Buku Untukmu - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Buku Untukmu

Penulis : Aurelia Marsha


Lagi-lagi Biyan adikku menatap lekat toko buku diseberang sana. Matanya begitu fokus dan berbinar mengagumi buku-buku yang diperlihatkan di etalase toko. Ia bahkan tidak menyadari kepulanganku dari sekolah karena saking sukanya melihat koleksi buku toko itu dari kejauhan.

“Duh adikku lagi mikirin apa nih?”, aku langsung duduk disebelah nya sambil memeluk adik kecilku ini yang masih saja mengabaikan kehadiranku. “Kak Shela? Kapan pulang, kok Biyan nggak tahu?”, ujarnya kaget, “Kamu kan asyik lihat toko buku disana, makanya nggak tahu”,ucapku sambil menunjuk ke arah toko buku itu. Biyan hanya menanggapinya dengan cengengesan tanda membenarkan apa yang aku katakan. 

Sebenarnya adikku dulu tidak terlalu tertarik dengan lembaran-lembaran cerita yang disebut “buku” itu. Tidak sampai ibu kami meninggal 3 bulan lalu. Sejak saat itu kami ikut dengan bibi untuk tinggal bersamanya, ayah kami sendiri sudah tiada sejak aku belum lahir. Meski awalnya terasa berat tapi berkat bibi yang begitu menyayangi kami, aku dan Biyan akhirnya bisa berdamai kembali dengan perasaan duka dihati kami. Bibi sendiri adalah kakak dari ibuku, sama seperti ibu, bibi orangnya penyayang. Oke, kembali lagi ke pembahasan Biyan. Biyan adalah adikku yang sekarang ini masih berusia 7 tahun, dulu sebelum tidur ia suka sekali dibacakan dongeng pengantar tidur oleh ibu. Biyan tidak tertarik dengan buku tapi dongeng yang dibaca oleh ibu selalu membuatnya tidur dengan lelap. Tidak heran kalau sekarang Biyan merasa rindu dengan masa-masa itu, hingga menjadi tertarik pada buku-buku dengan cover lucu yang ada di toko buku. 

Rumah bibi juga sebenarnya berada persis didepan toko buku yang sering dilihat Biyan, cuma dipisahkan oleh jalanan aspal dan trotoar. Pulang dari sekolah, Biyan selalu duduk didepan teras ataupun sesekali mengajakku untuk melihat toko buku itu. Toko buku kecil milik pak Abdi yang menjadi favorit anak-anak disekitar sini. “Hari ini mau kesana lagi?” ajakku. Ekspresi Biyan langsung senang, tentu saja. “Ayo kak!”

Meski toko itu kecil tapi didalamnya begitu rapi, ada begitu banyak buku berjajaran yang disusun berdasarkan jenisnya. Warna dinding toko yang hijau muda serta wewangian bau mint juga membuat suasana disini nyaman dan segar. Meski begitu, pak Abdi tidak memperbolehkan siapapun membaca buku yang masih tersegel dan belum dibeli, karena sudah beberapa kali bukunya dirusak oleh orang-orang usil. Kalau ingin membaca hanya boleh buku-buku dirak paling ujung yang memang disediakan untuk dibaca umum. “Selamat siang pak Abdi”, sapaku. “oh Shela dan Biyan, selamat siang” balas pak Abdi seraya menyusun buku-buku baru yang datang bulan ini. “Apa ada buku bacaan baru, pak?” waktu kedatangan kami cukup tepat, kelihatannya rak paling ujung ada beberapa tambahan buku baru yang bisa dibaca. “oh tentu. Baru bapak tambahin tadi, silahkan dibaca”. Langsung saja kami pergi melihat buku-buku baru tersebut. “Biyan, yang ini bagus. Mau kakak bacain?”,aku menunjukkan buku dengan judul 9 Bintang Sahabat pada Biyan, Biyan langsung mengangguk dan tidak sabar untuk mengetahui isi dari cerita buku ini. 

Sambil membacakan cerita tersebut pada Biyan, aku jadi teringat pada waktu kecil. Aku dulu juga sering dibacakan dongeng oleh ibu. Tapi hanya sampai aku kelas 4 SD, setelah itu aku memutuskan untuk tidur dengan mandiri karena tidak ingin terus bergantung pada dongeng ibu untuk bisa tertidur lelap. Kalau ingat masa-masa itu rasanya sedikit sedih, tapi setidaknya sekarang aku bisa membantu ibu membacakan dongeng untuk Biyan. Biyan saat ini belum terlalu lancar membaca dan 

walau ia suka melihat toko buku ini tapi Biyan masih takut untuk datang sendiri kemari.Apalagi bibi orang yang cukup sibuk dan sering pulang sore hari atau malam, sehingga satu-satunya yang bisa membacakan buku dan menemani Biyan ke toko buku ini hanya aku.

Setelah asyik membaca beberapa buku baru, kami akhirnya pulang. Kami berpamitan dengan pak Abdi seraya berterima kasih karena buku-buku barunya sangat menarik. Aku menggandeng tangan adikku keluar dari toko buku. Dan hari ini bibi pulang cepat, ia membawakan kami sekotak donat coklat yang kemudian kami makan bersama. “Kak, kapan kita beli buku disana? Biyan senang dengar kakak cerita, tapi Biyan mau kakak ceritain dongeng juga sebelum Biyan tidur...”, ujar Biyan menyampaikan keinginannya sambil terus menguyah donat dimulutnya. “Kapan-kapan ya” jawabku cepat,yang langsung saja mendapat wajah cemberut dari Biyan. “Oh ya Biyan sama Shela sering datang ke toko buku didepan ya.Pak Abdi pernah cerita sama bibi soalnya”,ucap bibi ikut berbicara. “Haha iya bi, kami suka buku-buku disana”,balasku. 

Bibi memang sudah tahu akan kegemaran kami pergi ke toko buku didepan rumah, bibi bahkan pernah ingin membelikan buku cerita untuk ku dan Biyan tapi aku menolaknya. Untung saja Biyan waktu itu tidak tahu, kalau tidak mungkin ia akan kesal padaku. Alasan kenapa aku menolak? Sederhana tapi berarti,yaitu aku ingin membelikan Biyan buku dengan uangku sendiri. 

Sebenarnya aku menunggu sampai hari ulang tahun Biyan untuk membelikannya sebuah buku dongeng yang bagus. Buku yang ku maksud adalah buku dongeng setebal 200 halaman yang harganya cukup mahal. Buku itu memiliki cover yang menarik dan memuat begitu banyak dongeng yang pastinya akan puas untuk dibaca. Aku memilih untuk membelikan buku itu untuk Biyan karena dirasa lebih baik daripada membeli banyak buku yang sekejap akan langsung habis dibaca. Karena itu aku menyuruh bibi dan pak Abdi untuk merahasiakan ini dari Biyan, apalagi aku telah meminta pak Abdi untuk menyimpan buku itu untukku sampai aku bisa membelinya. Untung saja pak Abdi setuju dan menyimpankan buku itu untukku. 

Tidak terasa ternyata besok adalah hari ulang tahun Biyan. Kabar baiknya, uang tabunganku kini sudah cukup untuk membeli buku yang ingin aku hadiahkan untuk Biyan. Tabungan ini adalah bukti tekadku untuk membeli buku tersebut, yang berasal dari uang saku ku yang kusisihkan setiap hari. Aku diam-diam pergi ke toko buku saat Biyan tengah tidur siang dan menghampiri pak Abdi. “Bapak senang melihat kamu yang benar-benar berusaha buat Biyan, kamu hebat Shela” ucap pak Abdi bangga. “Hehe terima kasih pak!”, balasku senang.Aku mengambil buku yang diberikan pak Abdi lalu membayarnya. Setelah keluar dari toko buku, aku langsung pergi ke tempat lain untuk membeli beberapa hiasan kado yang mungkin disukai Biyan. 

Malamnya jam 19.30 WIB.Saat aku,bibi,dan Biyan sedang duduk di meja ruang tengah. Aku diam-diam mengambil hadiah yang telah kuletakkan dibawah meja lalu menyerahkan hadiahku kepada Biyan seraya mengucapkan kata “selamat ulang tahun, Biyan!”. Tentu saja Biyan terkejut, lalu dengan cepat mengambil hadiah tersebut, ia memandang takjub pada hadiah yang kuberikan itu. “Apa ini kak?”, tanyanya antusias. “Coba buka dulu, nanti juga tahu”

Biyan pun dengan semangat membuka hadiah itu, bibi juga ikut membantu Biyan. Setelah berhasil membuka hadiah, Biyan langsung menunjukkan nya padaku dengan bersusah payah karena bukunya terasa cukup berat bagi Biyan. “Woah kak, kapan kakak belinya?Gambarnya lucu! “, katanya sambil menunjukkan cover buku itu padaku. “Yang pasti sudah direncanakan, maaf ya nggak bilang-bilang. Biar jadi kejutan hehe”,ucapku sambil mencubit pipi adikku ini, ekspresinya begitu imut soalnya. “Nggak apa-apa, terima kasih kak!”,Biyan kemudian memelukku senang. “Sama-sama, nanti sebelum tidur kakak bacain ya”, ucapku membalas pelukan Biyan. “ASYIKK!”

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.