MEJA MAKAN - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


MEJA MAKAN


Pernahkah kalian berpikir hal kecil apa yang selalu kalian rindukan dan ingin kalian lakukan semasa hidup. Aku juga punya, hal tersebut sudah aku lakukan sejak kecil dan mungkin tak bisa aku ulangi lagi, yaitu makan bersama di meja makan dengan suasana hangat yang membawa keharmonisan.

Pontianak, 2010

Perkenalkan namaku Elin Mauria, biasa dipanggil Elin. Saat ini aku berusia 12 tahun dan duduk di bangku SMP kelas 1. Hari pertama disambut dengan teriknya mentari yang merayap melalui celah-celah jendela dan melekat di pelupuk mata, aku pun membuka mata perlahan dan segera mandi untuk bersiap ke sekolah. Di dapur seperti biasa ibu menyiapkan sarapan dengan tatanan rambutnya yang khas diikat dengan karet sayur yang didapat sehabis membeli sayur dan dengan daster yang selalu berbeda setiap harinya. Kami pun akan duduk berhadapan sesuai tempat duduk masing-masing, namun kakakku yang lebih tua 5 tahun, segera berlari dan pamit tanpa sarapan, karena dia sangat sibuk dengan kuliahnya. Dan hanya aku, ibu, dan ayah saja yang makan bersama, setelah itu aku akan pamit dan berangkat sekolah diantar oleh ayah.

Disekolah aku bukanlah murid yang pintar ataupun berbakat, aku hanya murid biasa yang ingin menjalani hidup yang normal. Hari ini aku ada ekskul tari sepulang sekolah, dan biasanya aku pulang dengan naik angkot. Waktu menunjukkan pukul 5 sore dan waktunya aku pulang. Sesampainya di rumah, rumah sangat sepi dan terasa hampa. Aku berkeliling rumah mencari ibu, karena biasanya ibu selalu ada di rumah, namun tidak ada tanda-tanda kehadiran ibu, kakak pun juga tidak ada. Aku juga memanggil ibu tapi tidak ada yang menjawab. Aku pun langsung mandi dan menuju ke kamarku, segera setelah aku berbaring, aku tertidur pulas.

Aku pun terbangun dan melihat jam menunjukkan pukul 9 malam. Aku pikir ibu pasti ada dibawah dan ingin melihatnya. Segera aku menuruni anak tangga, tapi baru setengah aku turun, terdengar ayah sedang memarahi ibu, aku pun segera turun dan mengendap-endap dibalik tembok penghalang ruang makan dengan ruang tamu. Aku melihat ibu menangis dan memohon-mohon, tapi aku tidak mengerti kenapa. Kulihat ayah semakin marah dan berteriak bahwa ia akan menceraikan ibu, sambil memukul meja makan hingga kaki bagian kiri meja tersebut patah dan ""braak!"" semua peralatan makan berhamburan di lantai. Ayah segera keluar dari ruang makan, saat ayah keluar mataku dan ayah bertemu, seketika keringat dingin mengucur dan aku terdiam membeku, namun ayah melewatiku begitu saja. Aku bisa merasakan angin dingin menyapu tubuhku dan menyadarkan dari kebisuanku, segera aku menghampiri ibu yang menangis sambil mengumpulkan peralatan makan yang berserakan. Saat aku tiba, ibu langsung menyapu air matanya dan bertanya kenapa aku tidak tidur. Tapi aku hanya terdiam dan menatap matanya yang sembab dan tanpa kusadari aku bertanya kenapa ayah ingin bercerai? Namun ibu segera menyuruh aku diam dan segera tidur. Aku pun naik dengan pikiran yang dipenuhi banyak pertanyaan, bahkan semalaman aku tak bisa tidur dan entah kenapa, wajah ibu yang menangis dan hentakan tangan ayah pada meja makan terus menghinggapi pikiranku. Kucoba mengajak malam untuk bersahabat tapi suara-suara dan perasaan itu terus teringat.

Hingga mentari kembali menyapa, entah kenapa aku takut untuk turun ke bawah, aku takut melihat apa yang seharusnya tidak kulihat. Aku pun berinisiatif untuk mengajak kakak turun bersama, ku ketuk pintu kamarnya, tapi tidak ada jawaban. Aku menggoyang-goyangkan gagang pintunya dan tidak ada tanda-tanda kehidupan yang bergerak. Dengan berani aku turun dengan menunduk, saat sampai di depan meja makan, kulihat tidak ada siapapun, padahal biasanya ibu sudah bolak balik menyiapkan masakan. Kubuka tudung saji dan tidak ada makanan sama sekali. Aku berpikir mungkin ibu masih lelah dan perlu banyak istirahat. Tanpa pikir panjang aku langsung ke depan dan bersiap ke sekolah dengan naik angkot, tapi baru beberapa langkah aku ke depan tiba-tiba aku mendengar ayah menelpon seseorang dengan kata-kata yang puitis dan terkesan merayu, kudengar ayah memanggil sayang dari balik telepon. Aku heran karena ayah tidak memanggil ibu seperti itu, aku pun menunggu dibelakang ayah dan saat ayah berbalik, ia sangat terkejut tapi langsung berjalan melewatiku. Aku ingin bertanya namun bibir ini seakan dikunci dengan rapat sehingga aku juga hanya diam dan berjalan ke depan untuk berangkat sekolah.

Disekolah aku tak begitu memperhatikan pelajaran, aku hanya melamun dan terus memikirkan kejadian di rumah. Tanpa kusadari bel pulang sudah berbunyi, segera aku berlari dan naik angkot untuk pulang dan menceritakan kepada kakak. Sesampainya di rumah, kulihat ayah ada di depan rumah dengan seorang wanita muda, mungkin usianya masih 20 tahunan. Aku pun menghampiri ayah dan wanita itu, tapi ayah segera menarik tangan wanita itu dan pergi dengan mobil yang tidak tahu punya siapa. Aku segera masuk dan mencari ibu, hingga di meja makan aku melihat ibu menangis sambil memegang secarik surat, aku pun langsung memeluknya dan melihat kertas itu adalah surat perceraian. Aku pun menitikkan air mata tanpa kusadari. Aku membawa ibu ke kamar dan menemaninya tidur.

Keesokan paginya ibu membangunkanku pukul tujuh pagi, ia menyuruhku mandi dan mengemasi barang. Aku yang masih setengah sadar terdiam sejenak dan berjalan keluar kamar, tapi diluar aku mendengar keributan. Ternyata ayah dan wanita tersebut mengusir kami dari rumah. Kami pun pergi dan ibu meminta meja makan rumah itu sebagai kenang-kenangan, aku tak mengerti apa maksud ibu. Tertatih-tatih kami berjalan mencari tumpangan. Dengan meja makan yang berat kami berjalan dan berisitirahat, lalu ada sebuah pick up barang. Kami pun menyewa pick up tersebut dan menuju kampung halaman ibu.

Sesampainya dikampung halaman ibu, kami menuju rumah nenek yang saat ini didiami oleh bibi setelah nenek meninggal. Kami pun segera disambut dan bersiap untuk mandi, namun ibu malah memperbaiki kaki meja makan yang patah, aku bertanya kenapa ibu sangat mempertahankan meja makan itu. Ibu berkata "" Meja makan ini adalah hadiah nenek untuk pernikahan ayah dan ibu. Jadi ibu selalu menganggap ini adalah warisan yang berharga"". Aku hanya menggelengkan kepala dan segera tidur. Sedangkan ibu memperbaiki meja tersebut dan menatanya.

Bulan berganti bulan, kakakku menghubungi ibu dan bilang dia akan menikah dan tinggal di Medan, kakakku menikah karena ia hamil diluar nikah dan berencana tinggal bersama calon suaminya. Ibu sangat terpukul dan baru kali itu kulihat ibu menangis terisak. Lalu ibu memegang tanganku dan berkata "" Berjanjilah untuk menjaga meja makan ini jika ibu sudah tiada.""

Dan sampai saat inilah aku menjaga meja makan ini, sekarang pun aku sedang duduk dimeja makan yang sama dan tidak pernah merasa sendirian.

"" Iya kan Bu, kak, dan ayah, kita kan selalu bersama hihi.""

Tok...tok...tok, seseorang mengetuk pintu dengan pelan, aku berjalan membukakan pintu. Seseorang dengan pakaian serba putih berdiri di hadapanku dan menyuruhku untuk makan ""Ayo makan dulu, ini makanannya.""

""Terimakasih, aku makan bareng keluargaku boleh?""

""Iya boleh, tapi jangan nakal dan keluyuran ya. Jika ada yang dibutuhkan panggil saja.""

Aku pun mengambil makanan itu dan membawanya ke meja makan, membagikannya kepada ibu, ayah, dan kakak.

""Ayo kita makan, pemilik apartemen sangat baik, setiap hari membagikan makanan hahaha."" Begitulah kehidupanku saat ini, bahagia bersama keluargaku untuk selamanya.


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.