Dusun Kami - Kumpulan Puisi

 








Selamat datang di Lintang Indonesia. Di bawah ini adalah salah satu puisi dari peserta Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Net 24 Jam. Puisi ini lolos seleksi pendaftaran dan dibukukan ke dalam buku yang berjudul,"Lembayung". Klik link di bawah ini untuk informasi lomba: 

https://www.lintang.or.id/2021/10/lomba-cipta-puisi-tingkat-nasional-net.html


Untuk melihat data peserta silakan kunjungi website www.net24jam.com

Selamat Menikmati puisi di bawah ini:


 Dusun Kami


Berbekal lentera teplok,berjalan, bangun di pagi hari

Listrik tidak ada, hanya solar panel yang harus di isi

Sinar matahari terus menyengat kulit kami

Mencari ikan, melunta, marengge, mangaruhi

Agar memenuhi kebutuhan sehari hari

Kicau burung punai, mengiringi langkah kami

Satu persatu menaiki kelotok, perahu tradisional kami

Mencari babi hutan, mencari rusa, memasang jerat tali

Duhung dan Mandau dipakai untuk bertani dan menpertahankan diri

Sekarang hutan kami hanya bersisa sedikit sekali

Hutannya dibabat, penuh sawit, penuh lahan minyak goreng, lahan sengketa dengan perusahaan negeri

Berteriak teriak, tolong Tuhan, tolong penguasa kami terkena bencana banjir, malapetaka ini

Namun Tuhan tidak mendengar, penguasa kami hanya berdiam diri.

Dulu banyak orang utan, ular, harimau dan banteng belantikan

Sekarang hampir punah, mati oleh alam, mati oleh manusia, diburu dan dimakan

Manusia adalah serigala bagi sesama, serigala bagi makluk lainnya, kejam, tak berperi kemanusiaan.

Anjing anjing korupsi, anjing anjing kolusi, anjing anjing nepotisme

Merusak semuanya, merusak hutan, sungai, dusun, dan hidup kami dan sanak saudara dan keluarga.

Lamandau, 21 Oktober 2021


Masa Kecil


Masa kecil bahagia, masa kecil canda tawa

Lugu dalam naïf, dalam rasa penuh bahagia

Berbagi makan, berbagi sagu, berbagi jagung dan paria

Berbekal senjata bamboo, berbekal laying laying

Bermain penuh canda dan tawa

Masa kecilku bahagia, tidak semua dapat merasakkannya

Melihat anak anak di jalanan, yang di tv dan media

Tidak ada orang tua, rentan bahaya dan celaka

Aku bersyukur keluargaku bahagia, aku bersyukur punya ayah ibu yang masih bersama

Ketika aku sakit, ayah ibu khawatir luar biasa

Sedih terpancar di mata mereka, kasih sayang ada dalam setiap kata dan rasa.

Masa bahagia, masa kecil anak anak

Masa itu kuberikan juga kepada anak anak

Menjadi contoh, bertumbuh, dalam kebahagiaan, menjadi panutan bagi anak anak masa depan

Sayang ku begitu besar, orang tua menjadi penjalar

Masa kecil masa bahagia, masa luar biasa, masa yang kukenang sampai hari tua

Lamandau, 21 Oktober 2021




Pahlawan Tombak dan Senapan


Bagai serdadu, bagai tentera berbaris melaju padu

Maju ke medan perang tak lelah tak jemu jemu

Menjadi pahlawan,tanpa nama, dalam medan berseteru

Masa berlalu, berganti, berhiruk pikuk bagai ramai di pikiranku

Sedu sedan pahlawan, berteriak, pekik merdeka, demi kebahagiaan bangsa dan anak cucu

Tombak dan senapan , dipegang di tangan , disandarkan di bahu

Sebagai tanda siap perang, siap mati ,demi  kamu, kau, dan dirimu

Satu kesatuan, satu tekad, satu keyakinan

Merdeka atau mati, tombak dan senapan menjadi bagai mesiu.

Sekarang pahlawan berbeda zaman, berbeda isu. Pahlawan devisa,pahlawan kemanusiaan, pahlawan penemu

Berlomba lomba menjadi penyelamat, agar manusia tetap hidup, tetap bersatu, empati dan rasa ragu,menyelinap, namun tetap harus percaya dan menyatu.

Dulu tombak dan senapan, sekarang ide ide, inovasi dan tantangan baru

Zaman berubah, pahlawan tetap ada, setiap zaman setiap saat dan waktuMenjadi pengganti tombak dan senapan, sebuah senjata baru

Sebuah pencetus, pemrakarsa, melalui tulisan dan sastra, agar relevan di tatanan baru. Tidak berhenti, terus melaju pahlawanku

Jangan diam dengan ketidakadilan, jangan diam berpangku tangan, kalian generasi muda penuh harapan, negeri ini kami titipkan, moral dan etika kami ajarkan, empati dan kemanusiaan, serta hutang yang kami tinggalkan.

Maaf, itulah yang bisa kami katakan, hanya ucap, maaf. Maaf para pahlawan

Lamandau, 21 Oktober 2021


Tembakau dan Kopi Hitam


Tembakau alami dilinting tangan

Tingwe dan kretek berbau harum mewarnai hari hari

Dengan segelas kopi pahit panas

Bagaikan surga dunia, petani tembakau menggantungkan hidupnya

Bau nafas harum cerutu, cerutu Indonesia, cerutu menjadi urat nadi hidup 

Kulit yang mencoklat, bibir yang menghitam,secoklat rokok penyambung nyawa

Di bibirku, sambil merokok dan minum kopi, terlintas bait demi bait ngawur yang kutuliskan menjadi puisi

Terbakar dalam suatu prosa berapi,berasapkan derita dan harapan duniawi

Rokok demi rokok memenuhi paru paru demi sejumput ide, sejumput asa untuk negeri

Lembaran demi lembaran kupilin, kubuat menjadi rokok putungan, bilahan, tembakau dan cengkeh harum, mint dan blend nyaman.

Tertawa dalam samudera kebahagian cerita, cerita cinta, keluarga, bahagia, derita dan putus asa.

Rokok demi rokok, punting demi  puntung menjadi saksi nyata, melupakan pikiran ngawur dan ide ide kadaluarsa, menjadi harimau dalam dunia maya pikiran dan perbuatan, menjadi ide yang tidak pernah mati, dalam sebuah parchmen tulisan.

Lamandau, 21 Oktober 2021.




Rindu tak berujung


Pulang dengan harapan, menuju kota asal, sebuah kampong halaman

Cinta dan cerita berasal, menjadi satu memori satu kebanggaan kejiwaan

Tanpa basa basi menumpang, uang kurang, namun hasrat tetap ingin pulang

Bertemu sang pujaan, sang pelepas rindu, tak tertahankan

Anak anak ku memeluk dan meneriakkan

Nama ayahnya dengan riang gembira, penuh cinta dan keluguan kehangatan

Istriku dengan penuh kasih sayang,memeluk dan menangis, bahagia ketika aku pulang

Dengan cinta dan penuh harapan, penuh hormat dan penuh rasa kekeluargaan

Bercinta, bersenggama dengan tulisan, menyampaikan hasrat nafsu duniawi, menggambrakannya dalam suatu bentuk puisi tak beraturan, menyampaikan kepada kalian, betapa berahi, buah susu, rusa muda, paha menjangan, merupakan suatu kepuasan yang melebihi rasa cintaku kepada kawan.

Oh indahnya cinta, suatu persetubuhan tubuh dan jiwa,kata demi kata, sentuhan belaian lembut nikmat merogoh, mengcengkeram dan menghantui segenap relung sukma.

Bagaikan lautan gelora tak bertepi, menelan bagai tsunami, melenyapkan kecurigaan akan perselingkuhan hati, percaya akan tubuh dan cinta seorang istri.

Terima kasih semuanya, begitu indah kesempatan ini, Tuhan Yang Maha Kuasa, begitu indah nyawa dan nafas kehidupan yang masih dengan berbaik hati kau  berikan bagi kami

Di pucuk tasik payawan,lintang bintang gemerlapan, suara yang tidak dapat dibungkam, cipta puisi anak anak rindu berat, yang paham akan hidup dan mencoba mengerti arti kehidupan.

Lamandau, 21 Oktober 2021







"


Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.