Kisah Pendendam - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Kisah Pendendam

Oleh   : Aji Soko Pangestu

Ia sedang menikmati indahnya hujan deras di dipan bertingkat yang menghadap ke luar jendela yang ada di asramanya. Disertai dengan secangkir teh hangat untuk menetralkan stres yang disebabkan PR Matematika yang diberikan 6 jam yang lalu. Namanya Fahri, kelas 10 SMA. Fahri adalah anak kedua dari dua bersaudara. Kakaknya saat ini kelas 12 SMA, dan sama dengan Fahri,  saat ini ia sedang menimba ilmu di sebuah pondok pesantren di daerah perbatasan kota Malang. Fahri adalah seorang anak yatim piatu, ia lebih memilih menghabiskan masa-masa remajanya di pesantren daripada harus menderita kesedihan mengingat kepergian orangtuanya. Ia saat ini hidup bersama dengan paman dan bibinya.

Enam jam yang lalu, jam dinding menunjukkan pukul 11.24, saat jam pelajaran terakhir dimulai sejak jam sebelas tepat tadi hingga saat ini Ustadz Anam—guru Matematika kelas 10—tidak kunjung datang ke kelas. Semuanya merasa riang dan berbahagia, karena ketika Ustadz Anam masuk kelas, itu tandanya mereka sedang tidak baik-baik saja. Semua siswa harus diam tidak bersuara mendengarkannya berbicara di depan kelas yang matanya selalu melirik ke pojok kelas, keatas, dan kebawah. Juga raut mukanya yang begitu tidak ramah menambah aura-aura negatif yang keluar darinya. Membuat suasana kelas seperti tidak beroksigen, tidak berudara segar. Ketika semua telah bersiap untuk meninggalkan kelas dan melaksanakan ibadah sholat Dzuhur di masjid, Ustadz Anam memasuki kelas. Suasana kelas berubah drastis, seketika semua siswa terdiam di tempat duduknya, tidak ada suara satupun melainkan suara langkah kaki Ustadz Anam yang menuju ke meja guru. Langit cerah siang hari juga seketika memberikan responnya. Langit yang awalnya cerah berubah mendung. Menambah kesan-kesan tidak baik.

Ustadz Anam memulai pelajaran di siang yang mendung ini “Maaf saya datang terlambat, karena waktu pelajaran hampir habis saya akan memberikan tugas untuk kalian kerjakan di kamar”. Ustadz Anam membuka buku matematikanya, kemudian ia kembali berbicara. “Buka halaman 27, kerjakan sampai halaman 30. Dikumpulkan besok! Bagi yang tidak mengumpulkan ataupun belum selesai ada hukumannya tersendiri”. Tanpa mengucap apa-apa ia langsung meninggalkan ruang kelas. Tidak lama setelah Ustadz Anam meninggalkan kelas, semua siswa pun ikut pergi meninggalkan kelas.

Pukul 17.00, hujan turun dengan derasnya. Fahri sibuk mengerjakan tugas matematika yang diberikan oleh Ustadz Anam bersama dengan Halim dan Hilman. Ditemani secangkir teh dan suara berisik air hujan Fahri menjadi terlupa dengan tugas yang harus dikerjakannya. Dia justru sibuk dengan teh hangatnya, dan sibuk membicarakan perpulangan massal pondok tersebut yang akan dilaksanakan 2 minggu lagi, sesekali membicarakan rihlah atau dikenal dengan study tour. Hingga tak terasa adzan Maghrib terdengar dari Masjid pesantren. Speaker kamar ustadz juga mulai mengintsruksikan semua santri agar pergi ke masjid. Fahri pun menutup bukunya dan pergi meninggalkan kamar bersama Halim. Sedangkan Hilman masih saja dibuat stres oleh PR yang tidak kunjung selesai.

Setelah menyelesaikan ibadah sholat Maghrib, seluruh santri dilarang untuk meninggalkan masjid terlebih dahulu, karena malam ini adalah malam jum’at. Kegiatan rutinan setelah maghrib pada malam jum’at biasanya adalah pembacaan tahlil dilanjutkan dengan pembacaan surat yasin. Peraturan dibuat agar segala sesuatu menjadi teratur. Sama halnya dengan masjid ini. peraturan yang dibuat tidak main-main, setiap santri yang ketahuan oleh pengurus pondok tertidur ataupun berbicara dalam masjid, pada awalnya surban atau sajadah si pengurus yang akan melayang menghantam si pelanggar aturan, itu sebagai peringatan pertama. Jika masih melakukannya lagi namanya akan dicatat dan akan menerima hukumannya di akhir minggu—pada saat malam minggu. Tentu saja tidak sedikit yang ketahuan melanggar peraturan ini. Malam minggu kemarin saja hampir setengah dari kamar Fahri yang ketahuan melanggar aturan tersebut. 

Setelah kegiatan di masjid selesai, kegiatan selanjutnya adalah Wajib Belajar atau sering disebut WB. Kegiatan ini dilaksanakan di kamar masing-masing. Kegiatan ini diadakan dengan tujuan agar setiap santri membaca ulang buku pelajarannya, ataupun mengerjakan PR yang diberikan dari sekolah. Tentunya Fahri memanfaatkannya untuk menyelesaikan PR bersama dengan Halim. Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari jam 8 malam sampai jam 9 malam. Setelah WB selesai kegiatan selanjutnya adalah do’a sebelum tidur. Setelah itu seluruh santri diperbolehkan untuk beranjak ke dipannya masing-masing. Tetapi Fahri dan Halim tidak langsung pergi tidur, mereka berdua lebih sering tidur larut malam. Tetapi bukan untuk bermain-main. Apalagi mengganggu santri lain yang akan tidur. Alih-alih bermain-main mereka lebih memilih untuk melanjutkan hafalan Al-Qur’annya di malam hari. Dengan suasana malam yang sunyi tentunya dalam menghafal juga akan lebih mudah. Mereka berdua melakukannya hingga tengah malam. Setelah itu mereka kembali ke kamar dan pergi tidur.

Dua hari kemudian, sesuatu yang tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran Fahri terjadi hari ini. Hari itu, hari Sabtu pukul 20.00—malam minggu.

Fahri baru saja menyelesaikan ibadah sholat isya’ di masjid dan sesegera mungkin kembali ke kamar, karena sebelumnya Fahri teringat jam tangannya tertinggal di kamar mandi asrama ketika sedang membaca Al-Qur’an. Dikarenakan ada ustadz yang sedang berjaga di depan gerbang asrama waktu itu, Fahri tidak bisa mengambilnya langsung saat itu. Ia pun menunggu kegiatan di masjid selesai.

Ketika Fahri sampai di kamar mandi, kamar mandi terlihat masih sepi tiada orang. Fahri pun langsung memanjat dinding kamar mandi dan menggapai jam tangannya yang tergeletak di atas dinding kamar mandi. Ketika Fahri hendak turun, pintu kamar mandi pojok terbuka, seseorang keluar dari sana. Dia berbadan besar, Fahri tidak bisa mengenali wajahnya karena seseorang tersebut memakai masker. Pada awalnya Fahri merasa biasa saja, tetapi ketika seseorang tersebut berbelok meninggalkan kamar mandi, Fahri melihat sebuah gunting besar terselip di kantong celananya dengan rasa curiga, pada akhirnya Fahri menyelidiki kamar mandi pojok tersebut. Baru tiga langkah, ada seseorang lagi yang menariknya dari belakang. Fahri terkejut dan sampai hampir terpeleset. Seseorang ini adalah Zaid teman satu kamar Fahri.

Zaid tertawa sejenak, kemudian menanyai Fahri “Kamu kenapa Fahri?  Kalau ngantuk tidur di kamar saja. Kamu seperti habis lihat hantu aja. Kok wajahmu ketakutan gitu.”

Fahri baru akan menjawab pertanyaan Zaid, tapi Zaid kembali berbicara “Sudahlah, oh iya, sekarang jadwalmu piket kamar cepat kembali sana, sapu sampah-sampahnya!”. Kemudian Zaid memegang tangan Fahri dan menariknya menuju kamar.

Saat piket kamar, speaker dari kamar ustadz berbunyi mengumumkan hukuman kepada setiap santri yang tercatat karena melanggar peraturan masjid. Sambil menyapu, Fahri juga menyimaknya. Tidak disangka-sangka Fahri juga ikut terpanggil bersama dengan Halim dan Hilman juga teman sekamar Fahri yang lainnya. Fahri dan teman-temannya pun segera menuju lapangan depan asrama.

Ketika hukuman akan dimulai, tepat pukul 20.00. Seseorang yang Fahri temui di kamar mandi berlari menuju kamar ustadz yang ada di lantai satu. Dengan membawa gunting besar yang diselipkannya tadi. Dia mendobrak kamar ustadz. Kemudian terdegar teriakan dari dalam sana. Semua santri yang waktu itu ada didalam sana lari terbirit-birit, termasuk Zaid yang waktu itu sedang menelepon orangtuanya langsung meninggalkan kamar ustadz. Saat itu juga seluruh lapangan menjadi kacau. Hukuman tidak berjalan lancar. Ustadz yang harusnya menghukum Fahri dan santri-santri lain, sebaliknya sibuk mengendalikan situasi yang ada di kamar ustadz lantai satu.

Tanpa basa-basi lagi Fahri langsung meninggalkan lapangan dan pergi kedepan kamar ustadz tersebut, mengintip kejadian didalam sana. Fahri tentunya sangatlah kaget, melihat kericuhan yang terjadi didalam kamar ustadz tersebut. Bagaimana tidak kaget, Fahri melihat Ustadz Anam yang sedang ditusuk-tusuk dadanya oleh orang aneh yang Fahri temui di kamar mandi. Fahri langsung panik dan lari keluar asrama dan pergi melindungi dirinya.

Beberapa menit kemudian, situasi berhasil dikendalikan. Tetapi malangnya, Ustadz Anam terbunuh di tempat. Orang aneh tersebut ternyata adalah Hilman. Teman sekamarnya sendiri. Hilman langsung di drop out alias dikeluarkan dari pesantren. Karena melakukan pelanggaran yang amat sangat berat. Fahri sangat tidak menduga kejadian ini akan terjadi. 

 

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.