JATUH - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "JATUH


Kalau cinta itu laut 

Aku juga bukan pasir atau terumbu karang 

Kalau ia menjelma hujan 

Hanya rintik yang padam di kemarau

Kalau ia pulang Bukan lagi pada dermaga yang pernah kausambang 


Pada angin liar yang berdesir malam itu 

Kau tersenyum tanpa mengira hari esok akan jadi siapa 

Bukan, bukan soal kau di masa dengan 

Tapi tentang benang yang bertaut pada berlapis-lapis kain 

“Kau hendak pilih yang mana?”, tanyaku kala itu 

Rembulan pun ikut tersengal, senyumnya lunglai 


Dalam bait-baik yang tak jelas ejaannya 

Sang Rembulan selalu datang tepat di tanggal lima belas 

Seakan berteriak pada segala yang menderu, mengharu biru, sampai tak lagi menjadi baru 

Sayang, ketahuilah aku juga jatuh 

Tapi takdir tak pernah jatuh pada kita 

Rembulan pun diam, ia kian kesal 


KAU DAN SATURNUS


Sebait senyum menerpa angin

Sepoinya sampai pada jari jemari lusut

Meraba dalam desir

“Bagaimana bintang begitu kemilau di langit yang warna dasarnya tak lagi biru”, tanyamu


Sepoimu menghempas angan dalam bungkam

Membisikan lagu-lagu cinta

Lantas mengajakku menari di fatamorgana

Langit gelap, bukan biru atau jingga

“Lalu kau, bagaimana bisa sampai pada hatiku yang tak lagi utuh? Sebab sudah runtuh”, imbalku


Sepoimu menjatuhkan anak rambut di dahi

Bersamaan dengan beranjaknya haluan mata

Menerawangi wajah yang kemerah-merahan

Sesekali padam, sebab langit malam menerkam


“Aku sampai padamu sebab kau berkilau, sayang”, kau menyeringai

Sepoimu mengantarkanku pada langit malam

Kaki-kaki kecilku terbang

Anak rambutku menari kedinginan

Hingga aku berpulang

Dan kembali ke rupa kuningku, Saturnus

KERTAS


Yang lebih tangguh dari gerimis di November

Adalah payung warna warni yang kembang kuncup

Mangkir di teras-teras kala terang

Jua rela yang berpulang

Jejak-jejak bisu yang menopang rindu

Mampir sejenak di tokomu


Aku melangkah malu-malu

Kala kau ulurkan tangan

Menyeka isak dan sedu sedan

Tapi bukan lagi dengan lembut jemari 

Melainkan kuku-kuku tajam, meraup ke pipi 

Lalu kau beri aku kertas

Katamu untuk menyeka air mata

Bukan lagi tisu atau kapas

Melainkan kertas koran dua tahun lalu

Katamu itu, kertas terakhirmu 

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.