Kenangan - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Kenangan

Karya : Huwaida M


Jalanan sore sepi pejalan kaki

Mungkin mereka malas menunjuk diri pada surya 

Inilah aku! Si pintar yang kesiangan

Penjerit sunyi antar dua pucuk gunung tertinggi


Kenanga si malu-malu kuning

Makanya kamu kulukis syahdu dalam sebingkai 

Dan bintang siang pun tak pernah bolos menyaksikan

Bahwa akan selalu ada aku


Jurnal jadulnya kakek terbongkar kemarin

Isinya semua tulisan tangan nenek yang digemarinya

Sebab Mama bilang mereka cocok

Satu putih, satu lagi abu-abu


Seusai malam lanjutlah pagi dengan riangnya 

ia cepat tanpa batas penghalang

seperti nyatanya, kereta nuklirku sudah jadi

ayo susuri dunia yang kita benci ini bersama



Hilang

Karya : Huwaida M 


Ribu-ribu menit dilalui dimensi ini

Ternyata hampa, benci akan massa 

Dan sepuluh tahun yang lalu ia jatuh

Lubang itu mendorongnya masuk jauh 


Tentang kendala mengapung atau tidak

Terserah padanya, katanya “iya”

Bukankah hampa juga pilihan?

Karena menjadi berat sudah hakikatnya


Dia hilang, temanku, berbulan-bulan

Kendati jauh nun abstrak 

Nyatanya disini, masih di rumah ini

Dimensi itu, mengungguli taman bermain kanak


Hilang. Tapi dia betah disana

Dunia asing dan aneh itu disukainya

Hingga sedekat apapun lokasinya denganku

Rasa asing yang tak pernah ia dapati, ia pilih



Lebih Dulu

Karya : Huwaida M 


Tentang pagi dan petang kemarin

Diselipkannya rindu pada bungkus-bungkus keemasan langit 

Kata pemudi itu, untukmu, Nug

Kue coklat panggang buatannya menunggu


Ada sosok pemuda yang lebih dulu menetap

Dahulu pergi tanpa pamit sepuhnya

Maka pohon dan sarangnya burung bersaksi bisu

Bukan durhaka, hanya tak patuhi hukum alam buatannya


Nugraha, kamu ingat pesannya, kan?

Surat kumal kusut berisi tinta biru tua

Bahwa ia lebih dulu menduduki pasir pantai ini

Bahwa laut seberangnya adalah rumah berpulang


Jarak antar alam memang tidak jauh

Tapi namanya alam, semua perlu kesesuaian

Karena dia lebih dulu sebelum kamu datang

Maka manusia perlu menyesuaikan atas suatu penghargaan



Berubah

Karya : Huwaida M 


Lagi-lagi tentang langit yang pucat kekuningan

Disana ada kamu yang tersenyum manis seperti biasa 

Tatkala hujan turun memenuhi batas air danau

Dan syukurlah, kamu tetap tersenyum


Hari-hari setelahnya berlalu panjang

Tak ada yang berbeda namun kamu

Mungkin sebab harinya, sehingga begitu

Senyum pajangmu retak, ya? Masih bisakah dipasang lagi?


Kamu masih kamu, tapi beda

Bukan senyummu, namun kamu

Sejak dulu kita saling mengenal, kamu ataupun aku

Hari ini seakan mengenali sosok baru


Maka langit menjadi saksi lagi

Atas rasa-rasa dari dampak perubahan yang terjadi

Kamu tidak bersalah sepenuhnya, Nug

Tapi keberubahan itu pengaruhi segalanya



Teduh

Karya : Huwaida M 


Kali ini giliran malam yang teduh

Tanpa rangkai pohon yang mencipta bayang panjang

Tanpa peluh di kening yang biasa diusap

Karena bukan lagi matahari yang menggantungkan diri


Tidak hanya pohon yang meneduhkan, kau tahu?

Ternyata ada kamu, Si Penulis cakar ayam  

Cerita fantasi ditulisnya, berharap semoga menjadi nyata

Itulah kamu, teduhkan rumput-rumput dan bunga kecil disitu


Maka malam berganti siang, dan terus begitu

Keteduhan seakan tercantum permanen di langit

Bahwa fajar dan awan akan terus begitu

Bahwa akan selalu ada kamu

Yang meneduhkanku






"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.