Puisi Akrostik - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 Puisi Akrostik 

Sukmawati


Seribu wirid membasahi hati 

Ukiran garis takdir Illahi

Ketika manusia sibuk dengan gemerlap dunia 

Mata hati menjadi lentera

Angin berhembus menyapu wajah berselimut lamun 

Walau berlimpah harta, tahta bahkan cinta 

Ada rasa hampa jika tak kenal Tuhannya 

Tak patah asa dalam usaha

Ingin meraih mulia, dunia akhiratnya


Subang, 30 Januari 2020



Perpisahan Masa Pandemi

Sukmawati


Begitu cepat waktu berlalu

Usai sudah masa putih abu-abu

Asa kita tetap menjura

Kobarkan semangat di dada


Indah jalinan persahabatan

Kini tinggal kenangan

Hari-hari penuh kesan

Semua takkan terlupakan


Bapak Ibu guruku tercinta

Mendidik dengan sepenuh jiwa

Jasamu terkenang sepanjang masa

Menuntun kami menggapai cita-cita 

 

Yang terjadi bukan halangan

Covid-19 memaksa lulus tanpa persiapan

Seolah tanpa persaingan

Tuntas semua nir perjuangan


Berpisah tanpa perpisahan

Beranjak tanpa ucap selamat jalan

Pelepasan online tanpa berpelukan 

Panggung wisuda tak kurasakan 


Subang, 1 Juli 2020



Mawas Diri

Oleh Sukmawati


Luruh tertiup angin senja 

Merah putih yang terluka 

Kibarnya kabarkan kisah duka  

Atas bala yang menerpa 


Kehidupan telah berganti 

Jalan-jalan kian sunyi

Toko-toko sepi pembeli 

Pintu-pintu rapat terkunci

Hiruk pikuk kesibukan seolah terhenti 

Kampung pun kota bagai mati 


Dunia kini telah berubah 

Jauh dari gebyarnya mewah 

Harta tak lagi berlimpah

Tiada lagi suara jemawa nan pongah

Tersisa, sendu lirih yang gelisah

Wajah-wajah sayu berona susah

Sorot mata sarat gundah 

Seakan kehidupan akan punah


Kini ...

Sudah selaiknya kita mawas diri 

Memeriksa masing-masing pribadi 

Menilik lebih dalam setiap hati 

Apa arti kehidupan ini 

Masih adakah arti kemegahan diri 

Rasa rasa congkak, iri dan dengki 

Mendekatlah kepada Illahi Robbi 

Agar pandemi segera berhenti 


Subang, 12 Mei 2020



Sinar Yang Tak Pernah Padam

Sukmawati


Lelaki itu terlahir dari cakrawala kehidupan 

Pembangkit energi saat tanpa daya 

Ia cinta pertamaku 

Sosok itu kupanggil 'ayah' 


Pada bahunya yang melindungi 

Dari netra tajam yang mewanti-wanti 

Suaranya yang tegas memperjelas batas-batas garis lintang di atas bumi 

Demi aku kau rela disengat matahari


Tak pernah lelah diterpa panas 

Tiada goyah diterjang hujan deras 

Bahkan angin yang bertiup ganas 

Dengan perkasa ia libas 


Pada bahunya ku pernah bersandar 

Di dadanya ku belajar sabar 

Bersama belai tangan yang terasa kasar 

Ia tenangkan aku saat gusar 


Bermanja di pundaknya yang kekar 

Tercium aroma tubuhnya tak karuan 

Namun tak terlihat wajahnya gusar 

Meskipun lelah seharian 


Saat diri terpuruk... 

Seakan rangkaian mimpi buruk mengutuk 

Ia yakinkan, bahwa setelah gelap yang pekat  

Bertanda subuh segera melesat 


Kini..

Pahlawanku itu tak lagi perkasa 

Tulang belulangnya lemah dimakan usia 

Rambut hitamnya telah berubah putih 


Netranya pudar samar cahaya 

Walau tertatih jalan meraba-raba 

Namun tekadnya tetap membaja 

Tak ingin terlihat lemah di hadapan keluarga



Subang, 12 November 2020"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.