LUKISAN MENANGIS - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


LUKISAN MENANGIS


Sabtu, sebuah hari yang amat berat. Di hari itulah banyak siswa di sekolahku yang membolos kegiatan. Tak terkecuali diriku yang memang tidak begitu tertarik dengan kegiatan sekolah, membolos ke warung pojok jalan telah jadi rutinitasku sejak aku kelas 1 SMA. Hingga suatu hari disaat aku dan 8 orang temanku sedang membolos di warung tersebut ada guru yang lewat dan mengenali kami, tentu saja kami langsung di bawa kesekolah dan di introgasi oleh guru BK.

“apa kalian tidak mengerti, kalian ini sudah kelas 2 SMA. Sampai kapan kalian mau begini terus ?!” ujarnya.

Kami hanya terdiam karena menyadari kesalahan.

“apa kalian tidak kasihan sama orang tua kalian yang telah bekerja siang dan malam demi menyekolahkan kalian ?!” ujarnya lagi.

Kami kembali temenung menyesali kesalahan.

“baik, sebagai hukuman kalian semua tolong bersihkan lab sekolahan ini !” pintanya.

“semua bu ?” tanyaku spontan.

“iya....!” jawabnya singkat.

Terlihat wajah teman temanku yang keberatan namun tak berani membantah

“b..baik bu...” ujarku menyudahi percakapan.

“oh iya satu lagi, jika hari senin saya cek masih kotor hukuman kalian akan menjadi dua kali lipat..!” ancamnya guru BK tersebut.

“b..baik bu, akan kami selesaikan sebaik mungkin” jawab temanku yang bernama Adi

“ya sudah sana cepat selesaikan...!” ujarnya sedikit membentak yang langsung membuat kami spontan bergerak cepat menuju lab.

Agar cepat selesai, kami membagi 2 orang untuk setiap Lab yang akan di bersihkan. Aku dan Adi segera bergerak ke lab seni di bagian belakang sekolah. ketika baru masuk ruangan, kami disuguhkan banyak lukisan kanvas yang berserakan di lantai serta ada beberapa yang telah rusak karena terinjak.

“ihh kotor sekali ruangan ini “ ujarku dalam hati

“huh, rumor bahwa anggota klub seni tak pernah memperhatikan kebersihan memang benar...!” gerutu Adi ketika masuk dan melihat kondisi ruangan.

Aku yang pada dasarnya memang malas untuk berkomentar segera mengambil kanvas dan berniat merapikannya. Adi yang awalnya hanya melihatpun mulai bergerak memungut sampah yang berserakan dalam ruangan.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, langit yang tadinya terang benderang kini telah gelap pertanda malam akan segera tiba, untung saja lab seni telah selesai di bersihkan.

“huff, akhirny selesai juga...” ujarku sembari mengusap keringat yang membasahi wajah.

“iya nih.., kita lihat yang lain yuk. Mungkin saja mereka perlu bantuan sekalian pulang” usul Adi yang spontan ku jawab dengan anggukan. 

“eh bro, tahu nggak katanya ruangan musik ini ada penunggunya lho...” ujar adi sembari menutup dan mengunci pintu lab.

“haha, udah sekolah disini dua tahun lebih masih percaya gituan ?” jawabku setengah tertawa.

“bener tahu, katanya beberapa hari yang lalu ada anggota klub yang menghilang tanpa kabar. Terus dua hari setelahnya dia ditemuin di dalam lab ini dalam keadaan pingsan” ujar Adi.

“ya mungkin aja dia hanya ketiduran, terus nggak ada yang tahu” ujarku menyangkal cerita Adi.

“yaudah kalau nggak percaya” ujar Adi menyudahi ceritanya dengan muka masam karena ceritanya tidak ku percayai.

Kami berjalan menuju lab lain yang memang letaknya saling berjauhan, dengan adi yang berusaha membuktikan ceritanya dengan argumen yang terkesan mengada ada. Hingga akhirnya kami sampai di lab bahasa dimana isinya hanyalah komputer tua yang speknya sudah tak memenuhi standart zaman. Namun lab tersebut telah kosong,

“sepertinya yang lain sudah pulang deh..” ujarku.

“nggak setia kawan..!” celetuk Adi sedikit kesal.

“sudahlah, kita pulang saja yuk. Sekalian lihat yang lain sudah pulang atau belum” ajakku.

“oke...” jawab Adi singkat.

Kamipun berjalan menuju gerbang depan melewati banyak ruang dan tak bisa dipungkiri bahwa semua lab telah kosong petanda teman teman kami sudah pulang duluan. Kamipun meneruskan berjalan menuju gerbang depan sekolah. Namun ketika kami sudah diluar sekolah, aku baru tersadar jika handphoneku tertinggal di lab seni. 

“eh di, kamu duluan aja. Handphone aku ketinggalan di lab...” ujarku.

“oh iya, hati hati...” ujarnya sembari melambaikan tangan kepadaku.

“iya, kamu juga hati hati pulangnya...” ujarku 

Aku mulai berjalan kembali menuju lab seni melewati ruangan yang gelap.

“Adi...Adi, bisanya dia masih percaya sama mitos sekolahan padahal sudah lama sekolah di sini...” gumamku.

Tak lama kemudian aku telah sampai di depan lab seni. Akupun segera membuka pintu dan mengambil handphoneku.

“untung saja aku ingat..” ujarku pelan.

Baru saja aku balik badan, tiba tiba sebuah lukisan yang awalnya tergantung rapi di dinding terjatuh. Akupun berbalik dan dan mengembalikan lukisan tersebut ke tempat semula. Namun anehnya ketika diriku berbalik badan lukisan itu kembali terjatuh.

“apaan sih...!” ujarku mulai kesal sembari menggantungkan lukisan tersebut.

Namun, kali ini aku terus menatapnya dan berjalan mundur menuju pintu keluar untuk memastikan lukisan tersebut tidak terjatuh kembali. Namun entah mengapa pintu keluar tak kunjung kugapai.

“aneh sekali sepertinya aku sudah cukup lama berjalan mundur, mengapa pintunya masih belum terasa ya..?” tanyaku dalam hati.

Akupun menengok ke belakang, namun jarak antara pintu keluar dan diriku masihlah sama seperti saat aku memungut lukisan tersebut. Aku yang keheranan kembali menoleh ke depan dan anehnya kini lukisan tersebut malah berada tepat di depan mataku.

Spontan saja aku melompat mundur karena terkejut. Dengan perasaan masih belum stabil diriku mulai memperhatikan sekitar, lukisan yang tadinya rapi menggantung kini jatuh satu persatu bersamaan dengan sorotan mataku.

“hah..., ada apa ini....?!” ujarku mulai panik.

Di tengah situasi itu tiba tiba ada lukisan yang asalnya dari langit langit menimpa kepalaku,

“bruuk..!”

Sontak saja aku memegangi bagian kepalaku yang sakit karena tertimpa lukisan tersebut,

“emmh...!” ujarku kesakitan.

Tidak berhenti disitu saja, lukisan tersebut kembali berdiri dengan sendirinya dan menghadap ke arahku. Tubuhku yang mulai ketakutan melemas hingga terjatuh duduk, ingin berteriak namun suaraku tak kunjung keluar.

Lukisan tersebut bergambar seorang wanita yang awalnya tersenyum, namun perlahan berubah menjadi sedih. Matanya yang tadinya biasa saja kini mengeluarkan cairan merah kehitam hitaman yang terus mengalir hingga ke lantai tempatku terduduk. Diriku hanya bisa terus terduduk diam dengan perasaan yang tidak karuan.

Lukisan tersebut mulai mendekatiku dengan mulut yang bergerak gerak seperti mengatakan sesuatu yang diriku tak bisa memahaminya. Dia terus mendekat, dan terus mendekat.

Diriku yang telah mencapai batasku bertambah lemas, dan pandangan mulai kabur. Dan...

“bruuk..!” tubuhku terjatuh ke samping, membentur lantai dan tak sadrkan diri.

“ahh, jadi penunggu itu memang ada ya....” ujarku dalam hati di saat saat terakhir kesadaranku.

Diriku di bangunkan dengan suara sesorang yang menepuk nepuk badanku,

“nak..., nak..., kamu tidak apa apa ?” tanya orang tersebut di saat diriku masih belum sadar sepenuhnya. 

“kamu ngapain tiduran di depan lab seni..?” tanyanya lagi.

Diriku yang sudah hampir sepenuhnya sadar mulai mengenali baju orang tersebut yang berwarna biru gelap.

“maaf pak tadi handphone saya tertinggal di lab ini..” jawabku sembari berusaha berdiri.

“oh ya sudah kalau begitu, cepatlah pulang nanti di cari orang tuamu..” pintanya.

“baik pak..” jawabku singkat. 

Tak lama kemudian aku berjalan pulang dengan perasaan yang masih tidak bisa menerima apa yang telah terjadi kepadaku. 

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.