MENDEKAP RINDU DALAM JARAK - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


MENDEKAP RINDU DALAM JARAK


Dunia yang fana sudah semestinya di isi dengan hal yang tidak abadi, ada dan datangnya akan tiada dan pergi, lahir dan hidupnya akan tenggelam dan mati. Begitu juga dengan derita, penderitaan ada karna kebahagian yang telah usai menemani.

Ini kisah nyata yang dialami insan yang hina, dimana saat itu dia pikir kebahagian yang menghampirinya tidak akan berubah jadi perih, tentang sahabat dan seorang anak kecil, dimana dia mulai tahu bahwa rasa sayang dan peduli itu bisa terjalin tanpa adanya ikatan darah.

Namanya Iqbal, dia masih sekolah SMA saat itu, saat dimana Iqbal harus merelakan kepergian salah satu sahabatnya, namanya Reni Munasifah, dia harus mondok di pondok pesantren miftahul falah Cigalontang sekaligus sekolah disana, meskipun ada ke-Tiga sahabat lainnya yaitu Aji, Helma dan Tira, tapi tetap saja kehilangan satu sahabat itu sangat menguras emosi, yang biasanya suka barengan ber-Lima kini hanya ber-Empat saja, perasaan Iqbal juga di rasakan oleh ke-Tiga sahabat lainnya.

Iqbal dan Helma yang rumahnya searah dengan Reni, belum terbiasa dengan kekosongan yang terjadi diantara keduanya, rasa sakit karna dipaksa merelakan kepergian masih membatin di dalam hati.

“aku tidak menyangka dia benar-benar pergi” kata Iqbal saat itu kepada Helma dalam langkah sepulang sekolah, yang biasanya ber-Tiga sambil bercanda, kini hanya tinggal ber-Dua.

“kau benar, masih terasa aneh rasanya, mungkin karna belum terbiasa” helma yang dari dulu satu kelas bahkan satu bangku dengan Reni pasti sangat amat kehilangan, kemana-mana pasti mereka bersama-sama, sedangkan kini keduanya terpisah oleh jarak.

“tapi tidak baik juga kita lama-lama seperti ini, Reni pergi untuk belajar dan menjadi lebih baik, sebaiknya kita bangkit agar tidak tertinggal olehnya” helma berusaha menguatkan Iqbal dan dirinya, bagaimanapun juga apa yang terjadi sekarang memang seharusnya terjadi karna sudah ditakdirkan sebelumnya, mereka hanya harus menjalaninya saja, walaupun menerimanya secara paksa.

Iqbal tersenyum mendengar ucapan Helma “kau benar, lagian Reni juga disana pasti lebih sedih dari pada kita, karna dia sendirian di sana, sedangkan kita masih bisa bersama-sama di sini” lanjut Iqbal 

“kita do’a kan saja, agar Reni betah dan baik-baik saja disana” dengan senyum yang menahan sedih mereka mengaamiinkan dalam bentuk saling mengikhlaskan.

Sesampainya Iqbal di rumah, Iqbal langsung tiduran didalam kamarnya sambil melihat album foto di hp nya, melihat foto mereka be-Lima saat masih bersama-sama, kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya adalah kelemahannya, akan tetapi Iqbal teringat kata-kata Helma, bahwa dia harus bangkit jangan terlalu larut dalam kesedihan, akan sangat memamlukan jika nanti ketika Reni pulang dari pondoknya dan melihat keadaannya yang masih begitu saja tidak berubah.

Iqbal berusaha membiasakan diri dengan kekosongan yang belum terbiasa ini, begitu juga dengan Helma, Aji dan Tira, karna tidak ada siapapun yang mampu menepis akan takdirnya

Ketika Iqbal sedang asik melihat foto kebersamaan nya dengan sahabat-sahabatnya, ibunya memanggil untuk makan siang, Iqbal pun menghentikan kegiatannya dan langsung menghampiri ibunya.

“ibu mau kemana?” tanya Iqbal yang melihat ibunya tergesa-gesa merapihkan kerudungnya didepan pintu

“ibu mau ke rumah uwa kamu dulu” jawab ibunya yang masih sibuk merapihkan kerudungnya

“kamu makan saja! ibu tadi sudah duluan, lauknya ada dilemari tempat biasa” lanjut ibunya sambil membuka pintu dan mengucapkan salam lalu pergi

“wa’alaikumussalam” jawab Iqbal sambil melihat ibunya pergi begitu terburu-buru, tapi Iqbal tidak mau mencari tahu, dia lebih baik pergi kedapur untuk makan.

Iqbal terlahir dari keluarga sederhana dua bersaudara, Iqbal memiliki seorang adik laki-laki saat dia kelas dua SMP, cukup lama bagi Iqbal menjadi anak tunggal, ketika teman-teman dan sahabatnya membicarakan saudaranya masing-masing, Iqbal selalu terdiam karna tidak bisa merasakan apa yang mereka rasakan, sampai akhirnya Iqbal ingin sekali memiliki saudara dan alhamdulillah Alloh kabulkan walaupun menunggu sampai kelas dua SMP waktu itu terasa lama

Iqbal sangat bahagia ketika adiknya lahir, bayangannya hari-hari Iqbal akan sangat menyenangkan mulai dari sana, ternyata semuanya tidak sesuai yang diharapkan Iqbal, seiring berjalannya waktu berganti hari, bulan dan tahun, adiknya yang bernama DAFA MUHAMMAD SUMIRNA tumbuh semakin besar, Iqbal selalu dibikin jengkel oleh adiknya.

Yang biasanya pulang sekolah Iqbal selalu menikmati tidur siangnya, kini tidur siangnya selalu di jajah oleh adiknya, terkadang ibunya Iqbal juga suka mengomel apabila Iqbal dan adiknya bertengkar, sebagai seorang kakak otomatis Iqbal harus mengalah, belum lagi saat hari libur sekolah tiba yang biasanya Iqbal menikmati hari liburnya kini selalu disuruh menjaga adiknya, karna ibu Iqbal memang bekerja sebagai penjahit dirumahnya dan ayahnya merantau ke Bandung, jadi ibunya meminta tolong untuk menjaga adiknya

Hari-hari Iqbal terasa berat sejak memiliki saudara, terkadang perasaan menyesal pernah menginginkan saudara selalu mengahampirinya ketika sedang jengkel terhadap adiknya, sejak Iqbal memiliki saudara ibu-ibu tetangganya yang memiliki anak kecil seusia Dafa suka datang kerumah untuk sekedar berkumpul sambil mengasuh anak-anaknya, dan semua itu membuat Iqbal tambah kesal, rumahnya jadi sangat berisik sekarang.

Sepulang sekolah Iqbal jadi jarang dirumah kalau anak-anak tetangga pada main kerumahnya, setelah ganti pakaian Iqbal selalu pergi mencari tempat yang lebih tenang, ke sawah atau ke gubuk tempat para petani istirahat itu membuat Iqbal lebih tenang, Ibunya Iqbal juga sudah tidak heran kalau sehabis  pulang sekolah Iqbal suka langsung pergi lagi, karna Iqbal sebelumnya emang jarang keluar rumah jadi dia tidak memiliki teman bermain, sedangkan sahabatnya Aji rumahnya jauh

Dalam keheningan gubuk serta hamparan pesawahan yang luas Iqbal selalu memikirkan bahwa kenapa dia dulu menginginkan saudara, kalau kenyataan nya seperti ini, dalam hatinya Iqbal selalu merasakan kesal yang luar biasa ketika membandingkan dengan kehidupannya dulu sebelum adiknya lahir

Iqbal juga mengakui bahwa sejak kelahiran adiknya, dia jadi kurang suka terhadap anak kecil, bagi Iqbal anak kecil itu hanya makhluk yang diciptakan oleh Alloh untuk mengganggu saja

 tapi mau bagaimana lagi, bagaimanapun juga Dafa adalah adiknya yang harus dijaga dan disayang, sebagai seorang kaka Iqbal paham betul akan kewajibannya.

Setiap hari libur sekolah, Iqbal selalu membantu Ibunya mengambil air untuk kebutuhan minum dan kebutuhan lainnya, dan dia juga selalu menyempatkan mengambilkan air untuk gurunya, karna kebetulan tempat Iqbal suka mengambil air itu melewati rumah gurunya, dan kebetulan juga gurunya itu adalah orangtua Reni sahabatnya, iqbal sangat senang ketika mengambilkan air untuk gurunya, karna selain bentuk takdzim terhadap guru, melihat rumahnya mengobati rindu Iqbal terhadap sahabatnya

 Akan tetapi hari libur itu menjadi sesuatu yang tidak pernah Iqbal bayangkan sebelumnya,  saat dimana Iqbal sedang menyimpan air dirumah sang guru. “ Iqbal” suara panggilan yang lembut itu amat Iqbal kenali, Iqbal tersenyum saat gurunya menghampiri “iya wa” Iqbal memanggil gurunya dengan sebutan uwa guru, “kesini sebentar!” iqbal pun menghampiri uwa guru dan tertunduk malu dihadapannya

“Iqbal, kamu bersedia gak jadi seorang pengajar” pertanyaan yang tiba-tiba itu membuat Iqbal seketika kaget, sedikitpun Iqbal tidak pernah terpikir bahwa pertanyaan seperti ini akan dilontarkan untuknya.

“mengajar apa wa” iqbal menjawab dengan sebuah pertanyaan

“kelas satu Diniah” penegasan dari jawaban uwa guru membuat Iqbal terkaget untuk yang kedua kalinya, iqbal tidak pernah membayangkan sedikit pun bahwa dalam hidupnya ia akan jadi seorang pengajar, apalagi ini mengajar anak-anak, makhluk yang selama ini Iqbal berusaha menjauh dari mereka,

Iqbal sudah membayangkan ketika ia sedang mengajar anak-anak kelas satu diniah akan setresnya luar biasa, pikiran Iqbal sudah berlarian kesana kemari. Iqbal begitu bingung dengan posisinya sekarang, satu sisi Iqbal tidak mau harus mengajar anak-anak, karna tidak sukanya terhadap anak-anak  itu sudah cukup menjadi sebuah alasan, tapi satu sisi, Iqbal tidak mungkin mengecewakan gurunya, uwa guru mengatakan ini berarti beliau percaya kepada dirinya.

Iqbal tidak bisa kalau harus berurusan dengan anak-anak, menurut Iqbal  mengajar anak-anak hanya akan membuatnya tertekan, Iqbal sudah membulatkan tekad untuk menolak tawaran dari uwa guru.

Iqbal berusaha menenangkan jiwanya yang hampir terguncang akan situasi yang sedang dihadapinya, Iqbal sudah siap untuk mengatakan penolakannya dari pertanyaan uwa guru, tapi seketika penolakan itu sirna dari otaknya, ketika melihat senyum uwa guru yang begitu indah dan berwibawa, 

“iya wa, saya bersedia untuk mengajara didiniah” saat itu Iqbal melihat senyum uwa guru penuh harapan, entah apa perasaan yang menghampirinya saat itu, ketenangan dan kewibawaan beliau merubah 100 % jawaban yang telah Iqbal bulatkan tadi.

“alhamdulillah, bagus kalau kamu bersedia, sabtu nanti kamu sudah boleh mengajar ya” Iqbal mengangguk sambil pamit untuk mengambil air lagi lalu pulang.

Dalam setiap langkahnya Iqbal terpikir bagaimana ia menghadapi anak-anak nanti, kalau ada Reni pasti dia yang disuruh mengajar bukan dirinya, dan tidak terasa sudah setahun iqbal berpisah dengan Reni, senin besok adalah tahun ajaran baru, Iqbal saat itu naik ke kelas 2 SMA saat diberikan amanah untuk mengajar didiniah.

Waktu terasa cepat, padahal Iqbal berharap satu detik itu terasa satu jam namun mau bagaimana lagi hari sabtu akan datang walau selama apapun waktu menerpa ruang.

Iqbal datang ke sekolah 10 menit lebih awal dari jam masuk, karna Iqbal belum tahu bagaimana kebiasaan anak-anak di sekolah, jadi Iqbal lebih memilih untuk tidak telat dihari pertamanya, bagaimana pun juga amanah yang diberikan kepadanya adalah sebuah penghormatan dari uwa guru, dan dia jangan sampai mengecewakannya

Iqbal masuk dengan beruasaha senyum agar terlihat ramah di hadapan anak-anak, saat dari awal masuk anak-anak sudah memperhatikan Iqbal, mungkin bertanya-tanya siapa orang ini, dan untungnya uwa Heni istri dari uwa guru, menyapa Iqbal,terlihat anak-anak juga berkerumun untuk menyalami beliau yang baru datang, karna kebetulan uwa Heni juga mengajar anak-anak tingkat TK

“Kamu di sini saja bal, kelas satau” kata uwa Heni mengarahkan Iqbal kepada ruangan kelasnya, Iqbal mengangguk sambil memberikan jalan untuk uwa Heni lewat menuju kelasnya, kebetulan kelas Iqbal dan kelas tempat Uwa Heni mengajar saling bersebelahan

Iqbal berjalan menghampiri tempat guru yang telah disediakan, terdengar anak-anak yang berbisik karna mungkin masih malu dengan Iqbal sebagai guru baru mereka, kebanyakan kelas satu di sini lulusan dari TK yang Uwa Heni ajar sebelumnya, jadi mereka sudah saling mengenal 

Jantung Iqbal sebenarnya dari tadi tidak berhenti bergaduh didalam jiwa yang sempit dan gelap, tapi dari pada memikirkan semua itu, perhatian Iqbla lebih tertuju kepada satu muridnya yang membuat Iqbal penasaran, Iqbal tahu anak ini pernah ikut lomba cerdas cermat tingkat kabupaten saat dia masih ditingkat TK, tak menyangka sekarang Iqbal berhadapan dengannya.

Namanya Ikhsan, dia cukup membuat Iqbal tertarik untuk memperhatikannya, namun hanya bertahan 3 hari, ternyata sepintar apapun Ikhsan, dia tetaplah anak-anak yang selalu bikin onar dan menjengkelkan. Dan setelah itu pernah juga terjadi suatu hari Uwa Heni memindahkan satu muridnya ke kelas Iqbal,  bisa dibilang loncat kelas, dengan alasan mengajinya sudah bagus diluar kemampuan usianya.

Iqbal juga mengingat anak ini, anak ini juga ikut lomba cerdas cermat dengan ikhsan saat itu, namanya Dika, Iqbal tidak menyangka bahwa dika satu kelas lebih muda dari Ikhsan, Iqbal pikir mereka satu kelas

Tapi Dika sedikit lebih unik, Iqbal cukup lama memperhatikan Dika, entah kenapa melihat dua anak cerdas dihadapannya hati Iqbal selalu semakin penasaran dengan tingkah lakunya, namun terhadap Dika juga harus berakhir dengan kekecewaan, Iqbal selalu melupakan tentang bahwa mereka hanyalah anak-anak, tidak mungkin mereka bertingkah ajaib, atau memberi kekaguman yang menarik, Dika hanyalah anak biasa, yang bandel dan bikin onar yang terkadang membuat Iqbal menahan amarah dibuatnya, Dika seperti Ikhsan dan seperti anak-anak lain pada umumnya

Satu bulan Iqbal telah melakukan perannya sebagai pengajar, melawan berbagai tingkah laku anak-anak yang selalu membuat hati Iqbal menjerit, ingin rasanya mencabik-cabik anak-anak ini tatkala mereka sedang eror dengan sikap-sikap mereka, namun satu sisi juga Iqbal tidak bisa menyangkalnya bahwa anak-anak juga mampu memberikan kebahgian dengan cara mereka. Tetatpi tetap saja bagi Iqbal mereka hanyalah anak-anak, berharap lebih kepada mereka adalah tindakan tanpa kepastian.

Namun dari semua keluh kesah yang selalu Iqbal teriakan didalam hatinya, yang selalu menerjemahkan ekspresi kebahagiannya lewat senyuman palsunya, Alloh memberikan hal yang tidak pernah Iqbal pikirkan untuk kesekian kalinya, seorang anak melintas dihadapannya dengan senyuman yang tidak pernah terpikir hanya sebuah senyuman mampu mengubah segalanya

Dia Muhammad Rafa Alviansyah, salah satu murid Wa Heni kelas TK A, Rafa masih suka diantar oleh ibunya, jadi sesekali dia selalu mondar mandir ke kelas dan ke ibunya, sikap seorang anak yang normal pada umumnya, Iqbal pun tidak memperdulikannya, akan tetapi entah kenapa senyuman itu selalu terbayang, dan selalu saja tepat moment saat Rafa melintas dihadapannya, Iqbal selalu bisa melihatnya, dengan senyumannya yang membuat Iqbal membalas senyuman itu pada akhirnya

Iqbal bertanya kepada salah satu muridnya, tentang siapa anak itu dan dimana ia tinggal, anak murid Iqbal pun menjawab, bahawa anak itu adalah Rafa dia tinggal di Kp.Cipurut, dan kampung itu bersebelahan dengan kampung Iqbal, entah kenapa sifat penasaran terhadap anak-anak sering muncul sejak saat itu dan tentang Rafa Iqbla masih terus bertanya-tanya kepada siapapun yang menurut Iqbal mengetahui tentang Rafa.

Iqbal tahu tentang sensasi yang sedang dirasakan saat ini, iqbal sudah tidak merasa aneh lagi, sensasi yang pernah Iqbal rasakan saat pertama kali melihat Ikhsan dan Dika, dan Iqbal pun beranggapan bahwa perasaannya terhadap Rafa akan beakhir seperti Ikhsan dan Dika, hanya perlu menunggu waktu saja, sampai Iqbal melihat Rafa menunjukan sikap anak-anaknya, kebandelannya dan keonarannya, setelah itu Iqbal akan merasa biasa lagi dengan perasaannya.

Akan tetapi diluar asumsi yang pernah hatinya kumandangkan ternyata Iqbal sudah sangat jauh mengenal Rafa, bahkan Iqbal dan Rafa sudah banyak menghabiskan waktu bersama, seperti kakak dan adik, Iqbal juga sudah dianggap oleh keluarga Rafa, dan kebersamaan ini sudah lebih dari Dua tahun dari awal perjumpaan, Iqbal juga tidak menyangka, ketertarikan terhadap Rafa adalah hal yang baru baginya, yang awalnya dianggap hanya akan bertahan beberapa minggu saja, ternyata bisa sampai sejauh ini, hal ini sangat luar biasa bagi diri Iqbal sendiri, perosesnya cukup panjang, banyak orang yang menyulitkan Iqbal dan Rafa dalam prosesnya, tapi entah bagaimana Iqbal dan Rafa mampu melewatinya

Dua tahun telah di tempuh, Iqbal sudah hampir sampai di titik terakhir sekolahnya, sebentar lagi lulus, begitu juga dengan Rafa dia sudah lulus dari Tk, Dan naik ke kelas satu, Iqbal dan Rafa tidak sabar untuk segera masuk ajaran tahun baru, dengan begitu mereka berdua bisa lebih dekat sebagai Guru dan murid.

Iqbal juga mendengar kabar bahwa Reni munasifah akan pulang dari pondoknya setelah tiga tahun belajar disana dan tinggal lagi dirumahnya, itu menambah kebahagian untuk Iqbal, persahabatan yang  telah lama kopong kini akan segera kembali kumplit, dan juga Rafa yang akan menjadi muridnya.

Tapi Alloh berkehendak lain, setelah lulus sekolah Iqbal harus bekerja, ia pergi ke jakarta dan bekerja di tempat saudaranya, jujur itu sangat menyakitkan bagi Iqbal, ketika semuanya sudah mencapai hal terindah, sudah di depan matanya, kini harus sirna karna jarak, kini Iqbal yang meninggalkan sahabatnya sekaligus murid kesayangannya harus menerima akan takdirnya

“berapa lama Aa akan pergi” kata-kata terakhir dari Rafa sebelum perpisahan masih terngiang-ngiang didalam pikiran Iqbal, dalam perjalannnya menuju jakarta Iqbal menyadari kalau dirinya melupakan sesuatu yang seharusnya tidak pernah terlupakan, bahwa seindah apapun hal yang akan kau genggam jika tempatnya masih dunia, itu jelas sifatnya sementara

Iqbal juga menyadari perubahan cara pandang terhadap anak-anak yang kini berubah, melihat anak-anak selalu mebuat Iqbal tersenyum, teringat saat berpisah dengan Dafa adik kandung Iqbal, begitu sakit rasanya, Iqbal telah menyayangi Adiknya dengan perasaan yang belum pernah ia berikan sebelumnya

“semua ini karna dirimu Rafa” bagi Iqbal Rafa adalah pembuka dari rasa yang selama ini tertutup dalam dirinya, Iqbal menyadari cara yang salah dalam memandang ciptaanya, khususnya anak-anak, bahwa segala ciptaanya itu memiliki nilai yang berharga pada setiap karakternya masing-masing, kini Iqbal selalu bahagia ketika bersama anak-anak, rasanya aura Rafa selalu ada disana.

Dan mengingat ke-empat sahabatnya Aji, Helma, Tira dan Reni yang sudah sibuk dengan masa depannya masing-masing, walaupun saling berpisah karna jarak yang tampil secara sepihak, kepergian memang membuat Iqbal hanya mampu mendekap Rindu dalam jarak.

SELESAI.





"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.