Pesan Terakhir - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Pesan Terakhir


Liana Maharani, adalah seorang gadis periang yang selalu menajdi primadona sekolahnya. Gadis sederhana itu banyak disukai, karena ia begitu ramah kepada semua orang. Bahkan guru-guru pun sangat menyukai Liana. Liana siswi yang begitu aktif dan cerdas di sekolahnya. 


Liana sudah mempunyai kekasih, namanya Lio. Bagi remaja 17 tahun pacaran hal yang biasa. Dari sinilah proses pendewasaan dimulai. Lio, adalah teman satu sekolah Liana, hanya saja mereka berbeda kelas. 


Pada awal mereka berpacaran semua berjalan baik-baik saja. Bahkan Lio begitu romantis kepada Liana. Setiap harinya Lio selalu menceritakan hal lucu yang baru saja ia alami bersama teman-temannya. Tapi semakin lama, Liana merasa Lio berubah. Lio yang awalnya begitu humble dan sering tertawa, sekarang menjadi cuek kepadanya. 


""Lio, boleh kita bicara sebentar?"" tanya Liana kepada Lio yang sedang bercanda dengan teman-temannya di kantin. 


""Apa?"" tanya Lio dengan wajah datar. 


""Kita omongin ini di tempat lain bisa?"" Liana merasa ini hal privasi, ia tidak ingin semua orang tahu masalah hubungannya. Dan ada hal lain juga yang ingin Liana bicarakan.


""Kan bisa di sini Li!"" ucap Lio dengan nada ketusnya. Hal itu membuat Liana semakin heran dengan perubahan Lio. 


Liana menarik nafas panjang, lalu menghembuskan nafasnya pelan. Ia tidak ingin pacarnya itu marah. ""Kamu kenapa? Aku ada salah sama kamu?"" tanya Liana langsung keintinya. Liana sangat penasaran dengan apa yang terjadi kepada Lio. 


""Gak ada,"" jawab Lio dengan cuek. 


""Kalo gak ada kenapa kamu malah cuekin aku kaya gini? Kalo aku ada salah bilang sama aku bukan malah berubah kaya gini Lio. Apa yang buat kamu berubah?"" tanya Liana dengan wajah sendu. 


""Sayang!"" 


Liana membalikkan tubuhnya saat seorang perempuan yang tak dikenalnya memanggil Lio dengan panggilan 'sayang'. Liana semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi. Ia menatap perempuan itu dengan tatapan tak suka. Liana tak suka jika ada perempuan lain mendekati pacarnya. 


Gadis itu tersenyum manis ke arah Liana, lalu mengulurkan tangannya. ""Hai, kenalin aku Diva. Pacarnya Lio."" ucapnya. 


Jantung Liana berdetak kencang, matanya mulai memanas. Tatapannya kini beralih kepada Lio yang masih terdiam ditempat tanpa mengeluarkan sepatah kata. Hati Liana berdenyut nyeri saat Diva memanggil Lio dengan panggilan sayang. 


""Sayang dia siapa? Kenapa diem aja?"" tanya Diva kepada Lio. 


""Dia temen aku by,"" balas Lio. 


Sungguh, hati Liana begitu nyeri saat Lio menganggapnya hanya sekedar teman. Lalu apa arti kebersamaan mereka selama satu tahun ini? Liana tidak habis pikir dengan Lio, mungkin inilah alasan Lio berubah, dia sudah mempunyai pacar selain dirinya. 


""Dia pacar kamu?"" tanya Liana dengan suara bergetar. 


""Iya,"" balas Lio sembari merangkul pinggang Diva. 


""Terus aku apa?"" tanya Liana dengan airmata yang perlahan jatuh membasahi wajahnya. 


""Kamu bukan siapa-siapa, jauh-jauh dari aku Li. Aku udah punya pacar."" 


""Yang pacar kamu itu aku apa dia Lio?! Aku pacar kamu! Bukan dia!!"" bentak Liana yang sudah tak bisa menahan emosinya. 


""Kita putus."" ucap Lio tanpa beban. 


""Kamu jahat Yo!"" kata Liana.


Liana segera pergi dari sana dengan tangis yang sudah tak bisa ia tahan. Rasanya begitu menyakitkan ketika tak dianggap oleh orang yang ia sayang. Teman-teman Lio hanya diam melihat kepergian Liana, mereka juga sangat bingung dengan apa yang baru saja terjadi. 


Liana menuju ke kamar mandi, ia menumpahkan segalanya di sana. Liana memukul-mukul dadanya yang terasa begitu sesak, jantungnya terasa diremas dari dalam. Tangisnya kembali pecah, mengingat Lio yang menganggapnya hanya sebagi teman di depan perempuan yang mengaku pacar dari pacarnya itu. 


Kenangan kebersamaan mereka terekam jelas diingatan Liana. Percintaan mereka begitu manis dan indah, sebelum akhirnya berubah menjadi kandas. Lio selalu mengucapkan kalimat manis kepada Liana, dan kini Liana sadar bahwa kalimat manis itu hanyalah sebuah kebohongan. 


""Apanya yang gak bakal ninggalin kamu?! Bahkan sekarang kamu udah punya pacar, disaat kita masih pacaran. Dan dengan teganya kamu putusin aku tanpa rasa bersalah sedikitpun,"" lirih Liana dengan isakan yang masih keluar dari bibirnya. 


Liana mengurung dirinya di kamar mandi, bahkan sampai bell pulang berbunyi. Mata Liana begitu sembab, setelah menangis berjam-jam di dalam sana. Liana berjalan gontai menuju ke kelasnya yang sudah sepi. 


Semua murid sudah pulang sejak 10 menit yang lalu. Liana sengaja keluar lebih lama agar tidak ada yang melihat dirinya yang begitu kacau. Liana segera mengambil tasnya dan pulang ke rumah. 


Rumah Liana tampak begitu sunyi. Liana hanya tinggal sendiri karena kedua orangtuanya pergi meninggalkan dirinya di sini. Kedua orangtuanya begitu gila kerja sampai-sampai Liana terabaikan. Kedua orangtuanya tinggal diluar kota, mereka hanya akan mengabari saat akan memberinya uang bulanan. Liana sudah biasa akan hal itu. 


Liana duduk di tepi ranjang menikmati kesunyian yang melanda. Terkadang Liana butuh seorang untuk bercerita tentang keluh kesahnya. Tapi Liana sadar, bahwa bercerita tak akan merubah apapun. Semua orang punya masalahnya masing-masing. Liana takut hanya menjadi beban teman-temannya. Ia lebih memilih menyembunyikannya seorang diri. 


Bayangan Lio terus menghantui pikirannya. Liana tentu saja tak bisa melupakan Lio dengan mudah, karena Lio lah orang pertama yang mengenalkan apa itu cinta dan kasih sayang kepadanya.


Liana kembali menangis mengingat hal manis yang terjadi kepadanya dulu. Kebersamaannya dengan Lio membuat Liana tak ikhlas jika Lio dimiliki oleh orang lain, selain dirinya. ""Hati aku sakit Yo,"" lirih Liana sembari meremas dadanya yang terasa begitu sesak. 


""Aku kira diakhir hidup aku, aku bisa bahagia. Tapinya nyatanya enggak, malah makin sakit. Tuhan, Liana gak sanggup lagi. Satu permintaan Liana yang terakhir. Tolong jemput Liana,"" ucap Liana dengan tangis yang semakin kencang.


Rasa sakit dalam tubuh Liana semakin menjadi-jadi, dengan tertatih Liana menuju ke meja belajarnya. Ia mengambil sebuah kertas lalu menuliskan pesan terakhir untuk Lio dan juga kedua orangtuanya. Liana tak bisa menahan lebih lama lagi rasa sakitnya. Dengan tangis yang tak bisa dihentikan, Liana dengan lihai menuliskan pesannya. 


Untuk Mama Papa 

Jaga kesehatan yah, jangan banyak kerja.

Liana gak suka liat kalian pulang malem kecapean.

Walaupun kalian sering gak punya waktu buat Liana. 

Liana mohon kasih waktu kalian buat Alena, adik Liana satu-satunya. 

Jangan sampai, Alena merasakan kesepian kaya Liana Mah, Pah… 





Hai Lio, ini Liana. 


Mungkin saat kamu baca ini, aku udah gak ada. 

Gak papa, aku kuat kok. 

Terima kasih sudah mengisi hari-hari ku dengan indah

Walaupun pada akhirnya berujung kandas. 


Sebenarnya ada satu hal yang penting 

Yang ingin aku kasih tahu sama kamu Yo. 

Maaf aku sembunyiin hal penting ini dari kamu. 

Hidup aku gak lama lagi, Aku sakit. 


Di saat aku butuh kamu disamping aku

Kamu gak ada, tapi gak papa aku ngerti kok.

Tapi aku gak ngerti sama perubahan kamu yang drastis kaya gini. 

Aku kira, aku punya salah sama kamu.

Tapi nyatanya karena perempuan itu :)


Maaf aku belum bisa jadi pacar yang baik buat kamu.

Aku gak kuat lagi. Rasanya sakit. 

Jaga diri baik-baik yah, aku sayang sama kamu. 


Untuk Lio dari Liana Maharani 



Liana sayang kalian semua...

Pesan terakhir Liana, 

Tolong hargai saat masih ada

Sebelum ia pergi untuk selamanya.

Liana pamit… semoga rasa sakit ini hilang setelah Liana pergi…


Tertanda. Liana Maharani.



Mata Liana mulai menutup rapat, tangan kanan yang tadi digunakan untuk menulis kini menjuntai ke bawah tak bertenaga. Liana tersenyum dengan airmata yang jatuh dari kelopak matanya. Ini akhir dari hidupnya. Tidak ada satupun orang yang mengetahui bahwa Liana sudah menghembuskan nafas terakhirnya. Ia sudah beristirahat dengan tenang di alam sana.  


-Tamat- 


Saya Fauzia Tri Nurwanti. Terimakasih sudah membaca. 



"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.