata mengawasi setiap langkah


Mengubur cemas semalam tak berhenti hujan

Air pasang arus berlari kencang tak mau berteman

Cobalah tenang hadapi kenyataan senyum ibu berpesan

Dayung kuat sampan hingga sampai bertemu persinggahan.


Perahu kayu waru ibu

Terlihat rapuh tapi sangat tenang melaju

Terbalut warna jingga bercampur do’a restu

Jelas terjaga tak ada retak di didingmu


Tempat singgah didepan mata

Himpit menabrak mencari tempat kosong disana

Hampir bersandar keseimbangan tak terjaga

Jatuh terseret arus sisakan luka


Tatap kedepan jangan menepi berenang

Lekas bangkit karena  kau bukan pecundang

Lupakan rasa nyeri luka yang meradang

Yakinlah sungai ini sangat panjang.



Dongeng

oleh : Sudarto


Jaman dahulu kala sebagai awal mula

Diam bersimpuh hanyut dalam alur cerita

Telusuri lorong waktu merangkai sketsa

Terikat erat sampai kini mengisi ruang kepala


Dongeng tenangkan jiwa kami

Sambung lidah tak tercatat sebagai prasasti

Karena cerita ibu dengan suara hati

Pengantar tidur arungi mimpi


Dongeng bukan celoteh orang purba

Peradaban mereka berperisai norma

Lebih dalam dipalung memahami etika

Coba telaah pasti temui pesan moral setiap rangkaian kata


Dongeng nasibmu kini

Teronggok rapi dalam kokoh almari

Bukan tak cakap kami menyaji

Cari kambing hitam teknologi disalah arti


Koar gerakan literisasi mengema

Sibuk profesor meramu formula

Tapi hanya sebagai peredam saja

Karena budaya berlari meninggalkan etika



Petan 

oleh : Sudarto


Duduk berderet tak berhadapan

Rapi tanpa intruksi terkecil didepan

Coba bergeser mencari posisi ternyaman

Hilangkan penat kerja seharian


Jari lincah menari dikepala 

Tak ada yang terlewati semua teraba

Ujung rambut sampai kulit kepala terpriksa

Kutu tertangkap beserta telurnya


Suara lirih irama ghibah

Mencari aib ditumpukkan sampah

Tersaji indah tak peduli semua salah

Demi percaya terucap sumpah


Petang datang tepat waktu

Paksa potong cerita tak bermutu

Pulangkan kerumah satu persatu

Lupa menghitung hasil tangkapan kutu.


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.