Imah dan kerja kerasnya - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Imah dan kerja kerasnya

Karya: Renata Amadea Sefanti


Sang bagaskara menyinari mayapada dengan garang. Beberapa gumpal awan putih menghiasi cakrawala. Sang bayu berhembus sepoi-sepoi menyejukkan udara sawah yang hijau. Daun-daun cabe menari-nari digoyangkan burung-burung pipit yang sibuk bertebangan kesana-kemari mencari tempat rimbun untuk berteduh.

Suasana panas yang menyengat tidak mengurangkan niat Imah untuk memetik cabe di sawah.  Nampak di kejauhan tubuh kurus itu sedang membungkuk  sambil tangannya memetik cabe satu-persatu. Dengan kening penuh dengan keringat, la tetap semangat untuk bekerja. Sepertinya la Tidak sendiri, banyak juga Emak-emak yang satu desa dengannya ikut bekerja memetik cabe di sawah milik Juragan Anto. Orang terkaya di Desanya. Mereka semua seperti saudara, dengan semangat empat lima mereka  bekerja dengan keras.

Imah menghela nafas panjang. Ingatannya melayang ke tiga tahun yang lalu .Ketika Bapak nya masih hidup. Imah sering di ajak Bapak nya pergi ke sungai dekat sawah itu untuk memancing. Saat itu Bapak nya bertanya,

“Nak.. cita-cita kamu apa ?.” tanya Bapak nya sambil tersenyum.

“Guru Pak.” Jawab Imah dengan cepat.

“Kenapa Nak?” tanya balik Bapaknya.

“Seperti Guruku Bu Ainun beliau sangat pintar dan tau semua hal. Semua teman-teman

Imah juga mengagumi sosok Bu Ainun.” Bapak Imah pun tersenyum lebar sambil mengacungkan dua jempol. Itulah percakapan terakhir Imah sebelum Bapaknya meninggal dunia karena tabrak lari. Saat berangkat bekerja ke sawah ini.

Tiba-tiba pundak Imah di tepuk yang membuat la tersadar dari lamunannya. Ternyata itu Emak Darmi yang mengajak Imah untuk minum kolag pisang yang sudah dibawakan oleh anak buah Juragan Anto.

“Imah... Ayokk kita istirahat dulu sambil minum kolag.” Ajak Emak Darti

“Ohh... enggeh Mak.” Sambil berjalan mengikuti di belakang Emak Darti

Saat  sesuap kolag, masuk ke mulut nya la kembali teringat Kepada ibunya. Saat itu Imah sedang sakit Ibunya membuatkan Imah kolag pisang di campur ubi. Dengan telaten Ibu menyuapi Imah, sambil berkata

“Imah.... kamu tahu nggak, Kenapa Ibu memberikan kamu Nama Halimah?.”

“kenapa Bu?.” tanya Imah penasaran.

“Halimah itu artinya orang yang sabar dan tidak putus asa setiap mendapat cobaan yang berat. Dan selalu kuat menghadapi semua masalah di hidupmu Ingat selalu pesan lbumu Ini ya... Imah.”

Kalimat ucapan Ibu itu terus terngiang-ngiang ditelinga Imah. Sepertinya, baru kemarin kalimat itu di dengar dari mulut Ibunya. Padahal percakapan itu terjadi dua tahun yang lalu. Tak terasa, butiran-butiran mutiara menggenang. kini Imah tinggal berdua dengan Budhenya  yang seorang janda tanpa anak.

Tiba-tiba PROKKK.... suara tepukan tangan Emak Darti yang ingin menyadarkan Imah dari lamunannya. Dengan spontan Imah bilaNg

“A..ada apa Mak?.” Ucap kaget Imah

“Aduh. Nduk.. Nduk.. jangan melamun terus,ayok kita lanjutkan memetik cabenya.” Ucap Emak

Darti Maya pun langsung bergegas berdiri untuk kembali memetik cabe..

Tak terasa hari sudah semakin siang. Matahari pun sudah tepat di atas kepala. Mereka semua pun bersiap-siap untuk pulang termasuk juga Imah.

“Ayok..ayok  Monggo.. Kulo pamit wangsul riyen.” Pamit  salah satu Emak-emak

“Enggeh....” jawab Emak-emak yang lain dan juga Imah.Di bawah terik nya  matahari mereka berjalan  sambil tergesa-gara. Namun, Lain hal dengan imah. Imah berjalan seperti siput sambil memandangi surgai yang dulu sering la kunjungi dengan Bapaknya.

Setibanya di rumah, di bukanya pinta utama berwarna coklat dan di carinya  wanita paruh baya dengan tubuh sedikit berisi

“Budhe.” Ternyata Budhe sedang di dapur untuk memasak makan malam.

“Budhe kenapa di dapur, kan Budhe masih sakit.” Kata Imah mengingatkan Budhenya.

“Tidak apa-apa Imah... Budhe sudah merasa agak baikan kok!.” Balas Budhe.

“Syukurlah kalau begitu.. Tapi hari ini Imah saja yang memasak, Budhe Istirahat di kamar saja ya.” pinta Imah.

“Baik kalau begitu, Budhe ke kamar dulu yaa.” Kata Budhe. Imah yang sebenarnya lelah karena telah bekerja  seharian pun tidak tega melihat Budhe nya yang sakit memasak untuk dirinya.

Diraihnya wajan yang sudah mulai menghitam dan diletakkan di atas kompor. Imah memasak dengan tulus sepenuh hati. Setelah masakan sudah siap, Imah menuju ke kamar mandi yang ada dibelakang rumah mereka. Dinyalakannya kran air dan diambilnya air wudhu. Selesai wudhu Imah langsung Sholat Azhar dan dikerjakan Imah dengan khusyuk, dilanjutkan dengan doa

“Ya alloh. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lapangkanlah kubur orang tua Hamba, berilah Budhe kesehatan, luruskanlah jalan hidup hamba, dan berilah Petunjuk dalam memilih bekerja atau melanjutkan sekolah. Semoga Engkau Mengabulkannya. Aminn...” itulah doa yang di ucapkan Imah setiap hari. Selesai sholat, di lipatnya mukena dan sajadah dan diletakkan di atas kasurnya. Dibukanya pintu kamar dan di tekannya sakelar lampu ruang tamu. Setelah ditekannya beberapa kali tapi tak juga kunjung menyala. Tak selang lama pun Budhe Imah menghampiri .

“Sudahlah Imah... memang lampunya sudah rusak... Nanti, kalau kita punya uang kita beli yang baru, Ayok.. kita makan dulu.?” Jelas Budhe

“Iya Budhe kalau begitu.” Jawab Imah

Tapi, saat makan Imah terus saja memikirkan lampu ruang tamu yang mati. Bukan itu saja la juga sedikit tersentuh ketika Budhenya bilang. Jika, akan membeli lampu setelah punya uang. Tiba-tiba Imah ingat bahwa esok hari la bisa mengambil gaji pertama nya memetik cabe. Imah pun sedikit merasa tenang

Hari esok pun datang, setelah menyelesaikan semua tugasnya Imah segera berpamin kepada Ke Budhenya.

“Budhe Imah pergi dulu ke warung depan ya...” pamit Imah ke Budhenya.

Budhanya pun mengizinkan. Budhenya tidak tahu jika sebenarnya Imah akan pergi mengambil gaji memetik cabe. Imah sangat terharu dan bahagia saat Juragan Anto menyerahkan uang lembar Sepuluh ribuan berjumah tiga lembar. Dengan perasaan senang la menuju pulang. Di tengah-tengah perjalanan tak sengaja Imah  melihat tempelan brosur di sepanjang jalan. DI Situ tertulis Jelas ada lowongan pekerjaan. Imah pun langsung mendekat ke tempat brosur  itu di tempelkan. Dengan penuh penasaran Imah langsung membaca brosur itu. Tertulis ada lowongan kerja di cafe yang tampak tidak jauh

Di rumah, di bukanya pintu ruang tamu dan di carinya Budhe Imah. Dihampiri nya Sang Budhe

Yang sedang menyulam di dalam kamar.

“ Budhe, Budhe sedang apa?” suara Imah menyapa.

“ Imah, ini Badhe sedang menyulam” balas Budhe.

“Budhe Imah mau minta izin boleh?” suara Imah merayu sambil duduk Di dekat Budhe.

“Izin apa Nduk..” tanya Budhe penasaran.

“Sebenarnya Imah ingin melamar pakerjaan di cafe, Imah ingin membantu

Budhe... Imah tahu uang pensiunan Pakdhe sudah semakin menipis.” Jelas Imah.

Setelah diizinkan oleh Budhenya berangkatlah Imah hari itu juga ke cafe itu.

Tampak dari kejauhan cafe itu berada di dalam gang, suasanya nampak sepi tapi, nampak resepsionis yang siap kapanpun melayani terlihat jelas berada di depan. Dengan perasaan ragu dan cemas Imah melangkahkan kaki masuk ke dalam cafe itu.

“Ada yang bisa saya bantu?.” Tanya wanita dengan polesan make up menor di wajahnya.

“ Saya mau melamar pekerjaan Mbak.” Jawab Imah.

“ Ohhh iya duduk dula ya.” Kata resepsionis itu sambil mempersilahkan Imah duduk di kursi panjang berwarna merah mencolok. Imah pun duduk. Di amatilah keadaan cafe itu. Terlihat dengan jelas dibalik dinding kaca itu ada bilik-bilik kecil yang entah digunakan untuk apa. Belum selesai Imah mengamati keadaan cafe itu tiba-tiba,

“Ayok Dek ikut saya ke ruang Bos besar.” Salah satu karyawan cafe itu dengan rambut pirang . Imah dengan sigap langsung mengikuti wanita itu. Dibawa nya Imah Ke dalam ruangan kecil yang wangi dan dingin karena AC dinyalakan.

“Ini bos barang barunya.” Ucap wanita itu kepada bosnya yang Ia panggil Mama EElla

“Ayo silahkan duduk.” Suruh Mama Ella ke Imah, Imah pun langsung dengan ragu-ragu.

“Kamu serius mau kerja di sini? Kamu tahu apa pekerjaan kamu?.” Tanya Mama Ella  Imah pun hanya bisa menggelengkan kepala.


“Ini kama baca.” Ucap Mama Ella sambil menyodorkon map merah yang berisikan tulisan Imah pun langsung membacanya. Di situ tertulis jelas, jika harus memakai baju yang ditentukan oleh cafe, mamakai riasan menor, Bekerja semalaman penuh, dan melepaskan jilbab. Imah kaget dan langsung bertanya

“Apaa... maksudnya saya harus melepaskan jilbab yang saya kenakan?.” Tanya Imah.

“Lalu apa masalahnya, yang penting kan uang kamu banyak. Kamu tinggal bilang setuju/tidak!.” Desak Mama Ella.

“Ya saya bersedia” jawab Imah gugup. Selepas itu Imah dibawa ke ruang kecil yang didalamnya terdapat banyak sekali baju-baju mewah dan jug alat rias yang sangat lengkap.

“Kamu tenang saja, kau akan kusulap jadi bidadari.” Ucap wanita itu. Bagai bidadari yang turun dari kayangan, setelah di rias wajah Imah sangat cantik. Kemudian dibawanya Imah ke ruang tadi yang sekarang sudah penuh dengan tamu.

“Ini bawa ke meja nomor lima.” Surah Mbak Maya. Imah pun langsung menuruti ucapan Mbak Maya. Tampak di sana ada seorang laki-laki tua dan perkiraan Imah, Dia lebih tua dari Bapaknya. Berjalanlah dengan hati gamang.

“Ini Pak, pesanan nya.”

“Oh...ayo taro sini aja, dan kamu temani saya disini.”

“Oh tidak... tidak Pak, saya harus  melanjutkan pekerjaan saya.”

“ Ahh tidak tenang  saja Maya tidak akan memarahimu.”Dengan raga -ragu Imah duduk di Sebelah Bapak itu.

“Wah barang baru ini, tidak salah... Maya memilih gadis ini.” Bapak itu sambil tersenyum memandangi Imah yang begitu sangat memukau. Dicobanya Om itu merangkul pundak Imah, Imah yang tahu hal itu pun langsung menghindari.

“Ayo kita ke bilik itu.” Ajak Bapak tua itu.

“tidak tidak om, saya di sini saja” . kemudian tiba-tiba Bapak itu hendak memeluk Imah

Imah. Imah yang terkejut pun langsung lari sekencang mungkin. Imah menangis Sekencang mungkin, la tidak menyangka in semua terjadi padanya.

Sebelum sampai di rumah, Imah mangusap air matanya dulu agar tidak membuat Budhenya khawatir. Setibanya di depan rumah Imah melihat Sepeda motor yang ter parkir. Ternyata itu adalah guru bahasa indonesia Imah.

“ Assalamualaikum.” Ucap salam Imah masuk rumah.

“ Walaikumsalam sini masuk ada Bu Ainun yang ingin menyampaikan Kabar gembira.” Kata Budhe.

“Kabar gembira? Apa itu ?.” tanya Imah penasaran sambil duduk di dekat Bu Ainun.

“Jadi gini imah, secara diam-diam Bu Ainun mengikutkan cerpen kamu di ajang lomba cerpen tingkat SMP dan hasilnya cerpen kamu berhasil meraih Juara pertama dan lebih menariknya lagi kamu dapat hadiah uang tunai dan beasiswa sampai lulus Nak.” Jelas panjang Bu Ainun. Imah pun kaget dan tidak percaya dengan semua ini.

“ Benarkah Bu, apakah aku tidak bermimpi?.” Tanya Imah.

“ Iya Imah, kamu tidak sedang bermimpi!.” Imah langsung memeluk Budhenya dan juga mengucapkan terimakasih kepada Bu Ainun.

Tak ada kata-kata yang bisa mewakili kebahagiaan Imah. Kesabaran dan kerja kerasnya sudah berbuah hasil sekarang. Dan ini akan jadi pelajaran hidup paling berharga bagi Imah seorang anak yatim piatu.

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.