Elegi - Senja

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 "Puisi 1

Elegi - Senja


Hari ini...

Udara berbau darah dan busuk.

Kota-kota mengatur dalam asap.

Jari bernanah menggaruk gitar lagu lagu kematian.

Menemani suratan alunan sukma


Hari ini...

Hujan sendu mencumbu pasrah.

Pada tubuh kosong kelabu.

Pada lidah kering yang kelu.


Yang tak sama seperti tahun lalu.

Walau sudah ku dendangkan lagu.

Namun,gelombang sepi menghempas hati.


Aku masih menangisi luka.

Pada hati yang koyak.

Pada jiwa yang merana.



Puisi 2

Di Pertiga Malam


Angin menggelepar menembus relung.

Membungkus malam dalam dingin.

Butiran hujan menghempas cadas.

Ditingkah petir bergetar ganas.


Apakah alam murka?

Entahlah...

Apa dosa kita telah berbongkah.

Sehingga alam jenuh dengan segala tingkah.


Bangga dengan dosa.

Tak hiraukan larangan.

Haram sebagai suka.

Seolah tak kan ada kehidupan setelahnya.


Tuhan ku.

Kami kalap...

Kami t'lah lalai.

Tercabik dalam nista.

Terpuruk dipeluk dusta.


Mohon ampunkan lah.

Di sudut gelap tersungkur dalan sajadah.

Dalam derau air mata pilu.

Tak sanggup membayangkan siksa panas.



Puisi 3

Jerit anak bangsa


Selamat tuan penguasa.

Kami terserak dalam debu.

Terbungkus dalam belenggu.

Terdiam seolah gagu.


Tengok tuan penguasa.

Darah kami kering tersayat.

Wajah kami serupa mayat.

Menatap nanar tiap riwayat.


Sudahlah...hentikan tuang penguasa.

Jangan selimuti kami dengan dosa.

Hanya atas nama bangsa.

Seolah engkau paling berjasa.


Biarkan kami bangkit.

Menyatukan kepingan asa.

Serupa kekasih penuh cinta.

Bukan untuk pencitraan.

Tapi demi Indonesia tercinta.


Puisi 4.

Kisah sang bunda


Rebahlah dalam pangkuan.

Laksana air mengalir.

Tidurlah dalam buaian.

Serupa rama rama mengepak lembut.


Jangan hiraukan lelahku

Isi hati mu dalam bahagia.

Kibaskan peluhmu untuk ku

Biar ku tanggung dalan diam.


Kuatkan hati mu kekasihku.

Berdirilah dengan kaki kecil mu

Tatap lah ke depan dalam tekad.

Hingga kau mampu melawan kejam nya dunia.


Saat tiba waktu ku pergi.

Sentulah aku dalam doa mu.

Saat aku kan melangkah jauh.

Ingatlah aku dalan lembut kasih mu.


Rebahlah dalam pangkuan ku.

Kasih kecil ku.

Agar dapat ku kenang raut wajah mu.

Sampai aku di jemput menjauh.



Puisi 5

Balada tikus berdasi


Pengerat busuk adik menggerogoti.

Tak malu walau berdasi.

Bergaya baik borjuis.

Mental miskin tak terkendali.


Angkuh padahal penipu.

Bergaya rapi padahal gelandangan.

Lupa dosa.

Lupa haram.


Tutup mulut kosong mu.

Berkacalah wahai jiwa yang semu.

Tanyakan relung hati mu.

Adakah bisikan penyesalan kau dengar.


Takutlah pada dosa.

Hiasi mulut palsu mu dengan lantunan tasbih.

Bertobatlah selagi kau bisa.

Tak akan selamanya kau terlindungi."


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.