Si Pencuri - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


 "Judul cerpen : Si Pencuri

Nama penulis : Devita sari



Arman hanya pasrah saat kedua tangannya diikat menggunakan syal lembut milik Vita. Ia diam dengan tenang walaupun sebenarnya geli saat melihat simpulan yang mengikat tangannya. Kenapa begitu longgar dan mudah untuk dibuka. Gadis ini bodoh atau tidak bisa mengikat? Batinnya dalam hati seraya melirik Vita. 

Sedangkan si Vita duduk di hadapan Arman dengan wajah dibuat garang walaupun sama sekali tak menakutkan, malah menjadi menggemaskan. Arman sampai menundukkan kepalanya beberapa kali agar tak ketahuan menahan tawa karena melihat wajah Vita. 

Mereka berdua duduk bersila saling berhadapan dilantai kamar sebelah tempat tidur Vita. Vita dengan piyama nya dan Arman dengan pakaian serba hitam nya. 

""Pencuri, nama kamu siapa?"" Tanya Vita serius. Ditangannya sudah tersedia buku tulis berserta pena dan tipe-x kertas. 

""Arman.""

""Nama lengkap sesuai akta kelahiran."" 

""Armanda Yasin.""

""Yasin? eS nya double atau enggak?""

""Enggak. eS nya cuma satu."" Vita mengangguk paham sambil menulis sedangkan Arman menahan tawanya sekuat tenaga. 

""Umur?""

""Delapan belas.""

""Masih sekolah?""

Arman mengangguk. 

""Kelas?""

""Dua belas.""

""SMK atau SMA?""

""SMA.""

""IPA atau IPS?""

""IPA.""

Vita langsung mengangkat kepalanya yang sempat menunduk karena menulis. ""IPA?"" tanya Vita tak percaya. 

""Iya. IPA. Kenapa?""

Vita menggeleng dan kembali melanjutkan sesi tanya jawabnya dengan si pencuri. ""Kalau masih pelajar, berarti orang tua harus ikut tanggungjawab. Nama orang tua?""

""Gak ada."" Arman lagi-lagi menatap kearah lain. Kemana saja, yang pasti tidak bertatapan dengan Vita. 

""Gak ada? Trus lahir darimana?"" 

""Cangkang telur."" Jawab Arman asal. 

Mata Vita membulat tak percaya. ""Serius?!""

""Yaa enggak lah. Aku yatim piatu.""

""Ohh.. Yatim piatu."" Vita mengangguk-angguk paham, ""Sama dong."" Lanjutnya kelewat santai. 

Arman kembali memusatkan arah pandangnya pada Vita dengan sebelah alis terangkat. 

""Wali? Ada wali, kan?""

Arman menggeleng, membuat Vita semakin bingung. 

“Terus, yang tanggung jawab siapa?”

“Aku sendiri.”

Mereka tak bersuara lagi setelah jawaban Arman, hanya saling bertatapan dengan pandangan yang sulit diartikan. Bermenit-menit waktu berlalu hanya dipenuhi dengan keheningan, hingga Vita kembali bertanya, ""Kenapa mencuri Laptopku?"" 

Arman tak langsung menjawab, ia terlihat berpikir lebih dahulu sebelum bicara. ""Aku tidak mencuri,"" Vita mengernyitkan dahinya mendengar jawaban Arman. ""Aku cuma minjam sebentar."" sambung Arman. 

""Minjam tanpa izin itu sama dengan mencuri."" Ucap Vita sinis. Ia meletakkan alat tulisnya tadi dan berfokus pada Arman yang terikat namun kelihatan tenang. 

""Terserah lah. Yang pasti, aku janji Laptop itu nanti ku kembalikan.""

""Kapan?""

""Dua bulan lagi.""

Wajah Vita seketika berubah tak enak dipandang. ""Kenapa lama banget?""

""Karna aku perlu itu.""

""Untuk apa?""

""Sesuatu yang penting.""

Hening kembali. Kali ini lebih lama karna Vita tak tau mau bicara apa. Gadis berambut panjang dengan poni didahi nya itu hanya menghela nafas seakan memikul beban yang berat. 

""Maaf."" ucap Arman pelan. Ia menunduk tak berani menatap Vita yang ia tebak pasti sangat kesal. ""Aku pasti kemba-""

""Sesuatu yang penting seperti apa?"" potong Vita bertanya. 

""Huh?""

""Kamu bilang 'sesuatu yang penting'. Emang sepenting apa?"" 

Arman kembali diam. Apa ia perlu mengatakan jika Laptop yang dicurinya itu adalah penentu masa depan nya? Apa itu terlalu berlebihan jika dikatakan? 

Lama menunggu jawaban si pencuri, Vita memilih berbicara. ""Kalau 'sesuatu yang penting' itu menyangkut nyawa seseorang, aku bisa terima.""

""Sebenarnya.. "" Arman menggantung kalimatnya sebentar, guna melihat raut wajah Vita. 

""Apa?"" Tanya Vita tak sabar. 

Arman menunduk lagi, melihat kearah tangan nya yang terikat diatas pangkuan. ""Sebenarnya tiga bulan yang lalu, aku lihat kamu beli Laptop ditoko tempat aku kerja.""Vita mendengarkan. Dan Arman melanjutkan ceritanya lagi, ""Laptop yang kamu beli itu, adalah Laptop yang aku mau dari pertama kali dipajang.""

Kepala Vita mengangguk dua kali, sepertinya ia paham alasan Arman mencuri Laptop nya. ""Jadi kamu mencuri Laptop aku karna aku lebih duluan beli Laptop impian kamu?"" Terka nya. 

Arman melotot. ""Bukan!"" Jawabnya cepat. 

""Trus?"" Vita memiringkan kepalanya lagi. Dapat ia lihat jika pencuri didepannya terlihat gugup dan merasa bersalah. 


""Aku butuh Laptop untuk ujian."" Cicit Arman. ""Sebulan lalu, ujian-ujian untuk kelas akhir sudah dimulai. Aku mau gak mau harus ada Laptop karena itu untuk ujian."" Arman menghembuskan nafasnya sebentar sebelum kembali melanjutkan, ""Tiga bulan yang lalu, pas kamu beli Laptop ditoko tempat aku kerja, aku gak sengaja denger kalau kamu beli buat nonton. Aku pikir lucu banget, aku yang perlu untuk sekolah aja tidak bisa beli, tapi kamu yang cuma untuk nonton film, bisa beli."" Tawa garing yang menyedihkan terdengar dari bibir Arman. 

Vita menatap Arman yang masih menunduk, melihat tangannya yang terikat. Entah apa yang dipikirkan Vita, tapi ia tetap mendengarkan dengan seksama. ""... Aku sempat coba nabung dua bulan buat beli Laptop yang sama, tapi tetap aja gak cukup."" Kepala Arman semakin menunduk dengan mata nya yang terpejam erat. ""Entah setan mana yang buat aku berpikir mencuri itu satu-satunya jalan. Sumpah, aku sudah berpikir lebih dari seratus kali. Tapi tetap aja aku... mengambil milik orang lain."" suaranya memelan diakhir kalimat. 

""Kamu tau.. "" Arman menaikan pandangannya ketika Vita membuka suara setelah lama diam. ""Gara-gara kamu, aku jadi tidak nyenyak tidur tiap malam."" Vita memainkan jari-jari tangannya. 

""Maaf.. "" Lagi-lagi kepala pemuda itu tertunduk. Merasa sangat bersalah. ""Tapi aku berjanji, Laptop kamu pasti aku kembalikan setelah Ujian selesai."" Sudut bibir Vita tertarik hingga menciptakan sebuah senyuman. Sayangnya, Arman tak melihat itu. 

Vita menjangkau iPhone nya dan meletakan ditengah-tengah mereka duduk. Arman sontak mengangkat kepalanya lalu menatap Vita bingung. Telunjuk Vita mengarah pada iPhone nya. ""Kenapa kamu mau ambil ini tadi?""

Mungkin menundukkan kepala saat bicara menjadi kebiasaan Arman, karena pemuda itu lagi dan lagi menunduk saat menjawab pertanyaan Vita. ""Aku di pecat dari tempat aku kerja, dan aku butuh uang untuk bayar kost-an."" Arman mengucapkannya dengan bibir bergetar. Ia sangat malu. Sangat amat malu. 

Tapi sepertinya Vita pura-pura tak tau. Ia malah bertanya santai, ""Kamu tinggal sendirian?"" Arman mengangguk dengan kepala masih menunduk. 

Vita pun ikut menganggukkan kepalanya, lalu menyodorkan iPhone nya sembari berkata, ""kalau gitu ambil aja."" Entah sudah berapa kali kepala Arman mendongakkan kepalanya tiba-tiba akibat ucapan tak terduga Vita. ""Ma-maksud kamu apa? Ambil apa?"" Tanya nya terbata.

""iPhone aku. Kalau kamu memang butuh, ambil aja."" Kata Vita santai. Arman tersedak meskipun ia tidak makan dan minum. Ia buru-buru menggeleng, menolak Vita. ""Tidak, terimakasih.""

""Kenapa? Katanya kamu butuh uang untuk bayar kost?"" 

Arman kembali menyodorkan iPhone itu pada pemilik nya. ""Aku bisa minta ibu kost untuk nunggu dulu selagi aku cari pekerjaan sambilan yang baru.""

""Maaf, aku serakah. Setelah aku dapat Laptop kamu, aku malah mau ambil milik kamu yang lain. Maaf. Aku benar-benar minta maaf."" Sesal Arman. Ia rasa ia adalah manusia paling tak tau diri yang pernah ada. 

Vita akhirnya mengangguk paham atas penolakan Arman. Ia tak mau memaksa, ia tau jika ia memaksa, Arman akan semakin malu dan merasa bersalah. ""Oke, tapi soal Laptop aku-""

""Soal Laptop kamu jangan khawatir. Setelah ujian selesai, langsung aku kembalikan. Aku janji."" Arman langsung memotong dengan ucapannya yang serius. 

Arman memang melihat wajah Vita, namun ia tak tau apa yang dipikirkan gadis itu. Apalagi saat Vita dengan cepat mengotak-atik handphone nya tanpa ada ekspresi apapun di wajahnya. 

""Habis lulus, kamu kuliah atau gimana?"" Tanya Vita tak terduga. Tangannya masih sibuk, matanya pun masih tertuju pada layar, namun ia berbicara santai pada Arman. 

""Em.. Aku belum tau. Niatnya, aku mau ambil jalur undangan supaya tidak mengeluarkan uang waktu kuliah. Tapi kalau tidak lolos, aku kerja dulu untuk nabung."" 

""Semoga lolos, kak."" Do'a Vita seraya tersenyum pada Arman. 

“Kak?” Ulang Arman tak percaya. ""Iya. Aku masih kelas sepuluh, kak. Jadi, aku do'a kan semoga lolos jalur undangan nya."" 

""O-oh.. Makasih.""

Arman tak tau harus berbuat ataupun mengatakan apa lagi. Sedangkan Vita asik sendiri dengan handphone nya. Mungkin saja gadis itu melaporkan Arman kepada keluarganya. Entah lah, Arman tak tau dan pasrah saja jika dilaporkan. Ia melihat ke sekeliling kamar Vita, dan menyadari jika jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. 

""Menurut kak Arman.. "" Arman sontak mengalihkan pandangan nya kearah Vita saat mendengar namanya disebut. ""...Ini bagus, gak?"" Vita memperlihatkan layar handphone nya pada Arman. 

Sedetik setelah Arman melihat kearah layar handphone Vita, ia menatap pemiliknya. Namun saat Vita menatapnya, ia kembali melihat ke layar. ""Bagus."" komentar nya cepat. 

Vita tersenyum senang. ""Kalau gitu aku mau beli ini."" Telunjuknya dengan cepat menyentuh tulisan 'beli langsung' 

""Kamu.. beli itu?"" Tanya Arman, sedikit tertegun dan heran dengan jalan pikir Vita. 

Vita mengangguk tanpa menoleh kearah Arman. ""Aku gak suka warna hitam. Tapi kak Vian beliin aku Laptop warna hitam waktu itu. Jadi, sekarang aku mau beli Laptop yang warna merah ini. Bagus, kan?"" 

""Iya, bagus. Tapi.. tapi aku pasti kembalikan Laptop kamu itu. Kamu gak perlu beli Laptop lagi."" 

""Tapi aku gak suka sama warna hitam."" Wajah Vita merengut. ""Aku mau warna merah ini. Kak Arman gak perlu kembalikan Laptop itu lagi, karna aku sudah beli yang baru."" Vita menunjukkan layar handphone nya dengan wajah gembira. Disitu tertulis jika ia sudah selesai membeli, hanya tinggal menunggu kapan yang dibelinya itu sampai kerumah. Dan Arman baru menyadari, jika Vita menyebut 'Laptop itu' bukan Laptop nya. Gadis manis itu sudah tidak menganggap Laptop tersebut adalah miliknya. 

Ternyata selain manis, gadis dihadapan nya ini sangat baik hati. 

“Kamu baik.” Ujar Arman tulus. 

Vita dan Arman saling bertatapan dengan perasaan lapang. Seakan beban dan benci yang kedua remaja itu rasakan sebelumnya, hilang tak terbekas. 

“Oh, iya. Nama kamu siapa?”

“Vita.”

""Nama lengkap, sesuai akta kelahiran.""

Vita tertawa pelan. ""Vita Anggraini Putri."" Ujarnya sambil tersenyum. 

Arman pun tanpa beban ikut tersenyum. 


• END •


"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.