https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
(SIMPUL BASUH TANGIS)
Kasih,maafkan aku.
Aku telah menenggelamkan sajak sajakku
Aku kira lautan itu adalah syair
Hingga aku lupa dan tergelincir
Bahwa pena kalam terkadang menyihir,menyiksa dan menyinyir.
Menyulam benih benih angan
Laksana tubuhku tertimbun gelombang pasir
Dan terseret pada puncak yang fakir.
Kasih. . .
Darahku memanas
Badanku melemas
Sendi sendi terinfeksi racun kebinatangan
Dan otakku mulai membunuh
Sekantong rasa dan kerinduan.
Lalu lupa,telah merenggut ke akuan
Mengubahnya menjadi cinta yang se akan akan sudah di tafsirkan.
Lirih suaraku terdengar
Pecah dan samar
Kekasih. . .
Demi senyum yang tak pernah kau kira
Demi simpul yang tak pernah kau sela
Demi manis yang tak kunjung kering di basuh tangis,
Aku bersaksi padamu.....
Dengan menunaikan cintamu setiap saat
Dan membayar rindumu setiap waktu.
Adalah aku yang
Menahan lara di sekujur luka.
Kasih. . .
Sempurnakah aku
Dengan mata yang hampa
Sempurnakah aku
Dengan lusuh di dada.
(PUNCAK CINTA)
Dilema sang perangsang
Nafsu yang mengguncang
Mengamcam dan menenggelamkan
Peti ketulusan
Api hitam terus menjadi kegetiran
Karya karya senyuman tak menjamin ke ikhlasan
Hanya sandiwara
memelukmu dengan tangan merekah mawar
Menjadi satu wangi yang merusak kebahagian
Melipat kriput di ujung alis
Menepis habis yang tertulis
Atas satu dentuman
Yang membuat mu terus menangis
Bukan salah takdir
Bukan sebuah karir
Tapi ini tentang melebur bibir
Hanya sandiwara
Memeluk dengan nama cinta
Butirannya disebut rasa iba
Sentuhannya melebur segala asa
Ini wara dan wiri di atas aha ihi.
(DOA ANAK PERANTAUAN)
Genderang tabuhan depan teras rumah
Dan segala bebunyian krikil krikil halaman
Menyerempit seuntain cita cita
Aku anak perantauan
Meninggalkan isak isak tangis para tetangga
Menintih dedaunan hijau para sesepuh,
Dan
Demi nilai nilai kehormatan sebuah tujuan.
Di bawah bayang bayang cibirin petaka
Pelarian seorang anak manusia
Tuk menggapai seluruh getaran sesak dada
Menyiutkan nyali dalam menggapai satu cinta,
Di paksa menjadi seorang berakal
Bahkan rela jauh dari pelosok desa.
Ibu
Relakan aku jauh dari pelukmu
Relakan aku tak melihat senyummu
Relakan aku dari genggaman tanganmu
Aki pergi jauhh
Atas dasar kebahgian masa depan
Ibu
Maafkan aku
Sebab tangismu terus mengalir
Sebab lagi aku tak mencicipi masakanmu
Sebab lagi tak kau cium keningku
Maafkan aku
Ibu
Di sepanjang doa mu
Perkenankan aku menjadi anak
Yang kau sebut di berbagai mantra
Agar aku tak menjadi anak yang durhaka
Bila
Kaki kaki perjalananku
Membentur segala tiang kecemasan
Membentang segala ketakutan.
Aku ingin
Ibu tetap mencintaiku sepanjang kegetiran.
Ayah
AKu anakmu
Yang jauh dari untaian belas mu
Yang pudar dalam penglihatanmu
Ayah
Peluh kesahmu di tengah2 sawah
Telah ku genggam erat
Pada setiap tali tekad
Bahwa aku anakmu
Yang tumbuh dari setiap jerih payahmu.
Bila aku tak bermakna
Dan tak kuasa melawan ombak lautan
Aku ingin kau ayahku
Memelukku dalam segala dekapan
Ibu,ayah
Relakan aku anakmu
Mengejar segala gelar.
(SEBAB SEJADAH)
Sebab sajadah
Aku menghimpun seluruh asma doa2
Untuk bermunajat dan memastikan nama
Sebab sejadah
Aku menagis dalam lolongan sepertiga malam
Agar aku tak memaksa kehendak jiwa
Sebab sajadah
Aku terbangun dari seluruh
Mimpi2 tentang mu
Apa aku tau
Jika setelah ini aku akan setenang lautan
Apa aku tau
Jika sejauh nanti aku akan se kokoh pepohonan
Apa aku tau
Jika sedalam esok aku akan menikmati seluruh penerangan pada wajahmu
Aku tetap tidak utuh
Karena kemaren aku melilit bayang2
Aku tetap tidak utuh
Karena yang lalu aku tertimbun jutaan tanda
Lalu apakah aku tetap tidak akan utuh
Jika esok segala diriku kau tuangkan
Anggur selaras semesta
Oh tidak.
Ini aku
Dan seluruh tentang ke akuanku.
Apakah malam selanjutnya
Atau bahkan hingga gelap berikutnya
Aku tidak akan menyandang nama.
(HALIMI MAHARDHIKA)
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.