MEA CULPA - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "MEA CULPA


Tuhan, gadis yang menjelma menjadi malaikat

Telah kuperawani dengan kata-kata najis.

Anakannya membangkit gelora asmara pada lentik-lentik jemari mungil

Membasahinya dengan hujan kalimat bermantra mea culpa.

Selagi kami masih meretas kalimat bertasbih.

‘Biarkan kami selalu tidur pada pelupuk mata-Mu’

Hingga akhirnya tersadar,

Kami merengek di atas ranjang yang salah.


Agustinus, Juli 2020


SAJAK MANTRA


; “Bukan sebuah perpisahan jika kita masih mengaitkan puing-puing kisah”

Katamu yang lugu dulu kan?

Aminkan itu.

Aku pun menetas dengan sajak mantramu meretas di atas pentas.                

Membekas, lekas dan aku pun sadar.

: pepisahan bukan sebuah kejauhan raga

Tapi awal sebuah perjalanan pada pentas.



Agustinus, Juli 2020


SEL(UMBAR) MILIK SIAPA?

Malam menyengat menyeka keringat.

Labirin rindu menepis resah :riuh-gaduh hati berkecamuk tak menentu.

Debar bergetar, memoles pesona raga dan rasa bertingkah.

Di ujung pena bertalu

Ada musim gugur selepas pisah. Kurekat memoar sehabis hujan di sela senja di bukit Nio Lena.

Tangan tak sampai, kaki menari minta pulang.

Sekujur raga lemas menampi sesal.

Dengan sesal sel(umbar) kata dan kertas; ada makian merengek.

Milik siapa?


Tuhan aku masih berjaga di atas ranjang tak beralas.

Merapal setiap kata, merangkainya penuh luka sekujur tubuh agar memesona.

Pada ibah-Mu aku berharap.

Barangkali besok hari baru telah tuntas cerita kemarin.


Tuhan, malam mendekam mati.

Pada sunyi yang selalu ku berguru.

Tubuh kaku tak bernyawa, hanya kata meronta pergi tuk pulang.

Pulang kepangkuan sabda yan tak lagi menjelma.

Mungkin seperti para farisi meminta sedekah rahmat.

Aku tidak tuan,,,

Tidak bagiku tuan!

Cukup aminkan katanya “biarkan ia menjawab yang sudah ia dengar”

Amin.


Agustinus, 10 November 2020 

Midnight 23:53 WITA


KOPI DAN SEBATANG ROKOK


Malam sepi nan kelabu

Diatas meja tak bertuan

Kumuntahkan semua kalimat-kalimat syahdu


_ _ _ _ _ _ _


Kopi dan sebatang rokok, menyisahkan kalimat antara aksara dan  pusara

; Pada kopi ku diajarkan betapa pahit kalimat-kalimat berampaskan kenangan

Dan;

; Sebatang rokok perihal asap dan angin mempuisikan bahwa luapan kata-kata hilang lenyap Di balik rasa mengkuak gundah gulana


_ _ _ _ _ _ 



Penghujung, Januari ‘20



Penulis

FALENTINUS WASA

Mahasiswa STFK Ledalero Semester III

Tinggal di Unit Agustinus




"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.