Trauma - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 "Trauma

   Sakit, rapuh, hancur. Namun semua terasa lebih hancur di dalam. Perasaan yang tak mampu aku deskripsikan. Perasaan yang tak mampu aku jelaskan, rasanya seolah ingin menguasai jiwaku dan seluruh kontrol atas diriku. 

   Aku Hujan, Hujan Nareswari. Nama yang cukup unik dan sangat berarti buatku karena ayah adalah orang yang memberiku nama indah ini saat aku terlahir ke dunia. Aku berharap, aku bisa membawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarku layaknya hujan yang kehadirannya membawa keberuntungan dan selalu ditunggu-tunggu oleh umat manusia. Bagiku hujan adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan, banyak sekali kenangan indah yang kulewati bersama hujan. Namun dalam kehidupan ini tidak selalu tentang kenangan indah. Terkadang kita juga harus menjadi kuat untuk merasakan pahitnya sebuah kenangan buruk. Malam itu, malam yang selalu membekas dalam ingatanku, meskipun sudah 3 tahun lamanya. 

3 tahun yang lalu…

   Aku melangkahkan kaki kananku memasuki gerbang sekolah. Sekolah baruku setelah aku menyelesaikan pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Pertama. Aku berumur 15 tahun dan sekarang aku sudah berada di bangku SMA kelas 10. Rasanya aku tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum ketika memasuki kelasku. Masa yang sangat aku tunggu-tunggu. Aku pernah mendengar dari cerita orang tuaku dan guruku ketika aku masih SMP bahwa masa di SMA adalah saat yang paling menyenangkan dalam kehidupan dan sekarang aku sudah berada di tempat ini. Aku berharap jika kisahku di SMA akan bergenre romansa, bertemu dengan lelaki tampan layaknya pangeran di dunia nyata yang aku impikan. 

   Sebenarnya aku bukan tipikal orang yang suka berinisiatif untuk memulai sebuah percakapan dengan orang baru,jadi aku hanya bisa menunggu dan berharap seseorang akan mengajakku berteman. Aku memasukkan earphone ke dalam telingaku dan mulai memutar musik. Selain menyukai hujan, aku juga sangat suka mendengarkan musik. Bukankah sebuah perpaduan yang pas untuk mendengarkan musik sembari melihat hujan. 

   Aku memejamkan mataku menikmati alunan musik yang berayun. Namun terpaksa aku membuka mata ketika seseorang menarik paksa earphone milikku. 

   “ Suka musik klasik juga?” Ucap lelaki yang tidak aku ketahui namanya sembari memasukkan salah satu bagian earphoneku ke telinganya.

   Aku menganggukan kepalaku dua kali tanpa mengucapkan sepatah katapun. Jujur aku pun tidak tahu harus mengatakan apa karena terkejut dengan perlakuannya. 

   “Abian.” Ucapnya lagi. Lelaki yang mengaku sebagai Abian itu menjulurkan tangannya ke arahku sebagai tanda perkenalan.

   Aku hanya tersenyum canggung dan menjabat tangannya. 

   “ Hujan.”

   “ Hujan?” Abian tampak bingung saat aku memperkenalkan diri. 

     “ Iya namaku Hujan, kenapa?” Tanyaku.

     Abian terdiam sesaat sebelum berbicara. “Kamu suka hujan?”

    Aku kembali menganggukkan kepalaku dua kali untuk menjawab pertanyaanya. Obrolan yang mungkin cukup terlihat membosankan, namun aku dapat melihat jika Abian adalah seseorang yang asik ketika diajak berbincang. 

   “Kalau kamu gimana? Suka hujan juga?” Aku bertanya sembari menatap wajahnya. Kata orang tuaku, saat berbicara dengan orang lain, kita harus menatap wajahnya sebagai bentuk menghargai lawan bicara.  

   “Suka banget. Rasanya damai dan tenang saat hujan turun.” Jawab Abian.

   “Mau lihat hujan bersama?” Aku seketika tertawa mendengar ajakannya. 

   “Kenapa kok ketawa? Ada yang salah?” Abian menatapku dengan tatapan heran sekaligus tersinggung. Aku hanya tersenyum meledek ketika melihat tatapannya. 

   “Baru kali ini aku dengar orang ngajak orang lain buat nonton hujan bareng.” 

    Abian hanya membalas ucapanku dengan tertawa kecil. “Nanti mau pulang bareng?” 

   “Boleh, naik bus kota?” Tanyaku. 

   “ Naik motor. Aku antar kamu pulang.” 

   “Memang kamu udah punya SIM? Kalau belum jangan deh, nanti ditangkap polisi kalau ada razia gimana?” Ucapku khawatir. 

   “Udah punya kok, aku udah 17 tahun” Aku cukup terkejut mendengarnya. Jadi, selisih umur kami 2 tahun dan kami berada di kelas yang sama?

   “Sebenarnya dahulu di SMP aku sempat tinggal kelas, jadi aku masuk SMA agak terlambat dari umur yang seharusnya.” Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku tanda mengerti. Tidak tahu harus menanggapi seperti apa. 

  “Boleh, nanti pulang bareng ya.” 

   “Siap!” Jawabnya sambil mengangkat tangan membentuk tanda hormat. Aku tertawa melihat tingkahnya, tidak percaya bahwa teman pertamaku di SMA adalah seorang lelaki.

   Singkat cerita, aku dan Abian keluar dari kelas dan menuju parkiran motor di sekolah kami bersama. 

   “Kamu pakai helm aku ya, aku cuma bawa helm satu. Besok aku bawa 2.” Ucap Abian. Tangannya menyodorkan helm miliknya kepadaku. Aku menerima dan menggunakan helm itu dengan senang hati. “Terima kasih ya.” Ujarku dan dibalas senyuman Abian.

   Tidak disangka, ditengah perjalanan kami diterpa hujan deras. “Ternyata ajakan kamu ngajak aku lihat hujan bareng langsung terwujud” Aku sedikit berteriak ketika mengucapkan itu, takut Abian tidak mendengar ucapanku karena terhalang suara air hujan. 

   “Ini namanya takdir.” 

   “Hah?” Aku tidak dapat mendengar perkataan Abian dengan jelas karena suara hujan.

   “Ini namanya takdir!” Ulang Abian dengan suara yang cukup kencang. Aku membalas Abian dengan tertawa. 

   Tidak sadar aku dan Abian sudah tiba di halaman rumahku. 

   “Terima kasih ya udah nganterin. Kamu mau masuk dulu?” Tawarku.

   “Kapan-kapan aja ya hujan.” 

   “Kamu nyebut namaku atau lagi ngasih tau aku kalau sekarang lagi hujan?”

   Abian kembali menatapku dengan pandangan tersinggung. Tidak menakutkan sama sekali, justru terlihat seperti anak kecil yang marah karena tidak dibelikan es krim. “Pikir aja sendiri.” Abian menyilangkan kedua tangannya didepan dada. 

   “Maaf ya kalau ucapanku bikin kamu marah.” Ucapku tulus sambil tersenyum. Abian menyudahi pura-pura marahnya dan mengusak kepalaku sekilas. 

    Aku memukul bahunya pelan sembari berkata, “udah sana pulang!”

   “Tunggu kamu masuk ke dalam rumah dengan selamat.” 

   Aku menatapnya kesal dan memasukki rumahku sambil menggoyangkan tangan kananku tanda perpisahan sebelum akhirnya menutup pintu.

   Semakin lama kami semakin dekat. Bahkan bisa dibilang kami berdua sudah menjadi sahabat. Namun meskipun sahabatku hanya Abian, bukan berarti sahabat Abian hanya aku saja. Abian juga banyak dikenal oleh siswa dari kelas lain termasuk kakak kelas kami. 

   “Sini aku pasangin, gini aja gabisa.” Aku tertawa melihat wajah kesal Abian. Ini memang salahku, aku berkata bahwa hari ini terdapat ekstrakulikuler sehingga aku meminta Abian untuk pulang duluan, namun ternyata hari ini ekstrakulikuler diliburkan sampai akhirnya aku menghubungi Abian memintanya untuk segera menjemputku karena sekolah sudah sangat sepi.

   “Maaf ya ngerepotin.” Ucapku tulus.

   “Siapa yang ngerepotin?” Jawab Abian meskipun wajahnya masih terlihat kesal. 

   “Aku.” Abian menggelengkan kepalanya. Aku tersenyum melihat tingkahnya, dia memang selalu seperti ini. 

   Rasanya seperti dejavu ketika hujan tiba-tiba turun. Aku teringat kali pertama Abian mengatarku pulang sekolah.

   “Berteduh dulu yuk.” Ajak Abian.

   “Ngapain? Langsung pulang aja.” Ucapku menanggapi ajakan Abian.

   “Mumpung ada tempat buat berteduh.” 

   Aku menganggukkan kepalaku meskipun tidak terlihat oleh Abian. “Yaudah boleh.” 

   Kami berdua berlindung dari derasnya air hujan di dalam gang kecil. Aku menggosokkan kedua telapak tanganku yang menggigil untuk mencari kehangatan. Melihat itu, Abian menyampirkan jaketnya di bahuku dan berkata, “sebentar ya aku mau ke warung, kamu tunggu di sini.” Aku hanya mengangguk saja sebagai jawaban.

   Tidak lama, selang beberapa menit Abian dating membawa sebuah plastic yang berisi teh hangat. “Diminum dulu.” Ucapnya sembari menyodorkan teh hangat itu kepadaku.

   “Kok Cuma satu? Buat kamu mana?”

   “Kamu aja yang minum.” Aku menerima teh hangat dari tangan Abian. “Terima kasih ya, kamu baik banget sama aku.” Ucapku tulus dibalas anggukan Abian. 

   Rasanya aku tidak bisa menopang tubuhku dan menahan mataku lagi untuk tidak terpejam sesaat setelah meminumnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku.

   Aku terbangun dalam gang sempit yang sangat gelap tanpa pencahayaan sedikit pun. Aku sendirian. Aku tidak melihat Abian. Tubuhku terasa sakit, rapuh, remuk, dan hancur. Rasanya seperti ingin mati. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi padaku. Namun yang terpenting, aku dalam keadaan tanpa mengenakan sehelai benang pun pada tubuhku. 

   Pertanyaan-pertanyaan tak terjawab dalam otakku membuat kepalaku seolah akan pecah. Rasanya sakit sana sini, namun yang paling terluka adalah harga diri. 

   Malam itu, malam yang merupakan mimpi terburuk dari yang terburuk dalam hidupku. Perasaan ini kembali ketika aku mengingat kenangan pahit itu. Emosi yang tak dapat aku kendalikan, seperti ada sesuatu yang mengambil kontrol atas diriku.

   Masa tersulit dalam hidupku. Rasanya seperti aku hanya sendirian di dunia ini, tidak ada satu orang pun yang mau mengulurkan tangannya untuk membantu orang sepertiku bangkit dari trauma. Aku harus mengkonsumsi obat-obatan setiap hari yang bahkan tidak aku inginkan. Seolah aku hidup hanya untuk mengkonsumsi obat-obatan itu. Sesaat rasanya aku ingin menyerah, aku ingin berhenti. Namun aku tidak bisa. Aku harus bisa menjadi kuat, karena banyak diluar sana yang hidup seperti diriku. 

   Aku harus ingat bahwa aku tidak sendirian. Banyak perempuan di luar sana yang sedang sama-sama berjuang untuk keluar dari lingkaran kegelapan ini. Untuk bisa keluar dari rasa takut akan masa lalu pahit. Untuk bisa menjadi kuat agar dapat sembuh dari trauma yang menyakitkan ini.

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.