AMBULA - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


KASIH SAYANG TUHAN

BY : AHMAD OKVANI TRI BUDI LAKSONO 


Matahari tampak malu malu melihat dunia, dihadang gerombolan awan seakan mengisyaratkan bahwa hari ini tidak akan baik baik saja. Memang benar hari ini tidak baik baik saja, Sabtu 16 Januari 2021 saya mendapatkan berita kurang menyenangkan. Setelah selesai sarapan saya siap siap bergegas berangkat bekerja. Tapi , kepala outsourching menelpon saya, Pak Shobirin Namanya

"" Maaf mas, kamu istirahat dirumah dulu, karena kamu reaktif covid 19"". Rasanya waktu berhenti tepat saa

 " AMBULA 

 Hanadia Alkhansa Lubis


""Pilih bajunya aja, nanti yang bayar aku. Kalau mau, satu toko juga bisa aku beli untuk kamu.""


Khanan, target terakhir gue di bulan Oktober ini. Penyayang, sabar, dan paling utama he's a crazy rich. Saat black cardnya gue genggam, tas Gucci or even private island juga dia jabanin! Dan itu semua untuk gue, everything is mine.


""Apaan sih kamu Nan, tabung deh mendingan atau investasi! You just wasting your money."" dengam manja, kata-kata andalan pun terucap dari mulut ini.


Sudah hampir empat lusin pria di luar sana yang terjebak sama kalimat itu, serasa gue benar-benar mengambil alih jiwa mereka hanya dengan kepalsuan gue. Yang sama sekali gak berkelas, tapi gue mainnya cerdas.


Khanan mengelus rambut gue sambil tersenyum, ""No...don't say that. You deserve it, kamu yang selalu ada di samping aku selama ini dan cuma ini yang bisa aku kasih ke kamu. Ini gak ada apa-apanya Fre."" gue menarik sudut bibir ke atas mendengarnya. Pengalaman yang tak terganti di saat menemani lelaki di masa terpuruknya, memanfaatkan kelebihannya dan bodo amat dengan kelemahannya.


Dia pun merengkuh pinggang gue, gak posesif tapi juga enggak longgar, sempurna. Sambil mengelilingi toko bertuliskan Celine itu, dengan leluasa jari-jari gue mengambil gantungan yang kira-kira hampir sembilan buah. Dan itu masih di toko pertama.


""Udah Fre?""


""Iya, Udah.""


Khanan dengan santai mengambil alih gantungan-gantungan di lengan gue. Membawanya ke kasir, kemudian seperti biasa membayar dengan black card miliknya.


-AMBULA-


""Makasih ya belanjaannya Nan, kayak mimpi bisa punya baju sebanyak ini. Terimakasih banyak."" layaknya orang polos gue menatapnya dengan lembut dan teduh. Mengenggam lengannya sangat halus, menumbuhkan rasa empati ke cowok ini.


Khanan mengangguk dan mengecup kepala gue sebelum pergi dari apartemen yang gue tinggali. Pintu pun tertutup. And now, this is the real me.


""Akhirnya tuh cowok pergi jugak, capek banget gue fake gini."" tanpa banyak basa-basi gue langsung menyandarkan tubuh ke sofa terdekat di ruang tengah.


Menghela napas dalam lalu mengehembuskannya. Melepaskan high heels yang masih bertengger di kaki gue dan aksesoris yang terpasang. Dengan langkah ringan, gue memutuskan bersih-bersih dan meninggalkan belanjaan gue di ruang tengah.


Pintu kayu bertuliskan 'MY ROOM' terpampang jelas di depan, dan gue memutar kenop ganganya lalu masuk. Baru menginjakkan kaki di kamar itu, bulu kuduk gue langsung berdiri sesaat bola mata gue kedapatan ada yang tidur di atas kasur.


""It's nothing Fre, move on."" langkah demi langkah gue berjalan, dan semakin aneh nan jelas sosok yang sedang tidur di atas tempat tidur punya gue.


'Ya Tuhan...ini apa lagi?!' batin gue.


""Jalannya biasa aja, gue cuma numpang tidur.""


Spontan gue menghadap kasur dan teriak, ""AAA!! Lo siapa?! Kok bisa masuk ha?!!"" sosok itu masih membelakangi gue, tapi sekarang udah berdiri bukan tidur lagi.


""Coba tebak, gue siapa?"" gue bergeming.


Hawa napasnya terasa dari belakang tubuh gue. Demi apapun gue mau teriak tapi gak bisa! Sedangkan sosok ini, terkekeh halus. Menyentuh rambut gue, terus memeluk gue dari belakang.


""Why you so quite?""


'Ya gue juga enggak tahu goblok!' setelahnya dengan sadar pelukannya semakin erat membuat gue sesak napas.


Air mata bercucuran membasahi pelupuk mata gue, juga badan gue seakan mau dihancurkan berkeping-keping karena makhluk misterius ini.


""I'll leave if you say what i command,"" gue hanya bisa bergumam untuk menjawab.


""I promise..."" mulut yang gue paksakan untuk terbuka seketika berdarah dan dengan cepat gue membalas, ""I pr-promise.."" shit, it’s another level of pain.


""And swear..."" gue tidak memperdulikan rasa perih yang menyeruak di bibir gue sekarang dan lagi gue membalas, ""And swear!""


""I will always ambula to Griya's soul...for everlasting...""


Mulut gue berucap hal yang sama dengan pasrah, ""I will al-always ambula to Griya's soul, for everlasting."" and here the start of everything.


""Nama gue Griya, dan ambula means walk. Lo udah bersumpah akan terus berjalan ke jiwa gue, selamanya. Gue tahu lo pasti gak akan melanggar, karena itu gue pamit. See you later, Frena."" Griya memberikan satu kecupan dingin ke kepala gue, dan hitam. Gue jatuh pingsan.


-AMBULA-


“Frena! Frenasya! Buka pintunya Fre! Frena!!” sayup-sayup gue bisa mendengar suara Khanan menggedor keras pintu apartemen gue. Gue pun mencoba berdiri, tapi sialnya kepala gue pusing uring-uringan.


“Shit, gue pingsan berapa lama? Duh!” dengan tertatih sambil memegangi kepala, gue mendekati pintu dan harus betingkah baik-baik saja di depan Khanan.


Saat pintu terbuka, gue dinampakkan muka gusar Khanan. Ia memeluk gue and guess what? Griya ada di sana. Hawa di sini seketika langsung panas dan intens karena itu.


Gue pun mengajak Khanan masuk begitu juga Griya dengan kode. Dan saat sudah duduk, Khanan bercerita bahwasanya dia disini karena chat gue, yang bilang kalau ada maling masuk di jam sembilan pagi ini. Gue mendengarnya cuma bisa tersenyum tenang, padahal jelas-jelas semua tas ada di ruang tengah bukan kamar gue jadi itu bukan ulah gue.


Karena suasana semakin panas gue berinisiatif untuk mengalihkan topik dan berkata, “Nan, kita jalan aja gimana? Aku juga mau lupain kejadian semalam.” Khanan menjawab dengan anggukan, sedangkan Griya hanya bergidik bahu.


Kejadian semalam terjadi di pukul sepuluh tepat malam, dan gue terbangun jam sepuluh pagi juga. Segitu lama lah, gue pingsan dan masih shock. Jam sebelas akhinya gue siap, kita jalan-jalan ke pantai untuk refreshing.


“Nan! Ada es krim!” pekik gue menunjuk toko es krim dekat tempat kita.


“Mau rasa apa? Coklat atau something new?” gue berpikir.


Tiba-tiba Griya berbisik ke gue, “Coba strawberry candy, best-seller kayaknya.”


“Strawberry candy Nan!”


Dia pun memberikan jempol sebagai balasan, dan pergi menjauh dari jangkaun kami. Melihat ada bangku, gue duduk di sana begitu pun Griya. Angin sepoy-sepoy buat suasana mencair sedikit dari keheningan ini.


Hingga Griya membuka suara membuat gue tersentak, “Gue kembaran Khanan. Meninggal tiga tahun lalu. Arwah gue gak tenang semenjak dia ketemu sama lo, and I know what’s the reason.” Rasa penyesalan menusuk jantung gue dengan keras sampai sesak rasanya.


“He’s a good boy Fre, you are very cruel women if hurts his feeling. I’ll be rest in peace kalau lo jujur semuanya ke dia. Tujuan lo, segala permainan lo dan pertemuan ini.”


Gue merasa bersalah mendengar semua kenyataan itu. Tanpa izin bulir air deras jatuh dari mata gue, kenapa? Kenapa bisa cewek murahan kayak gue bisa menyakiti seorang Khanan? Kenapa bisa!


“Loh? Fre? Kenapa nangis?” sesampainya Khanan di hadapan gue, gue berhambur memeluknya.


“I-ini kenapa Fre?”


“Aku minta maaf Nan, aku itu cewek yang gak tahu diri.”


“Fre, what’s wrong?”


“Aku selama ini manfaatin kamu Nan. Permainin kamu! Aku minta maaf.” sambil menangis gue mengatakannya, dan berangsur melepaskan sepihak dekapannya.


Air muka kecewa Khanan terpampang jelas di mata gue. Hati gue merasa sakit dan takut secara bersamaan. Takut rasa kecewa itu jadi benci.


“It’s okay, I forgive you Fre.”


“Jangan cuma itu Nan, give me the reason. Aku sudah keterlaluan ke kamu.”


“What do you expect from me kecuali rasa sayang Frena? Aku sayang sama kamu itu udah cukup jadi alasan.”


“I love you more Khanan. Makasih atas segalanya.”


Gue sekarang peka terhadap perasaan gue ke Khanan. Selama tiga tahun setelah kematian Griya, gue mulai ada rasa ke dia tapi terus-menerus menepisnya. Dan pada akhirnya semua itu sebuah perasaan yang jujur, gue bersyukur disayang sama dia.


Gue melirik Griya yang menatap kami dari jauh lalu terlihatlah cahaya datang ke tubuhnya. Dan ia menghilang sempurna. Dia sudah tenang.


Artinya, gue harus berjalan sendiri menuju jiwanya, yaitu Khanan. Menemaninya selamanya.


I will always ambula to his soul, Griya. I swear. Rest in peace.


-AMBULA-"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.