Menurut kalian semua seberapa berhargakah seorang sahabat? - Kumpulan Cerpen

 










Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu cerpen dari peserta Lomba Cipta Cerpen Tingkat Nasional Net 24 Jam. Cerpen ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Sebuah Cerita Tentang Kepergian". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:


Menurut kalian semua seberapa berhargakah seorang sahabat?

 Oleh : Dita Handayani



Bagiku, sahabat adalah sesosok manusia yang patut kita perjuangkan. Sosok yang layak untuk membuat kita melakukan apapun demi dirinya. Sosok yang akan selalu kita perjuangkan hingga akhir. Walaupun seringkali, aku dikhianati karena hal itu.

Sahabat pertamaku adalah Nisya, seorang gadis cantik yang selalu ceria tapi sedikit pemarah. Agak ceroboh dan pelupa. Sayangnya kami tinggal di daerah yang berbeda. Keluarga Nisya tinggal di Tanjung Redep, sedangkan aku tinggal di Biatan Lempake.

Aku tidak begitu ingat saat pertama kali aku bertemu dengannya, namun aku ingat, aku selalu melakukan sesuatu bersama-sama

Sahabat keduaku adalah sepupuku sendiri, ia bernama Zukfa. Kami dekat saat TK, dimana kami sering pergi sekolah bersama, sering bermain bersama. Aku ingat dia rajin sekali membantuku dan membawakanku es cokelat. Karena kami sama-sama menyukai minuman manis tersebut.

Sahabat ketigaku adalah Suci. Kami bertemu sejak SD, dan akrab hingga SMP. Hubungan persahabatan kami retak akibat kesalahapahaman terhadap seorang laki-laki, namun akhirnya sekarang aku tidak peduli lagi padanya.

Sahabat keempatku adalah Dita. Kami dekat sejak masuk SMA, dan berlangsung hingga kini. Dia adalah sahabatku yang paling konyol dan setia. Sayangnya, aku harus berpisah dengannya saat kelas 2 SMA, karena aku akan melanjutkan pendidikanku di Tanjung Redeb bersama Nisya.

Sejujurnya aku sangat senang dengan keputusan itu, karena dengan begitu aku dapat lebih dekat dengan Nisya.

Benar saja, seminggu setelah aku masuk ke sekolah itu, aku dan Nisya semakin. Kami seolah-olah tidak dapat dipisahkan. Kami bahkan menerapkan prinsip “mine’s your’s” yang artinya “milikku adalah milikmu”.

Nisya rupanya sangat terkenal di sekolah itu. Dia merupakan siswi inovatif bagi para guru, idola bagi para adik kelas dan siswi favorit kakak kelas. Aku merasa bangga sebagai sahabatnya. Karena seperti yang sudah aku sebutkan tadi, aku rela melakukan apapun demi sahabatku.

Tapi tahukah kalian, dibalik seseorang yang begitu inovatif pun memiliki rahasia yang amat busuk didalam hatinya?

Kalau kalian tidak percaya, akulah contohnya.

Aku dikenal sebagai siswi yang dingin dan cukup berkarisma. Aku adalah satu-satunya siswi pindahan dari daerah kecil yang berhasil lolos pemilihan kandidat calon ketua OSIS dan mendapat peringkat 3 besar di UTS semester pertama. Aku menjabat sebagai ketua kelas di kelas yang dikenal elit, dan ketua bidang kerohanian dalam struktur kepemimpinan OSIS, berhubung nilai agama aku selalu tertinggi di kelas A.

Namun, di balik itu semua, percayalah bahwa hatiku gelap gulita.

Aku pandai berbohong dan mencari alasan. Aku memiliki pengetahuan dan pengamatan yang luas sehingga berbagai informasi yang sudah ku kumpulkan dapat diolah menjadi suatu alasan yang logis. Aku juga pandai memanipulasi orang. Aku tahu cara membujuk seseorang dengan jitu. Dan aku tidak segan-segan menggunakan seluruh kemampuanku itu untuk menjebak orang-orang yang tidak menyukai Nisya.

Ya, sebagai idola sekolah, Nisya juga memiliki banyak musuh dalam selimut. Contohnya saja, anak tak berbakat yang selalu menjadi siswi yang tak diinginkan saat kerja kelompok, Dinda.

Karena anak malang itu lemah dalam bidang akademik dan hanya menonjol dalam bidang olahraga voli, anak itu mudah sekali. Hanya dengan sedikit kabar tak sedap yang disebarkan di kelas, dalam waktu singkat dia benar-benar jatuh.

Caranya mudah saja, aku menjebaknya saat acara sekolah hingga Nisya terluka parah dan dialah yang dituduh melakukannya. Kalian tahu, iri hati dapat dimanfaatkan untuk menghancurkan orang itu sendiri. Dengan sedikit dorongan saja, seseorang yang penakut pun mampu membunuh sahabatnya. Dalam kasus Dinda, seorang yang sangat munafik pun dapat memperlihatkan kemunafikannya saat dirinya sedang dilalap emosi. Setelah kejadian itu, aku tinggal menceritakan teori konspirasi ku kepada seorang temanku yang hobi bergosip sehingga aku tidak perlu repot-repot menyebarkan nya sendiri.

Kedua adalah sahabat karib Dinda yang merupakan saingan berat Nissa dalam memperebutkan juara umum, Syifa. Dia memiliki paras yang cantik, namun sayang, apa yang ada di dalam berbeda dengan yang terlihat. Setelah ku selidiki, Syifa menjalin hubungan gelap dengan kakak kandungnya sendiri yang sudah kuliah. Tentu saja, reputasi Shiva yang dikenal cantik, baik, dan pintar itu akan hancur seketika jika seluruh sekolah tahu akan hal tersebut.

Yah, aku tidak akan menyia-nyiakan rahasia tersebut. Tentu saja aku ingin membalaskan dendamku penghianat menjijikkan itu.

Yah, dia memang menjijikan. Tidak bisa kubayangkan bagaimana dia tega mencuri karyamu dan mengakuinya sebagai karya buatannya. Tegas Nisya setuju. Kalau begitu, ayo kita serang dia.

Bagaimana? Diakan sudah tinggal di Teluk Bayur.

Mudah saja. Kau tanyakan media sosialnya pada teman-teman lamanya. Lalu kita teror penghianat menjijikkan itu lewat sana dengan kemampuanmu.

Aku merasa mendapat pendukungan setelah itu. Menarik. Akan kulakukan.

Yah, seperti yang kukatakan tadi, seseorang yang begitu inovatif pun pasti memiliki sesuatu yang sekelam langit malam dihatinya. Dalam kasus ini, segala hal yang kulakukan adalah permintaan dari Nisya sendiri. Aku tentu saja dengan senang hati membantu nya menyusun rencana, strategi jitu untuk menjebak musuh, dan menyudutkan musuh dengan rahasia tergelap mereka tersebut.

Dan sesuai dengan yang ku ceritakan tadi, aku dan Nisya tidak terpisahkan. Pemikiran kami nyaris sama, dan kami tidak memiliki rahasia apapun satu sama lain. Aku bahkan tahu rahasia terkelam Nisya mengenai keluarganya. Tapi karena kami saling mengetahui rahasia itulah, kami tidak akan berkhianat satu sama lain. Karena itu juga, kami adalah Best Friend.

Aku pun memberitahukan kepada seluruh orang-orang yang berada di lingkungan sekolah mengenai kelakuan Syifa dengan kakaknya dan Syifa dikeluarkan secara tidak hormat oleh sekolah.

Mungkin kalian bertanya-tanya, apa gunanya aku menceritakan hal itu kepada kalian semua. Yah, ceritaku belum selesai.

Bagaimana? Tanya Nisya saat kami mengobrol di kantin.

aku tersenyum sembari mengeluarkan foto Syifa dan kakaknya yang sedang bermesraan di taman. Beres, semuanya berjalan sesuai dengan yang kurencanakan.

Terima kasih tata, ujarnya saat mengambil foto itu dari tanganku. Akhirnya perempuan sialan itu pergi dari kehidupanku. Dengan cara yang menyenangkan pula.

Aku menggenggam tangan Nisya. Apapun untukmu, Nis. Aku melirik jam tanganku. Selanjutnya siapa ujarku.

Nisya tampak berpikir sejenak. Diva, dia hampir menyusulku saat UAS kemarin.

Baiklah. Itu pasti akan sangat mudah, mengingat rumahnya dekat dengan rumahmu.

Nisya menepuk pundakku. Iya berkata Kau sudah membantuku mengeluarkan dua musuhku. Tidakkah kau juga memiliki beberapa orang yang tidak kau sukai. Tanya Nisya kepadaku

Tentu saja, aku memiliki beberapa orang yang tidak aku sukai. Tapi kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.

Tentu saja aku harus khawatir kepada sahabatku sendiri. Sahabat yang selalu membantu menyelesaikan semua permasalahanku, bahkan dia pun menyingkirkan orang-orang yang tidak kusukai.

Hahahaha, kamu bisa saja. Jawab Tata dengan sedikit malu.

Tak beberapa lama kemudian, terdengar suara Bu guru. “Mba Nisya dijemput”

Nisyapun berlari kembali kekelas untuk merapikan buku dan pulpennya yang berserakan. Namun ada satu yang mengganjal. Nisyapun mulai mondar-mandir kesana kemari, lalu tidak lama kemudian Nisya menangis, tangisannya pun pecah, membuat heboh seisi ruangan kelas.

Pulpen pemberian tata nggak ada “Ucap Nisya sambil menangis”

Pulpen yang mana? Tanya Bu guru. Tapi Nisya semakin menangis dan semakin kencang tangisannya. Semakin membuat orang bingung, apa yang dimaksud pulpen miliknya?

Itu bu, tadi Nisya bawa pulpen pemberian tata. Tapi pulpennya saya lihat diambil sama Pian.” Ucap Lili, salah satu anak yang belum dijemput juga. Bu guru pun bertanya, “Sama Pian pulpennya ditaruh di mana?”

“Nggak tau.” Jawab Lili.

Pun pada akhirnya semua yang ada di ruangan mencari pulpen Nisya, tetap tidak ditemukan. Hanya ada satu kemungkinan, bisa jadi pulpen itu ikut Pian pulang. Akhirnya, Bu guru pun menghubungi Ibunya Pian.

“Oh iya Bu, maaf yaa pulpennyaa kebawa sama Pian. Nanti segera saya antarkan.” Ucap Ibunya Pian dari seberang telepon. Pada akhirnya, telepon pun ditutup. Menunggu hingga setengah jam, dua orang bertubuh tinggi dan kecil datang dari arah gerbang.

“Itu Pian, Bu!” Teriak Lili dari dalam ruang tunggu jemputan.

Akhirnya Pian pun mengembalikan pulpen milik Nisya yang sudah mulai berhenti menangis. “Pian, kenapa kamu bawa pulpennya Nisya?” Tanya Bu guru.

“Anu itu Bu, aku nggak tau pulpennya tiba-tiba ada di tasku.” Jawab pian.

Bu guru menghela napas. Sudah biasa terjadi, Pian sering membawa pulang benda-benda di sekolah yang menurutnya menarik. Bahkan tempo lalu ia pernah membawa kabel.mic yang didapat dari lemari kantor sekolah.

“Pian kamu harus minta maaf sama Nisya.” ucap Lili.

“Kenapa aku harus minta maaf? Kan pulpennya sudah aku kembalikan?”

“Soalnya kamu udah bikin Nisya nangis. Iya kan, Bu?” Kepala kecil nan mungil itu mendongak ke arah wanita yang lebih tinggi darinya.

“Nggak mau!” Pian melipat tangannya dan membuang muka dari Nisya. Nisya pun menangis lagi.

“Tuh, kan! Nisya jadi nangis lagi. Pian, sih!”

“Pian, ayo minta maaf nak.” ucap Ibunya. Pian masih kekeh tidak mau minta maaf, masih dalam posisinya semula.

“Pian, kamu suka apa?” Tanya Ibu Guru.

“Mobil.” Jawab Pian.

“Pian punya mobil-mobilan di rumah?”

“Punya.”

“Nah! Sekarang, ibu guru main ke rumah Pian. Terus ibu guru minjem mobil-mobilannya Arkhan buat mainan. Tapi, mobil-mobilannya ibu bawa pulang, bagaimana?”

“Loh! Kok dibawa pulang? Itu kan punya Pian, Bu! Bu guru mau mencuri, ya!”

“Nah! Itu tau. Berarti, kalau kamu minjem mainannya Nisya tapi nggak bilang-bilang sama aja dengan mencuri, kan?” tanya ibu guru. Pian terdiam.

Sekali lagi, dibujuknya Pian untuk minta maaf. Akhirnya, mau tidak mau Pian pun luluh juga meski masih sedikit kelihatan sewot.

Setelah kejadian di hari itu, keesokan harinya Pian pun selalu bilang saat hendak meminjam barang. Bukan hanya itu saja, Pian juga jadi lebih hati-hati dalam bertindak sehingga tidak melukai hati teman-temannya.

Dengan begitu, Pian pun jadi punya banyak teman. Sekarang teman-teman sudah tidak takut lagi saat bergaul dengan Pian. Berbeda pada saat dulu, pasti banyak yang takut dekat dengan Pian karena Pian terkenal nakal.

Mereka juga cenderung menjauh supaya bisa menghindari barang-barangnya hilang karena dicuri oleh Pian. Namun, karena sudah minta maaf sama Nisya.




"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.