Hidup Yang Fana

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "Hidup Yang Fana


Ada beberapa hal yang tak bisa dicerna,

apalagi diterka.

Layaknya sebaikbaik engkau mencinta,

namun berakhir terluka.

Beberapa hal mungkin sudah digariskan,

Bagaimana kisah indah berujung pada perpisahan, kehilangan ataupun kesedihan.

Begitulah hidup,

terkadang terangmu menjadi redup,

tenangmu menjadi gugup.

Aku tau, tak ada yang mudah.

Berjuang pun bisa berujung lelah,

sepenuh hatimu bisa berakhir patah.

Lantas engkau berharap apa?

Sementara dunia ini begitu fana,

harapmu hanyalah asa.

Maka bisakah biarkan berjalan apa adanya, secukupnya saja,

agar engkau lebih bahagia.




Tujumu Bukan Aku


Aku pernah, menumpahkan segala rasa untuk seseorang.

Bersedia menunggunya yang berjanji pulang.

Banyak detik waktu habis ku jelang,

sayangnya ia bahkan tak kunjung datang.


Aku ingin mengeluh,

namun perasaan ini bahkan tak juga luruh.

Aku masih saja bertaruh,

pada sikapmu yang jelas tak acuh.


Beraninya aku biarkan diri ini jatuh,

padamu yang tak mungkin ku rengkuh.

Aku begitu sungguh menjadi labuhmu,

menyakitkan saat ternyata tujumu bukan aku.


Lihatlah sebentar, aku yang amat rapuh

Namun cintaku yang keras bergemuruh.

Sayangnya, tak jua mendapat sambutmu

Yang ku harap mampu balas cintaku




Aku Pernah


Katamu aku satu,

Nyatanya kau ganti aku dengan cinta baru.

Katamu aku ratu,

Ternyata singgasana disisimu bukan untuk aku.


Aku nyaris tertipu,

saat rayumu membungkamku bisu.

Aku bahkan hanya bisa diam membatu,

karna segalamu menjadi candu kala itu.


Sungguh, ingin rasanya berhenti

Saat tau juangku menghantarkan pada patah hati.

Ingin rasanya menyudahi,

namun sikapmu seolah menahan untuk tidak pergi.


Aku pernah begitu bodoh membuang harga diri, 

menyerahkan hatiku tanpa tapi padahal tak dihargai.

Tenanglah, kali ini tidak akan lagi.

Aku layak menjemput cinta yang tau cara mensyukuri."


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.