JATUH CINTA - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


JATUH CINTA


        Suasana pagi yang membosankan, tepat di hari Senin. Seperti sekolah pada umumnya, melaksanakan upacara bendera di waktu pagi sampai terik matahari menyengat kulit. Pembawaan nasihat dari kepala sekolah bagaikan siraman air panasa yang membakar tubuh. Para peserta upacara, banyak yang menggerutu, bergerak-bergerak, dan sama sekali tak khidmat. Sampai akhirnya ….

“PINGSAN! ADA YANG PINGSAN! PETUGAS UKS!” teriak salah satu siswa yang berada di dekat temannya.

Pasukan belakang segera bubar, memberi jalan. Mereka bersyukur dan bernafas lega karena bisa menepi di bawah pohon, sebagai kesempatan di dalam kesempitan.

“Buruan! Cepat!” suruh cowok di sampingnya, pacarnya mungkin.

Setelah insiden siswi pingsan mendadak, kegiatan upacara dijalankan lebih cepat karena kondisi cuacanya lebih panas, tak seperti biasanya.


*** 


      “Akhirnya, gue terbebas dari panasnya dunia ya Allah,” ucap Dinda dramatis, ia duduk dengan mengipas-ngipaskan tangannya untuk mengipasi wajahnya yang kepanasan.

“Lo mah lebay mulu, ini tuh bukan panas lagi tapi siksa neraka yang dikirimkan oleh Allah untuk menumpas manusia-manusia yang tak berkerimanusiaan. Tapi kan kita penyayang yah, kok kita juga kepanasan,” sahut Cilla mulai melantur pembicaraannya.

“Nggak nyambung Cil, ini tuh cuma upacara, sebagai penghormatan kita kepada pahlawan. Sama aja kalian berdua, lebay!” ledek Mayra sambil meminum es teh, kesukaannya.


Ketiganya sedang berada di kantin, karena upacaranya lebih cepat maka masih ada waktu untuk melepas lelah dan membasahi tenggorokannya di kantin. Obrolan terus berlanjut sampai bel nyaring menyadarkan mereka untuk kembali ke kelas.

“Tadi itu Kak Shella yang pingsan, ‘kan?” tanya Cilla seraya berjalan menuju kelas.

“Iya, kenapa?” jawab Mayra.

“Enak banget kan kalau punya pacar gitu, ada yang merhatiin. Jadi pengen,” rengek Cilla tiba-tiba.

“Iya, kapan yah gue punya pacar?” celetuk Mayra. Keduanya membahas percintaan anak remaja tanpa menyadari Dinda yang terdiam.

Tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya, Dinda memperhatikan cowok yang berada di depan kantor. Dari jauh saja, ia meyakini kalau dia terlihat sangat tampan, apalagi dari dekat. 

Ketiganya langsung masuk ke dalam dan duduk di tempat bangkunya masing-masing. Meja kursi yang seperti anak kuliah membuat mereka berjejer rapi ke belakang, Mayra berada paling depan, disusul Dinda, baru kemudian Cilla.


“Selamat pagi anak-anak, mari perkenalkan diri kamu,” ucap Bu Ratna mempersilakan murid baru, membuat murid lain antusias dan heboh menyambutnya.

“Hm … perkenalkan, gue Rama, sepupu Danial. Semoga kita bisa berteman baik,” singkatnya dengan tersenyum manis.

Kaum hawa yang menahan diri langsung terlepas, mereka seperti meleleh di tempat.

“Ish! Masa sih itu sepupu Danial?”

“Mana ganteng banget, sumpah!”

“Gue terpesona, tanggung jawab dong kaka.”

Teriakan histeris kaum hawa, tak ada bedanya dengan jeritan nego ibu-ibu di pasar. Sangat berisik dan membosankan.

“Diam! Lo ngejelekin gue, nggak dapat restu dari gue, tapi kalau mau sama Danial, gas aja kuy!” ucap Danial tanpa tahu malu, ia menyugarkan rambutnya seperti bintang iklan. Alhasil, Bu Ratna memelototinya tajam lalu kembali menuliskan contoh soal.

Rama hanya menggelengkan kepala melihat sepupunya yang masih saja cap playboy, suka tebar pesona sudah jadi ciri khasnya. Ia memandangi seluruh teman kelasnya sampai ia menatap lama dengan cewek yang berjarak dua bangku di sebelahnya.


“Din, Din, lihat tuh! Si Rama lihatin lo mulu,” bisik Cilla di belakangnya.

Dinda menggigit bibir bawahnya, ia sudah kepalang malu saat tadi ketahuan menatapnya dan sekarang Cilla berkata kalau Rama memandang dirinya. Oh Tuhan! Ini terlalu cepat untuk dirinya jatuh cinta.

Dengan terpaksa, ia mencoba mengabaikan dan fokus dengan Bu Ratna yang sibuk menjelaskan di depan. Namun, alih-alih paham, ia malah mendapatkan lemparan kertas dari bangku sebelah. 

Ia mengerutkan alis untuk bertanya, tapi yang ia dapat malah senyuman dari Rama di bangkunya. Oh tidak! Hatinya dalam keadaan bahaya.

Karena penasaran, ia pun membuka dengan perlahan.

‘Hay Cantik, jangan digigit bibirnya nanti terluka. Salam manis dari bangku sebelah’

Kata-kata itu sederhana, namun membuat dirinya seolah melayang, ia tersenyum bahagia dan hampir saja menggigit bibirnya lagi. Dinda menoleh dengan membalas senyuman manisnya.


     Bel istirahat berbunyi, masing-masing siswa segera merapikan bukunya dan berhamburan menuju kantin. 

Dinda masih setia menulis catatan sampai ia menyuruh kedua sahabatnya untuk pergi duluan.

“Kalian duluan aja, nanti gue nyusul. Tinggal dikit lagi kok,” ucapnya.

“Okey, langsung nyusul yah Din,” balas Cilla yang diacungi jempol oleh Dinda.

Ia sempat bingung tadi, sehingga ia terlambat untuk menulis materi di depan. Setelah tulisannya selesai, ia meregangkan otot tangannya dan merapikan bangkunya.

“Hey, mau ke kantin?” tanya Rama.

Dinda menoleh kaku dan termenung sesaat, ia menyadari hatinya berdetak lebih cepat di dekatnya. 

“I, iya,” gugupnya.

“Santai aja kali, gue nggak gigit kok,” ucapnya dengan tersenyum manis.

Dinda semakin tak berkutik, datar aja udah tampan apalagi senyum. Astaga! Apa sebesar ini efek jatuh cinta?

“Ya udah ayok! Apa harus gue gendong nih,” goda Rama melihat Dinda yang tetap di tempat, apalagi pipinya yang bersemburat merah, jadi gemes.

Dinda seperti robot kaku berjalan di sisi Rama, bahkan tangan Rama merangkulnya dari belakang, membuat seisi kantin membicarakannya. 

“Lo udah deket aja sama cewek, baru hari pertama Bro!” tukas Danial setelah keluar dari toilet.

Rama hanya mengendikkan bahu dan mengajak Dinda duduk di sebelahnya. Lebih tepatnya, satu meja dengan Cilla dan Mayra.

Dinda juga penasaran sebenarnya dengan Rama, kenapa dia sebaik dan sedekat itu dengan dirinya? Apalagi ia juga tak mampu menolaknya?


*** 


     Sebulan berlalu, hari-hari Dinda dipenuhi dengan Rama di dekatnya. Tentu saja ia merasa nyaman saat bersamanya, bahkan Cilla dan Mayra tak henti-hentinya menggodanya.

Sekarang tepat hari Senin, melaksanakan kegiatan upacara bendera seperti biasa. Dinda merasa dejavu, Senin di bulan yang lalu dirinya ingin punya pacar dan sekarang itu terjadi, meski tak berstatus pacar, perhatian Rama merupakan hal yang berarti baginya. Karena, dialah orang yang membuat Dinda jatuh cinta.

“Din, lo di panggil Rama di lapangan,” ucap salah satu teman kelasnya.

Dinda mengernyit bingung, bukannya lapangan sepi karena selesai upacara, “Ngapain?”

“Buruan katanya, penting kali, bye ….”

Teman sekelasnya langsung pergi. Karena penasaran, ia akhirnya kembali ke lapangan untuk menemui Rama. Ia memang sendirian karena kedua sahabatnya tiba-tiba sudah tak ada di sampingnya.


Tepat seperti yang ia duga, lapangan itu terlihat sepi. Namun, saat ia berbalik arah ada orang yang mencegahnya dan menutup kedua mata Dinda dengan kain hitam. Dinda memberontak namun tangannya langsung diamankan. Ia akhirnya pasrah karena merasa aman saat dirinya berada di lingkungan sekolah.

Ia berjalan searah dengan orang yang menuntunnya. Tak lama kemudian, tangannya terbebas, ia segera melepas kain penutup matanya.

“Din … aku tahu, mungkin ini terlalu cepat untuk menyatakan tentang perasaan yang selama ini ku pendam. Bohong, bila aku tak memiliki rasa padamu. Maukah kamu menjadi pacarku, hanya milikku?” ucap Rama menegaskan perasaannya, ia berlutut di hadapan Dinda.

Sorakan ramai menggema di sekeliling keduanya, namun Dinda seolah tak mendengar. Ia benar-benar kagum dan takjub dengan ungkapan Rama.

“A, aku juga mencintai kamu,” jawab Dinda lugas.

Rama bangkit dan menaut tangan Dinda dengan bahagia. Ia merasa hidupnya lebih berwarna. Ia mencium pelan punggung tangan Dinda seraya berkata, “Aku milikmu, begitu juga kamu milikku.”


Terkadang, cinta itu tak butuh alasan, ia datang dengan tiba-tiba, tanpa ada rencana dalam hatinya. Tapi ingat! Jatuh cinta boleh, asal tetap dalam batasannya.


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.