Lubang Kejam dan Penyiksaan Luar biasa

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 Lubang Kejam dan Penyiksaan Luar biasa

Karya: Kevin Gravila


Halo Indonesia, Bagaimana Kabarnya?

Hari-hari indah selalu menghiasi di waktu kapanpun

Bulan Kemaren, Tepatnya Bulan September kita mengingat suatu peristiwa

Peristiwa yang dimana kisah perjuangan para pahlawan revolusi dalam menghadapi Pasukan Komunis


Malam terburuk selalu kurenungi

Bibir pucat bergetar takkala angin sunyi menusuk jiwa

Oleh sapaan semak belukar yang mewangi

Dengan daun-daun sedih yang tak sanggup tersenyum lagi


Penghianatan Terjadi……

Kekejaman…. intimidasi…. Pembantaian disana sini

Membinasakan 7 Mutiara Bangsa

Demi Kepetingan sendiri


Rakyat sengsara menangis ditanah

Kesana-kemari mencari tempat singgah

Sungguh Negara dalam masalah 

Akibat Manusia tak mengembang amanah


Para Pahlawan Disiksa

Lubang sebagai saksi nyata

Kekejaman pengkhianat bangsa

Menghujat mereka sampai habis kata


Kini sudah tertinggal nama

Pahlawan Revolusi terukir jasa

Semoga damai di alam sana

Dalam Pelukan bumi Indonesia


Pandemi Corona

                           Karya: Kevin Gravila


Corona……..

Walaupun kecil tapi engkau sangat mematikan

Semua, bermula dari wuhan

Menyebar kemana-mana tanpa pemberitahuan


Gemerlap kehidupan membuat kita lupa ke cobaan, terlalu nyaman di zona nyaman

Membuat kita malas berinovasi dan mencoba hal yang baru

Selama ini kita terlalu dimanjakan dengan kehidupan yang berjalan normal.

ketika ujian datang, semua meradang.


Hanya diam di rumah

Tak boleh berpergian

Belajar di rumah

Tak bisa bertemu dengan teman


Bergoyang kembali ayunan sejarah mencengkam dahulu  

penuhi catatan kelam manusia berjatuhan seperti peluru 

pernah menjalar wabah hitam melanda di dunia, Wabah marsille, Kolera Calcutta, hingga flu Espama kulit abad bertukar, pandemi datang lagi beri tanda


Dari yang pergi akan ada yang datang

Dari yang menangis akan ada yang tertawa

Dari yang berpisah akan ada yang bertemu

Dari yang sengsara akan ada yang bahagia

Dari yang mati akan ada yang terlahir


Pandemi hadir untuk kelengkapan potongan kecil bukti 

bahwa manusia dan egoisme agama adalah wadah penciptanya membingungkan

Tempat ibadah  anjuran ditutup, tetapi tambang liar bebas meraup

 pekerja asing dan keluarga pejabat sama-sama nikmat meletup 


Menghitung  paksa bahaya virus yang hidup di udara dan benda 

berdiam saja di rumah, putuskan rantai penularan 

jangan terlalu panik berdiam dirumah adalah cara terbaik

konsumsi vitamin menjaga antibodi tubuh tetap stabil 



Maafkan Hamba Ayah dan Ibu

                                        Karya: Kevin Gravila


Ayah ... Ibu ...

Pagi ini sangat sejuk udara hampiri kalbu.

Dingin gemetar membuatku pilu,

Sebuah hari yang bertahun-tahun kita tunggu,

Aku menangis menghambur memeluk sujud syukurku.


Maaf, Bu. Maaf karna kata maaf pun membisu di bibirku.

Maaf, Ayah. Karena sakit di dadamu itu bagian yang selalu saja ku masukkan setiap hari.

Maaf, karena anakmu ini selalu gagal menyimpan amarahmu.

Anakmu ini tak pernah berhasil menyeka tangis dalam matamu.

Maaf, aku gagal menjadi anak yang baik menurut pandanganmu.


Apakah putramu ini membuatmu bangga?

Saat uangmu ku gunakan hanya untuk bersenang-senang,

Menyatarakan segalanya agar terlihat sempurna di mata manusia lain.

Saat pengharapanmu kepadaku kujadikan hal yang begitu biasa,


Maafkan aku ...

Jika kesempatan waktu yang sedikit denganmu,

Kau sering ku acuhkan,

Maafkan Aku ...


Maaf karna yang paling sederhana pun tak bisa ku kerjakan.

Melengkungkan senyum di tepian bibirmu.

Aku paham, betapa besar amarah meradang di jantungmu, yang sengaja kau redam.

Melihat anakmu tak mengindahkan tawa di raut wajahmu.


Lantas dengan apa aku membalas segalanya,

Tapi kau ikhlas untuk itu,

Begitu bodohnya putrimu,

Saat cinta yang begitu dalam kau berikan padaku malah sering ku abaikan.


Tuhan, rengkuh aku.

Beritahu padaku, caranya mengubah lelah di sela kecewa milik Ayahku,

menjadikan bangga diantara bahagianya.


Untuk Ibu dan Ayahku, maafkan anakmu,

yang selalu memaksamu meliarkan amarah yang menahan tangis.

Maafkan aku, yang belum berhasil melukiskan senyum karna memiliki aku, Anakmu

"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.