https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
LAPUK
Di bawah merah jambu senja
Asa yang patah kembali ditata
Harum kopi dan asap dapur turut bermanja
Di sela kemacetan kota
Bising klakson dipecah peluh dan tawa
Juga gincu dan rokok yang turut bersua
Di hening malam
Mimpi-mimpi yang digantung dengan bintang kembali dihitung bersama mimpi yang baru saja ditambahkan
Sayang
Belum habis bilangan
Lelap menyusup dengan peluk yang saling menghangatkan; bersama
Memang
Kau dan aku terlalu sibuk dengan kita hingga lupa jika masa dan usia tertinggal di jalanan
GUGUP
Ada sebuah penat yang menjajal saat kucoba merapal sedikit dari banyak kata yang telah kuhafal
Kau tau?
Perpustakaan di mataku
Menimang selaksa kosa kata kaku
Tak ayal bermain kejar-kejaran,
Lantas terbirit-birit sembunyi pada tumpukan buku saat kau ada
Bahkan ambruk saat kau coba mengeja
Baskara mengerti aku gelagap kala bersitatap
Pandaiku hanya mendamba di balik fatamorgana
Pair jantung bilamana tuan tertawa bersama gadis lain
Seperti menabur cuka,
Aku jauh dari anindya dan anindita
SIMPANG TERUJUNG
Menepi
Pada teduh kolong jembatan berbau tanah sebab hujan.
Kosong
Mata masing-masing dari kita tengah meredup
Cahayanya tertutup kemungkinan-kemungkin yang tak sejalan
Ramai
Kepala masing-masing dari kita tengah dibantah hati yang meminta dihargai, semakin kalut atas logika yang mengangkat spanduk; perbedaan menggelengkan kepala ketika disatukan
Kosong
Ruang bernama kita tetaplah kosong
CEMERLANG
Kutemukan dirimu di antara
ribuan bintang
Di antara cahaya yang berjejal,
Kau paling menyilaukan mata
Pinarmu yang cemerlang tak ada tandingannya
Aku ingin melihatmu
Dalam resah yang sering datang
Karena kau mampu melahirkan cahaya yang pancarannya lebih dari utuhnya cahaya rembulan
Supernova telah meledak
Pada antariksa yang hampa
Kau gugusan paling asmaradanta
Kau cemerlang, cahayamu
PULIH
Kau yang tak sengaja hadir dan mengembalikan titik nadir
Pada bilur yang kesekian, kau ajari aku untuk percaya pada sebuah harapan: bahwa tak ada yang perlu disesali, selagi kau mampu tetap hidup dan memaknai semuanya sendiri
Entah dari mana kau datang, tetapi semoga, pada akhirnya, padaku kau temukan tempat pulang: muara paling hangat, samudra untuk segala lelahmu merehat, surga untuk tenangmu beristirahat
Kau renjana: sore dan jingga yang temaram, matahari yang terbenam
dan aku yang diam-diam tenggelam"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.