https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Nelangsa
Nadja Zahra Chaerani
Wahai engkau sodara !
Kaki ini kusebut buntung,kau melihat nya dua tanpa cacat.
Aku ini bukan lumpuh walau begitu berdiripun aku tak mampu.
Sodara ! Mulutku mengatup rapat dalam bungkam ku bukan aku bisu.
Aku bukan budak walau begitu aku tak sebebas angin yang menari lepas.
Hei sodara ! Aku ini masih menghirup nafas kau samakan aku mayit pun aku terima walaupun sejati nya aku hidup.
Jiwaku terserak menghambur di se
lingan ratap tangis yang semakin membuatku ringkih tak bernyali di adu domba kan secara biadab para manusia kurang ajar.
Di persimpangan jalan pengadu nasib
Itu..! Itu..!! Rambu pertunjuk arah,ada di depan !!! Tinggal ku dongak kan kepala ku sedikit..Aku berlagak buta arah.
Maju mundur hidup tinggal kupilih.
Maju takut...
Mundur tak berani..
Sudah ! Sudah tidak jadi mundur atau maju !
Menetap ! Menetap langkah ku sodara !
Kata Ibu
Nadja Zahra Chaerani
Anakku..
Di dadaku ada sejuta lara dan perih.
Ingin menangis,tapi aku tak ingin kau kenang rapuh.
Anakku..
Ku tenggelamkan dirimu dalam ragaku yang tertatih letih dan batin ku yang sekarat.
Raut aman mu dalam dekapku,legaku dalam peran ibumu,walaupun jiwa ku tak kunjung temu aman.
Anakku..
Namaku tidak di ekori gelar orang pejabat di luar sana,tidak di ekori gelar sarjana,dan gelar gelar yang selalu kau andai andai kan tersemat di namaku.
Tidak bisa memberimu yang berbandrol mahal karna yang ku bisa hanya harga pasar hasil tawar menawar yang sengit.
Tapi yakinlah anakku..
Perjuangan ku sebagai seorang aku sekaligus ibumu lebih sakit dari luka bernanah sekalipun !
Lebih perih dari kulit yang terseret seret aspal.
Candu
Nadja Zahra Chaerani
Nyebat..
Bau tembakau,..Mencandu
Air mata yang jatuh di balik asap tembakau yang ku hembus hingga menggabur..
Nyaris lenyap sebelum ku hembuskan asap yang terganjal di tenggorokan di selingan sesak dada..
Nurani ku kacau berantakan..
Puntung puntung dalam asbak dan beberapa ku biarkan terserak berantakan di lantai.
Abunya sedikit terhempas angin,mengudara di langit gulita dalam purnama yang tertutup awan.
Nasib ku dan puntung puntung tembakau itu sama. Sama sama berantakan.
Jari telunjuk dan jari tengah ku bekerjasama memiting batang rokok baru,menyumbu dengan candu lalu aku kecanduan.
Dari bekas puntung puntung yang kuhisap
Aku belajar. Berapapun banyak puntung rokok yang kuhisap tak kan seberapa banyak kata kata mulut binatang manusia yang di hisap nurani ku,hingga mendinding keras rasaku.
Seberapa banyak nikotin yang kuhisap tak kan pernah bisa aku menyamai ketawa ketiwinya penghisap ganja."
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.