Dibatas Ragu Dan Resah - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


Dibatas Ragu Dan Resah


Andai aku bisa mengungkapkannya,

Namun ini bukan tentang rasa suka.

Dari lubuk hatiku yang amat dalamnya,

Ingin sekali kunyatakan cinta.

Namun aku selalu memaksa untuk berpikir,

Ini bukanlah saatnya.


Aku tau kau akan sulit menerima,

Sulit menerima, sulit mengutarakan rasa, dan sulit mencintaiku apa adanya

Yang kubutuhkan bukanlah bibir bibir sandiwara dan dusta inginku kau selalu berkata sejujurnya,

Ragu? yah tentu saja itu aku,

Aku ragu kau memahaminya, aku ragu kau bisa percaya aku ragu apakah aku benar benar cinta.


Lalu untuk membuktikan keraguan ini,

Untuk membuktikan rasa ini,

Nada indah yang berdebar didalam hati,

Alas beralas kata telah kuungkapkan dalam puisi ini.


Gibran

Ambon, 07, November, 2021



Resah Dalam Diam


Dikala Hati resah tak tertekuk,

Rindu yang datang membendung tak terbentuk,

Kurasa diriku hanya bisa menunduk,

Memberi kesan suasana hati yang gelisah.


Karena-mu cinta yang lama membekas,

Memberi tanda yang tak kunjung lepas,

Membuatku terjun bebas,

Menuju lubang fatamorgana yang tiada batas.


Seluruh keliruku selama ini,

Percaya bahwa kaulah yang jujur berjanji,

Bahwa kau akan menjadi tinta terakhirku menulis kisah dalam gelap gulita,

Namun ternyata itu hanyalah awal dari sebuah akhir,

Begitu mutakhir meruntuhkan perasaanku,

Namun aku tau, aku memang tak pernah pantas mendapatkan hatimu.


Gibran

Ambon, 07, November, 2021



Perjalanan Keresahan


Huh, hari ini kulalui dengan sangat gelisah,

untuk perjuangan yang terisikan resah,

diriku bagaikan kayu lapuk yang hampir patah,

dengan segala kata kecewa, 

yang datang ditempat yang tak semestinya,

tetaplah engkau disitu,

jangan pernah lagi mengikutiku.


Pagi meniup sanubariku,

serasa cemerlang akan datang merayu,

yang benar saja,

segala kegelisahan, keresahan dan kekecewaan,

hampir musnah bagaikan debu diujung papan,

untuk diriku yang disebut pecundang,

tetaplah berjuang walau selalu ditendang,

untuk diriku yang selalu terlihat lunak,

tetaplah kuat walau hanya dalam benak.


Yah, dan hari mulai berganti,

semoga kedewasaan menghampiri,

dan demi nama yang paling tinggi,

izinkan aku untuk berjanji,

bahwa aku akan menulis kisah dalam gelap gulita,

walau pena terakhirku hanyalah sebatang ranting pohon mangga,

kumohon engkaulah yang bisa membuatku berpacu,

untuk bisa bergerak laju,

di ujung perpisahan yang tak bisa menyatu,

semoga diriku yang makin lapuk ini,

bisa berdiri dan terus berlari.



Gibran

Ambon. 07, November, 2021

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.