Lilin

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "Lilin

Nyala api temani sunyi

Hembusan angin menerpa gelap

Langit menunjukkan cahayanya

Dibalik kabut luka yang menutupi pandangan

Badai tak ku izinkan pergi

Semesta tahu apa yang ku sembunyikan

Tak pernah sedikitpun ku salahkan keadaan

Meski engkau menatap seolah peduli

Perasaanku tak pernah menolak hadirmu

Walau hadirmu hanya luka bagiku

Api membakar rasa cinta yang kuberi

Hilang takkan pernah kembali

Kaca mengerti siapa yang ku bohongi

Firasat akan sayatan luka terbayang dalam benakku

Rangkai kisahmu tanpa aku

Karena gelombang hidup terus berjalan seiring waktu

Bila air mata mengiringi kisahku

Ragu tak pernah terbesit dalam hatiku

Tanpa lilin hidupku seperti ruang kosong

Sunyi hanya penuh dengan luka



Malam Berdarah

Suara langkah kaki bergema hingga menembus sunyinya malam

Baju hijau dengan senjata

Pertanda mereka tak sedang bercanda

Tangis tak terbendung dari pelupuk mata

Menandakan rasa takut yang memenuhi dada

Tembakan terdengar di seluruh penjuru

Bak sang pemburu siap menerkam mangsa di depan mata

Seolah mereka buta akan kenyataan

Menyerang seolah hati telah tertutup

Bulan menjadi saksi malam berdarah

Kian bertambahnya jam kian membabi buta

Darah berceceran menjadi pemandangan indah bagi mereka

Keringat bercucuran bercampur dengan kepedihan

Peluru menembus hingga bersarang seolah permainan menyenangkan

Manusia yang kehilangan akal sehatnya

Bertingkah melebihi seekor hewan

Sayatan luka tak dapat menghentikan mereka

Hingga malam telah berganti pagi

Lubang kesengsaraan menjadi saksi pengorbanan mereka 

Tak memandang bulu menyiksa hingga tak tersisa 



Akhir Tak Bahagia

Genggaman tangan yang membekas

Langkah kaki terdengar berirama

Suaramu memenuhi relung hati

Kenangan selamanya yang takkan pernah terulang

Hujan tak selalu turun setelah mendung 

Terbang lah bersama angin menuju pelangimu

Hembusan angin seolah mengerti akan diriku

Berjalan tak tentu arah

Langit murung seakan senyum takkan pernah datang

Percikan air menghapus jejak kakimu

Andaikan daun tak terbawa hembusan angin

Ranting takkan merasa sendiri

Disaat bahagia, ku mencoba pahami

Awal yang bahagia tak menjadi alasan

Akhir tak bahagia melengkapi kisahku

Sepertinya takkan pernah bisa kurubah

Tanpa kusadari awan yang mendung menjadi teman

Kala bahagia harus kuhapus dari kamus hidupku



Sekedar Rasa Kagum

Rasa yang telah hadir tak usah kau tanyakan lagi

Rasa ini hadir tanpa kuminta

Dia telah lama menemaniku yang sepi 

Kagum? Percayalah hanya itu yang kurasa

Karena untuk memiliki rasa lebih pun sebuah kesalahan 

Apakah rasa ini sebuah kesalahan?

Meski rasa ini salah, takkan kubiarkan dia menyakitiku

Semua orang dilarang untuk tahu

Biarkan rasa ini terpendam selamanya

Biarkan rasa ini tak terungkap

Rasa yang seharusnya tak ada

Entah mengapa rasa ini semakin tak terbendung

Kebahagiaan telah datang pada orang yang ku kagumi

Haruskah aku menghancurkan nya? 

Aku turut bahagia melihat dia bahagia meski terpaksa

Aku pun sadar bahwa memang aku tak pantas memilikinya

Bahagia itu tak harus memiliki

Karena bahagia itu kita sendiri yang menentukan bukan orang lain



Mendung Menembus Langit

Mendung yang menyimpan tetes air hujan

Jatuh perlahan membasahi bumi

Bunga dan daun bersinar kembali

Seakan menyambut datangnya hujan

Tanah juga turut merasakan

Entah rahasia apa yang disimpan hujan hingga membuatnya hidup

Lain halnya dengan hati, bila mendung tiba berarti bahagianya pergi

Seakan mendung lah yang menguasai

Namun hati tak bisa bicara, hanya air mata yang menjelaskan semua

Senyum juga hilang dari tempatnya

Hanya derai air mata yang membasahi pipi

Bila sedih mu menghampirinya, sambutlah dengan senang hati

Karena tak segalanya harus bahagia

Sedih dan bahagia adalah teman kita

Izinkanlah dia menetap walau hanya sesaat





"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.