https://www.net24jam.com/2021/10/lomba-cipta-cerpen-tingkat-nasional-net.html
Selamat Menikmati Cerpen di bawah ini:
KITA DI AKHIR BULAN
Oleh : Siti Asyiah
30 April 2020
Surat terakhir.
Intinya, Ay. Saya ingin lepas. Lepas dari segala yang menyangkutmu. Saya tidak ingin lagi peduli berlebihan padamu.
Engkau saya lepas dari segala puisi. Takkan ada lagi puisi. Saya berjanji. Saya takkan memberimu lagi bunga mawar. Takkan lagi. Saya janji. Saya akan berhenti menyukai lagu-lagu firsa. Saya berjanji. Engkau takkan lagi kulibatkan dalam catatan harianku. Kita takkan lagi bertukar kabar. Saya berjanji. Bulan akhir ini hanya sebatas bulan lewat saja. Buka apa-apa lagi. Saya berjanji. Tapi kita teman, sebiasa mungkin seperti maumu. Saya berjanji.
Keluarkan saya dari seluruh intuisi. Engkau berjanji. Tak perlu ingat saya Ketika ada harum manis. Engkau berjanji. Jangan mencuri pandangiku lagi, lihat aku dengan kasat saja. Engkau berjanji. Buaya hanya sebatas hewan buas yang ngeri, ingat itu saja, jangan ingat bahwa itu hewan kesukaan saya. Engkau berjanji. Jangan libatkan saya dalam catatan harianmu. Engkau berjanji. Lagu-lagu itu, anggap sebatas lagu kuno tanpa arti. Engkau berjanji. Saya temanmu, sebiasa mungkin. Engkau berjanji.
Lupakan semua ya, Ay. Meski sebenarnya kita memang tidak ada apa-apa. Tapi aku tahu, peduli yang berlebihan diantara kita, menyebabkan semua keadaan tak baik-baik saja. Terimakasih talah mau membuka diri, meski mungkin sekali, ada yang masih kau tutup-tutupi. Sebenarnya saya tidak menemukan lega dimatamu, juga didadaku. Karena kita sama-sama tahu, mengungkapkan sedih dan rindu itu nyaris taka da beda, nyaris sulit dijabarkan. Demi orang lain, demi saya, demi kamu yang agar selamat, jadi mari saling melupakan sesuatu seluruhnya yang membuat kita sampai kehilangan bicara.
Kenapa saya begini?Karena saya yang sakit, Ay, saat seluruh barang-barangmu (sepatu, baju, tas, dan gelang yang sama denganmu) ku lihat tanpa sengaja. Aku tahu kau juga begitu. Seluruh ingatanpun memburai tanpa sengaja. Jadi mari saling belajar tidak peduli, Ay. Agar kita sama-sama menemukan kata “biasa”. Agar kita sama-sama menemukan lega. Meski tega. Kau mau berjanji, Ay agar kita benar-benar bisa menjadi biasa?.
Saya berjanji, akan mendapatkanmu di posisi yang sama seperti yang lainnya, ditempat yang biasa. Berat, tapi musti kuat. Agar kita selamat. Entah selama ini saya kamu anggap sebagai apa, saya tak ingin peduli lagi. Saya ingin lupa. Dan tolong bantu saya untuk ini, Ay. Kita tidak akan lagi kehilangan bicara, kamu tenang saja. Saya janji. Kita hanya kehilangan banyak makna. Jangan anggap ini berlebihan ya, Ay. Karena ini hanya bentuk saya takut kita terjebak di kata “serius”. Meski di awalai dengan bercanda.
Karena kau perlu tahu ini, Ay. Tiga tahun saya dikampus ini, belum pernah sepeduli ini pada orang lain. Jadi sangat susah melupakan, Ay. Apalagi mengikhlaskan. Maka dari itu, segala tentangmu , satu-persatu tak lagi kupedulikan. Tapi tak apalah, saya mencoba easy going, seperti dulu, seperti sebelum separah dan seperih ini.
Trust me, Ay. All is well. Salam hangat, Bayu.
***
Setelah pertengkaran Panjang kita hari itu, aku sedikit merasa lega karena engkau mau bicara lagi padauk, sebagai temanmu. Ya baiklah, sebagai teman. Tapi yang aneh dari kita adalah, kenapa kita tidak saling jujur saja mengenai perasaan kita. Aku benci saat keadaan menuntutku untuk melupakanmu, aku malah serindu ini padamu. Sungguh timbal balik yang merugikan satu pihak. Aku tahu kau juga tidak diuntungkan dengan bulan-bulan, hari-hari ini, yang mengganggu kenangan di kepalamu. Kau tidak bisa melupakan momentum pada bulan dan hari ini, yang menakdirkan kita dalam sepayung berdua. Haha…hari itu kita juga bertengkar kan ya?, Tapi Dosen menyuruhku mengambil kumpulan makalah di kantor. Gilanya, beliau menyuruhmu menemaniku. Lucu ekspresimu. Kaget setengah mati, agaknya mau menolak tapi ini perintah dosen, kau tak mungkin menolak. Padahal hari itu, orang-orang memilih diam di dalam ruangannya masing-masing dan menunggu hujan reda daripada melawan arus angin dan amukan petir yang menggila. Tapi kupikir ini adalah kesempatan mahal agar aku bisa meminta maaf padamu secara mesra hari itu. Dan ya, sepanjang perjalanan kita hanya diam.
“Eh, Bay awas payungnya. Angin nya kok malah kencang gini. Pegang sisi payungnya. Aku pegang bagian sisi ini. Aduh bajuku, kecipratan air hujan”. Katamu secara mendadak. Sepontan aku tersenyum kecil dan melihat ke arahmu.
“Bukan Cuma bajumu yang kecipratan kali, Ay. Itu wajahmu, basah semua.”
“Lagian repot begini. Tangan kanan pegang payung tangan kiri megang baju.”
“Maafin aku ya, Ay.”
“Iya iya aku maafin”
“Bukan soal payung, Ay.”
“Soal apa ?.”
“Soal kekeras kepalaanku”
“Ini tumpukan makalahnya , barat loh Ay. Sanggup?. Ohya titip salam sama bapak Hendra habis hujan reda, di tunggu kaprodi di kantor utama, gitu ya. Ada rapat sama pimpinan yang lain. Hati-hati Ay, itu Bayu suruh angkat , dia kan laki. Haha. Nanti kamu yang mayungin”. Kata pak Alif berantusias pada kita waktu itu. Engkau hanya tersenyum, mengangguki saja guyonan pak Alif.
“Okelah, Pak Alif. Kami pamit dulu. Terimakasih ya Pak!”. Aku mulai mengangkat tumpukan makalah di pangkuanku. Dan menunggu, sungguhkah Ayu akan memayungiku?...benar saja engkau tidak akan setega itu.
“Baguslah, Ay. Lagian kalau gak dipayungi pun, Mkalahmu takkan aku kasih. Ini wewenang. Akau kan coordinator kelas. Wkwkwkw”
“Ih dasar”
Hujan makin deras saja, makin gelap saja. Agaknya. Akan ada tanda-tanda gempa. Baju kamu basah kuyup diguyur hujan. Tapi untungnya, hujan menjebak Ayu bersamaku.
“Aku juga keras kepala, Bay. Aku juga minta maaf”.
***
Tiba- tiba suatu pagi, kita dilipat jarak karena sebuah masalah bernama demam. Dan benar sudah. Ngampus tanpamu, tak pernah kusukai.
Biasanya, setiap dosen menjelaskan Tauhid, Al-Qur’an, Tafsir, aku tidak pernah bisa mengerti. Karena itu, setiap pelajaran ini aku selalu memiliki kesempatan lebih untuk diam-diam memandangimu lebih lama, Tapi pelajaran kali ini, kau tak disini.
Absenmu hari ini, kenapa harus ada ngampus jika taka da kamu?.
***
KABAR BAIK BULAN AKHIR INI, HARI INI, 01 JANUARI 2019, KAU MASUK, SETELAH HUJAN TIBA-TIBA MEMBUAT PAGI KITA BASAH. Apa kabar?
Aku sudah lama menunggu kau sehat, Ayu. Tapi, kenapa kau malah acuh lagi?. Kenapa tiba-tiba semuanya bungkam lagi. Ini yang tidak aku menerti darimu. Berubah tiba-tiba tanpa aba-aba.
Tanpa sapamu tadi pagi, puisiku terasa lebih sepi. Pada kursi yang telah jutaan kali aku duduki itu, ternyata tanpamu, aku semakin tak sukai waktu. Hingga setiap pulangku, tak lebih dari jalan buntu. Jika kamu tak bicara, sepatahpun, Lebih baik saya menterburu-burukan pulang. Daripada saya yang kangen konyol sendirian?__
Saya bukan Angga loh,
Tapi saya ingin sepertinya. Agar bisa bernyanyi bersamamu. Agar bisa berbincang seputar Nahwu denganmu. Agar bisa membahas tentang biru, warna kesukaanya. Juga kesukaanmu. Bersamamu. Tapi saya bukan Angga. Ayu. Ayolah, bicara. Jelaskan kenapa kita begini lagi.
Saya : Kita hanya perlu sedikit berdiskusi, mengapa saat letak kursi kita berjarak, bicara kita sejarang ini?
Kamu : Aku merasa, semenjak letak kursi kita tak lagi dekat, kita semakin krisis komunikasi, Kau tahu?.
Saya : Tapi masalah kita sudah selesai, kita tidak perlu lagi berjarak.
Kamu : Sudahlah, Bay. Aku hanya tidak ingin orang lain beranggapan lain tentang kita.
Saya : Lak kenapa memangnya, Ay?
Kamu : Aku tidak suka.
Itulah drama terakhir kita. Tak ada aku kamu setelah hujan itu. Yang tersisa dari hujan hanyalah kenangan manis, kemudian pahit. Entahlah, aku yang egois atau engkau yang pengecut?. Yang aku tahu aku hanya berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Tapi kau malah berambisi pada gengsimu. Aku tahu kau juga mencintaiku, Ayu, jika tidak, kenapa sebegitu kompleksnya menyimpan kenangan-kenangan kita. Aku tidak tahu apa alasan jelasmu yang sampai semenyakitkan ini. Sampai bulan ini pun, aku tidak bisa tau apa alasan kau menghindariku. Jika bersedia, mari kita bertemua suatu hari nanti, membicarakan ini, menciptakan hujan lagi di kepala kita.
Antologi puisi kita yang “Bulan” itu, jangan kau hilangkan. Jangan hilangkan ia seperti kau menghilangkanku dari bulan-bulanmu dan hari-harimu. Kini Aku kehilanganmu, Ayu. Kehilangan langit, tempat aku menyimpan Mentari dan hujan akhir bulan. Bahagikan dirimu.
"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.