https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html
Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com
Selamat Menikmati puisi di bawah ini:
Khalif
Aku suka rambutnya yang keemasan di bawanya mengontrol kapal kecik miliknya, melihat prosesnya membakar kulit dari panasnya siang lalu mengusap uapnya dengan kain wibawa.
Aku suka melihatnya duduk tenang di balik mimbar keagungannya, memanah dengan satu kalimat, lalu tersenyum santun menembus kepala-kepala jelata.
Aku suka tindakannya yang cekatan, tak peduli tubuhnya lumpuh, berontak menutup lubang-lubang kecil jalan tikus bau busuk.
Aku suka jalannya yang keren, tak di hitung. Memegang pilar menapaki tanah liat yang basah.
Nasabku Pada Siapa
Langkah-langkah kecil, kaki-kaki jenjang.
Tangan-tangan bertautan, tubuh mungil di pangkuan.
Tawa-tawa hangat, pelukan-pelukan manja.
Di depan jendela, di sudut bilik yang usang
Telinga harus tuli, mata kosong, bibir bisu membiru
Tangan kecil di genggam tuan, di kurung dalam lingkar tatapan
Melongo, meratap kosong merayapi jejak-jejak kasih
Wajah kusam ibu, tatapnya yang nyeri menutup mulutku, tak sempat ku tanyakan siapa nasabku
Sampai lagi pada subuh, siang-siangnya akan terisi di depan jendela
Melihat tubuh di sampingku tersungkur matanya basah, memelukku dengan mukena lusuh, hangat.
Lebih hangat dari jejak-jejak kasih yang kurayapi di ujung senja
Terbalas
Berkali-kali bibirku di buat gelisah, dari otak atau hati
Berkali-kali tanganku bergetar, dingin menyentuhmu
Pipiku tak pernah tak hangat, bersemu merah muda
Melilit perut di penuhi kupu-kupu, di paksamu dengan suara lembut
Hebat ya,
Netramu yang tak pernah ku tangkap, tadi mengulitiku tak puas
Punggungmu pernah tak sengaja ku lihat saat kau sujud, sementara aku melewati jendela baru dengan penasaran, hari ini di ijinkan ku sandari"
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.