Dualisme Semesta dan Senjani - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


KASIH SAYANG TUHAN

BY : AHMAD OKVANI TRI BUDI LAKSONO 


Matahari tampak malu malu melihat dunia, dihadang gerombolan awan seakan mengisyaratkan bahwa hari ini tidak akan baik baik saja. Memang benar hari ini tidak baik baik saja, Sabtu 16 Januari 2021 saya mendapatkan berita kurang menyenangkan. Setelah selesai sarapan saya siap siap bergegas berangkat bekerja. Tapi , kepala outsourching menelpon saya, Pak Shobirin Namanya

"" Maaf mas, kamu istirahat dirumah dulu, karena kamu reaktif covid 19"". Rasanya waktu berhenti tepat saa

 "Dualisme Semesta dan Senjani

Oleh : Yuli Yuliyani


Isi naskah : 

Hari ini aku berdiri mengenakan toga lulus sebagai sarjana, pandanganku hanya tertuju pada dua orang dikejauhan sana tiada lain ialah kunci syurgaku Ayah dan Ibu. Rasa bangga dan air mata bahagia disertai senyuman ini, aku persembahkan untuk mereka. Meski yang aku berikan tidak akan cukup membalas tapi semoga membekas.

“Barakallah ya Teh Caca, Ayah dan Ibu do’akan semoga ilmunya berkah.” Ayah dan Ibu memelukku erat.

“Aamiin Ya Allah. Makasih Ibu Ayah semoga diijabah.”

Tak lama mataku langsung mencari Mas Tsabiq, kita sepakat janjian untuk bertemu di loby Barat. Ternyata ia datang lebih awal dari ku dan langsung ku sapa.

“Assalamu’alaikum, Masbiq udah nunggu lama yaa?”

“Wa’alaikumussalam, ngga Cha. Soalnya Senjani lagi menunjukan sinarnya yang paling cerah hari ini jadi ngga berasa lama.” Gombalan Tsabiq.

Aku terkekeh dan memukul punggungnya, “Dih aku mau puisi bukan gombalan haha.”

Kita saling melakukan seni berbalas ucapan selamat dan mengambil moment ini dengan foto bersama, setelah merasa cukup kita kembali berkumpul dengan keluarga dan teman masing-masing. Tadi sebelum berpisah Tsabiq mengajakku untuk ngobrol malam ini di tempat baso aci kesukaan kita, akhirnya aku turuti karena mungkin ada yang perlu kita diskusikan.

“Chania, susah rasanya berjanji membawa kamu lebih baik karena Mas belum bisa memberi ikatan kepastian untuk kita. Hari ini Semesta akan mengingkari janjinya, cerita Semesta dan Senjani akan berakhir sampai disini. Kita harus sama-sama pergi Cha mengejar mimpi-mimpi kita, kita harus akhiri hubungan tanpa ikatan agama.” Ucap Mas Tsabiq keteika selesai makan baso aci.

Seketika pipiku banjir dengan air mata yang tak bisa ku bendung, aku tak menyangka bahagia tadi siang seutuhnya berubah jadi boomerang yang menyakitkan. Beberapa kali aku melakukan pembatahan atas keputusan Mas Tsabiq tapi tetap ia teguh dengan pendiriannya, akhirnya hanya satu kalimat terakhir yang aku ucapkan lalu aku lari meninggalkan Mas Tsabiq.

“Bismillah aku ikhlas, selamat berjuang Mas.”

Malam itu banyak yang Mas Tsabiq sampaikan, katanya hubungan kita memang tidak berlebihan tak pernah sentuh tangan, membatasi komunikasi dan masih banyak batasan-batasan lain yang kita pegang. Namun, mata dan pikiran kita tetap berzina’ itu yang menjadikan alasan kuat hubungan kita harus berakhir. Entah mimpi apa aku semalam harus benar-benar kehilangan Mas Tsabiq. Berbulan-bulan aku terus menangis belum benar-benar menerima dan sangat marah dengan keadaan, mencari cara agar bisa kembali dengan Mas Tsabiq tapi ia malah hilang dari peradaban, ia benar-benar pergi dari dunia nyata dan sosial media.

Kini yang aku sibukkan adalah bekerja sebagai guru di Desa tetap saja aku belum benar-benar mengikhlaskannya, Semesta terlalu baik untukku sekalipun dia menyakitiku. Beberapa bulan berlalu, Zahra sahabatku bisa menuntun sedikit demi sedikit agar aku move on dari Tsabiq dan apa yang Tsabiq lakukan sekarang itu benar karena cinta adalah perlawanan dari segala bentuk menuai rasa yang belum tepat pada waktunya.

Begitu tenang rasanya menikmati keikhlasan, ditemani cahaya merekah senja, dibalut bias jingga, aku sangat menikmati walaupun sekarang sendiri tak ada Semesta di sisi. Tiba-tiba Ibu menghampiriku.

“Cha ini tadi siang ada surat dari tukang pos, ngga tau dari siapa. Tapi emang masih jaman ya Cha kirim surat-suratan?”

Langsung ku ambil dan hanya membalas ucapan terima kasih kepada Ibu dengan mimik mukaku yang terheran-heran, lalu ku baca isi suratnya.

Kepada Yth.

Sang penerima surat

Jani, do’amu sudah terkabul aku mendapat beasiswa S2 di Turki

Regard,

Semesta.

Geram sekali rasanya menerima surat ini, setelah ia pergi dari duniaku dan aku sudah berhasil ikhlas tiba-tiba ia datang mengetuk lagi pintu yang telah terkuci meski tak dipungkiri ada sedikit rasa bahagia mendapat kabar ini. Namun, surat itu tak aku hiraukan karena aku juga akan benar-benar pergi dari dunia Tsabiq. Tak lama dari itu, aku juga pergi dari Indonesia karena mendapat beasiswa untuk melanjutkan studiku di Mesir.

Tak terasa aku semkain mantap untuk berjalan di jalan hijrah menuju kebaikan, benar-benar menghapus semua jejak Mas Tasbiq dalam hidup. Dulu aku pernah mengirim pesan ke Mas Tsabiq.

Dualisme cahaya

Ialah gelombang yang tak bisa ku pegang

Ialah partikel yang tak bisa ku cekel

Cahayamu kerap tak berwujud

Namun menemaniku meringkuh bersujud

-Senjani

Di Al-Azhar kini aku menemukan dualisme baru ialah dualisme Semesta, sekarang bagiku Semesta ialah cita dan cinta. Ketika memposisikan ia sebagai cita-cita maka cinta juga akan didapatkan tapi ketika memposisikan ia sebagai cinta maka cita-cita akan hilang tak kita dapatkan. Selama di Al-Azhar banyak surat yang sampai ke rumah tapi tidak aku hiraukan dan ibu pasti selalu mengirimkan isi surat itu, terakhir yang ku baca ialah:

Kepada Yth.

Sang penerima surat

Kau sekarang bukan lagi Senjani

Entah untuk sementara atau selamanya

Jauh di lubuk hati masih kekal rasa, masih sama

Tapi keadaan memaksa, mencabut, dan merampas apa yang seharusmya mejadi sebuah bahagia.

Regard

Semesta

Beberapa bulan berikutnya aku lolos dalam kegiatan pertukaran pelajar ke Turki salah satunya ada kunjungan juga ke Hagia Sophia, betapa bangga dan senangnya saat itu Hagia Sophia sudah dijadikan Masjid kembali oleh Erdogan yang semula sebagai museum. Ketika di sana samar-samar terdengar ada yang menganggilku senjani, “Jani...Jani..ini aku Semesta”. Ujar Mas Tsabiq dalam kerumunan orang. Tapi tak aku hiraukan karena ketika aku menoleh tak ada siapapun yang aku kenal.

Entahlah aku sangat aktif mengikuti pertukaran pelajar di kampus semasa S2 di Mesir ini, alhasil selanjutya aku mendapat kesempatan yang kedua kali ke Turki tepatnya ke Masjid Ortakoy, rasanya tidak bosan meski berkali-kali ke Turki, “apa karena ada Semesta di dalamnya?” Ujar batinku. Sontak aku langsung beristigfar dan meluruskan hatiku. 

Ketika kunjungan telah selesai aku sekalian melaksanakan Shalat Dzuhur di Masjid Ortakoy dengan bangunannya yang klasik membuatku ingin berlama-lama di dalam bangunan ini. Lalu aku berjalan ke sisi kanan masjid karena ada jembatan Bosphorus yang sangat menarik, baru beberapa langkah di jemabatan itu aku melihat samar-samar ada lelaki berkacama yang tak asing lagi di mataku.

“Mas Tsabiq.” Sontak aku memanggilnya.

“Chania.” Jawab Tsabiq dengan rasa kaget.

Tapi atak disangka Mas Tsabiq malah berlari meninggalkanku, namun aku memanggil berulang kali ia tak menoleh juga dan tetap pergi. Akhirnya aku menangis sembari menikmati pesona sungai Ortakoy.

“Cha, dualisme Senjani itu benar-benar ada, Senjani ialah do’a dan dosa, ketika aku menggenggam erat Senjani tanpa ikatan agama itu adalah dosa, namun ketika aku menggenggam erat Senjani lewat do’a itu adalah cinta dan sekarang aku sudah siap menjadi teman sesyurga, kamu mau kan?”

“Mas, dualisme Semesta itu benar-benar ada, sekarang bagiku Semesta ialah cita dan cinta. Ketika memposisikan ia sebagai cita-cita maka cinta juga akan didapatkan tapi ketika memposisikan ia sebagai cinta maka cita-cita akan hilang tak kita dapatkan.”"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.